PWJ Minta Penegak Hukum Usut Pengeroyok Wartawan di Polsek Ciracas
A
A
A
JAKARTA - Poros Wartawan Jakarta (PWJ) mengecam keras aksi intimidasi dan kekerasan terhadap dua jurnalis yang meliput di Polsek Ciracas, Jakarta Timur, Selasa 11 Desember 2018 malam.
"Tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis tak boleh dibiarkan dan harus segera diusut tuntas," kata Ketua Umum PWJ Tri Wibowo Santoso dalam siaran persnya, Kamis (13/12/2018).
Pria yang akrab disapa Bowo ini mendesak penegak hukum segera mengungkap dan menangkap para pelaku. Pasalnya, kekerasan terhadap jurnalis yang sedang melakukan tugas merupakan perbuatan melawan hukum dan bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999.
"Ini tak boleh dibiarkan. Jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Pers dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik yang meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan kepada publik" tegas Bowo.
Dalam Pasal 8 UU Pers menyatakan, dalam menjalankan kerja-kerjanya jurnalis mendapat perlindungan hukum.
"Intimidasi dan tindakan kekerasan terhadap jurnalis akan menghalangi hak publik untuk memperoleh berita yang akurat dan benar. Perlu diingat, Pers merupakan pilar keempat dalam demokrasi," tegas Bowo lagi.
Kronologis
Kasus kekerasan itu bermula saat ER seorang jurnalis Transmedia yang berstatus kontributor dan RF jurnalis Kumparan.com meliput aksi sekelompok massa yang menyerang kantor Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur, pada Selasa, sekitar pukul 23.00 malam.
Ketika itu jalan di sekitar kantor Polsek diblokade atau ditutup oleh massa yang rata-rata berbadan tegap dan rambut cepak tersebut.
Menurut pengakuan ER dan RF, mereka sempat mengatur jarak dari massa yang sedang marah. Mereka pun merekam kejadian itu. Selang beberapa saat, tiba-tiba massa bertambah banyak dan mengamuk dengan memecahkan kaca jendela, merusak kendaraan yang terparkir.
Melihat massa yang banyak dan mengamuk, korban bersama beberapa anggota Polsek berlindung di belakang garasi mobil. Massa pun datang memecahkan kaca ruangan dekat garasi mobil tersebut. Mereka berteriak; "Keluarkan tahanan..! keluarkan tahanan..!!!"
"Kami sempat ditanya, diinterogasi, dari mana? dari mana?" ujar ER.
Namun mereka berdua tidak mengaku jurnalis, karena massa yang bertanya sedang mengamuk. Massa ini melarang orang merekam kejadian.
"Saya dan RF mengaku sipil, kami nggak mengaku wartawan, karena kalau mengaku sebagai wartawan, kami habis di situ. Soalnya HP, kamera nggak boleh keluar, benda-benda itu nggak boleh keluar dari kantong," kata ER.
"Mereka memukul anggota Polisi. RF kena pukul juga di bagian jidat, pelipis matanya robek dan banyak keluar darah. Saya coba rangkul RF supaya pendarahan di kepalanya itu nggak keluar lagi".
Selain itu, jurnalis Transmedia mengalami kerugian, tasnya berisi laptop dibakar oleh massa. Setelah melobi beberapa orang diantara massa, akhirnya ER dan RF pun diizinkan keluar dari area Mapolsek Ciracas. Mereka berlindung di salah satu rumah warga sekitar.
"Tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis tak boleh dibiarkan dan harus segera diusut tuntas," kata Ketua Umum PWJ Tri Wibowo Santoso dalam siaran persnya, Kamis (13/12/2018).
Pria yang akrab disapa Bowo ini mendesak penegak hukum segera mengungkap dan menangkap para pelaku. Pasalnya, kekerasan terhadap jurnalis yang sedang melakukan tugas merupakan perbuatan melawan hukum dan bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999.
"Ini tak boleh dibiarkan. Jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Pers dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik yang meliputi mencari bahan berita, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, hingga menyampaikan kepada publik" tegas Bowo.
Dalam Pasal 8 UU Pers menyatakan, dalam menjalankan kerja-kerjanya jurnalis mendapat perlindungan hukum.
"Intimidasi dan tindakan kekerasan terhadap jurnalis akan menghalangi hak publik untuk memperoleh berita yang akurat dan benar. Perlu diingat, Pers merupakan pilar keempat dalam demokrasi," tegas Bowo lagi.
Kronologis
Kasus kekerasan itu bermula saat ER seorang jurnalis Transmedia yang berstatus kontributor dan RF jurnalis Kumparan.com meliput aksi sekelompok massa yang menyerang kantor Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur, pada Selasa, sekitar pukul 23.00 malam.
Ketika itu jalan di sekitar kantor Polsek diblokade atau ditutup oleh massa yang rata-rata berbadan tegap dan rambut cepak tersebut.
Menurut pengakuan ER dan RF, mereka sempat mengatur jarak dari massa yang sedang marah. Mereka pun merekam kejadian itu. Selang beberapa saat, tiba-tiba massa bertambah banyak dan mengamuk dengan memecahkan kaca jendela, merusak kendaraan yang terparkir.
Melihat massa yang banyak dan mengamuk, korban bersama beberapa anggota Polsek berlindung di belakang garasi mobil. Massa pun datang memecahkan kaca ruangan dekat garasi mobil tersebut. Mereka berteriak; "Keluarkan tahanan..! keluarkan tahanan..!!!"
"Kami sempat ditanya, diinterogasi, dari mana? dari mana?" ujar ER.
Namun mereka berdua tidak mengaku jurnalis, karena massa yang bertanya sedang mengamuk. Massa ini melarang orang merekam kejadian.
"Saya dan RF mengaku sipil, kami nggak mengaku wartawan, karena kalau mengaku sebagai wartawan, kami habis di situ. Soalnya HP, kamera nggak boleh keluar, benda-benda itu nggak boleh keluar dari kantong," kata ER.
"Mereka memukul anggota Polisi. RF kena pukul juga di bagian jidat, pelipis matanya robek dan banyak keluar darah. Saya coba rangkul RF supaya pendarahan di kepalanya itu nggak keluar lagi".
Selain itu, jurnalis Transmedia mengalami kerugian, tasnya berisi laptop dibakar oleh massa. Setelah melobi beberapa orang diantara massa, akhirnya ER dan RF pun diizinkan keluar dari area Mapolsek Ciracas. Mereka berlindung di salah satu rumah warga sekitar.
(mhd)