SP3 Kasus Pengusaha Gula Dinilai Tergesa-gesa
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Agung dinilai agak tergesa-gesa menetapkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kepada penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terhadap kasus dengan terlapor pengusaha gula berinisial GJ.
Pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Ganarsih, mengatakan, berpendapat Kejagung agak tergesa-gesa menetapkan SP3 kepada penyidik Bareskrim Polri terhadap kasus ini.Meski diakuinya kasus ini terjadi sudah lama dan mencapai 18 tahun.
"Saya ikuti juga kasus ini, kasusnya kan terjadi 1999 kalau tidak salah, pernah dilaporkan 2004, terus dilaporkan lagi tahun lalu, memang sudah cukup lama," ujarnya.
Yenti menuturkan, hal yang cukup janggal adalah ketika Kejaksaan menetapkan SP3 sementara polisi baru mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan belum ada tersangka. "Ini kan agak janggal, baru SPDP tapi sudah di-SP3, padahal kan belum apa-apa, didalami juga belum," tuturnya.Sedangkan alasan kedaluarsa, lanjut Yenti, mungkin saja muncul karena selama ini kejaksaan atau polisi menghitung-hitung waktu, apakah sudah mencapai 18 tahun. "Memang kasus ini agak rumit, karena ada keterlibatan istri terlapor, dan kini sudah cerai, keterangannya berbeda, ini aneh juga menurut saya," tuturnya.
Jika SP3 benar sudah dikeluarkan, Yenti menyarankan pelapor menempuh jalur perdata. "Bisa digugat perdata, karena ini pidananya rumit memang," kata dia.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan SP3 kasus tersebut sudah sesuai dengan petujuk dari jaksa dan hasil gelar perkara. Dia juga mempersilakan jika pelapor melakukan upaya permohonan praperadilan terkait SP3 ini.
"Kalau ada upaya praperadilan (terhadap SP3), maka itu merupakan hak konstitusional seseorang," ujarnya singkat.
Pakar hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Ganarsih, mengatakan, berpendapat Kejagung agak tergesa-gesa menetapkan SP3 kepada penyidik Bareskrim Polri terhadap kasus ini.Meski diakuinya kasus ini terjadi sudah lama dan mencapai 18 tahun.
"Saya ikuti juga kasus ini, kasusnya kan terjadi 1999 kalau tidak salah, pernah dilaporkan 2004, terus dilaporkan lagi tahun lalu, memang sudah cukup lama," ujarnya.
Yenti menuturkan, hal yang cukup janggal adalah ketika Kejaksaan menetapkan SP3 sementara polisi baru mengeluarkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan belum ada tersangka. "Ini kan agak janggal, baru SPDP tapi sudah di-SP3, padahal kan belum apa-apa, didalami juga belum," tuturnya.Sedangkan alasan kedaluarsa, lanjut Yenti, mungkin saja muncul karena selama ini kejaksaan atau polisi menghitung-hitung waktu, apakah sudah mencapai 18 tahun. "Memang kasus ini agak rumit, karena ada keterlibatan istri terlapor, dan kini sudah cerai, keterangannya berbeda, ini aneh juga menurut saya," tuturnya.
Jika SP3 benar sudah dikeluarkan, Yenti menyarankan pelapor menempuh jalur perdata. "Bisa digugat perdata, karena ini pidananya rumit memang," kata dia.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan SP3 kasus tersebut sudah sesuai dengan petujuk dari jaksa dan hasil gelar perkara. Dia juga mempersilakan jika pelapor melakukan upaya permohonan praperadilan terkait SP3 ini.
"Kalau ada upaya praperadilan (terhadap SP3), maka itu merupakan hak konstitusional seseorang," ujarnya singkat.
(whb)