Tinjau Proyek Kuliner, DPRD Minta PT Jakpro Hentikan Pembangunan
A
A
A
JAKARTA - DPRD DKI Jakarta meninjau pembangunan pusat kuliner yang berlokasi di Karang Indah, Pluit, Jakarta Utara, Rabu (12/12/2018). PT Jakarta Propertindo (Jakpro) selaku penyelenggara diminta untuk menghentikannya.
Sekertaris Fraksi Partai Hanura DPRD DKI Jakarta, Veri Yonnevil mengatakan, sudah sejak lama lahan yang menjadi objek pembangunan Jakpro berstatus zona hijau. Untuk itu, kata dia, pembangunan harus dihentikan, karena ini sudah menyalahi aturan.
Apalagi, kata Veri, bahwa DPRD belum pernah membahas Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) soal adanya perubahan peruntukan di atas lahan seluas kurang lebih 4 hektar tersebut. Dia menduga telah telah terjadi kongkalingkong dalam proses pemberian izin pembangunan pusat kuliner yang saat ini tengah digarap Jakpro.
"Yang jadi pertanyaan saya, siapa yang melakukan penekanan terhadap Gubernur sehingga Gubernur berani mengeluarkan izin terhadap jalur hijau ini," kata Veri di lokasi.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan Gembong Warsono menyampaikan, bahwa kedatangan jajaran DPRD ke lokasi pembangunan bukan tanpa alasan. Inspeksi tersebut dilaksanakan bermula atas aduan warga ke DPRD DKI. Ketika itu warga dari tiga rukun warga (RW) mengeluhkan pelaksanaan pembangunan tanpa musyawarah.
"Kita saksikan ke lapangan, emang apa yang menjadi keluhan warga benar adanya," katanya.
Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta ini menilai, proyek pusat kuliner itu akan menciptakan kekumuhan, kesemrawutan dan sebagainya. Itu yang dikhawatirkan oleh masyarakat.
Pemprov DKI Jakarta pun dinilai harus meninjau ulang terkait perubahan rencana pemanfaatan lahan dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) ke pusat kuliner. Pasalnya bagaimana mungkin perizinan untuk kepentingan warga malah berubah menjadi komersil.
"Peruntukan untuk taman kenapa diberikan izin untuk bangunan," katanya.
Warga RW 12 Pluit, Anton Mustika di lokasi mengaku terkejut dengan pembangunan yang mulai dilaksanakan sejak 2016 itu. Menurutnya, sangat tidak masuk diakal jika pembangunan pusat kuliner tersebut dibangun di bawah saluran udara tegangan ekstra tinggi (Sutet) dan bantaran sungai.
"Pas kita tahun pun ternyata di sana sudah ada IMB-nya, kita kaget juga. Lagi pula kami belum pernah mendapatkan sosialisasi sama sekali," katanya.
Sementara itu, Direktur PT Jakarta Utilitas Propertindo Ario Pramadhi memastikan, seluruh pengerjaan pembangunan proyek telah memiliki izin. Legalitas itu dikatakannya dikeluarkan langsung Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) DKI Jakarta.
"Tapi kebetulan saya juga di sini ditempatkan baru. Sebelumnya saya di Jakarta infrastruktur," terangnya.
Ario juga menyampaikan, pihaknya akan terbuka dengan rekomendasi DPRD DKI untuk menghentikan pengerjaan pembangunan sementara waktu. "Kalau mesti ada perubahan kami akan terbuka untuk berdiskusi," pungkasnya.
Sekertaris Fraksi Partai Hanura DPRD DKI Jakarta, Veri Yonnevil mengatakan, sudah sejak lama lahan yang menjadi objek pembangunan Jakpro berstatus zona hijau. Untuk itu, kata dia, pembangunan harus dihentikan, karena ini sudah menyalahi aturan.
Apalagi, kata Veri, bahwa DPRD belum pernah membahas Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) soal adanya perubahan peruntukan di atas lahan seluas kurang lebih 4 hektar tersebut. Dia menduga telah telah terjadi kongkalingkong dalam proses pemberian izin pembangunan pusat kuliner yang saat ini tengah digarap Jakpro.
"Yang jadi pertanyaan saya, siapa yang melakukan penekanan terhadap Gubernur sehingga Gubernur berani mengeluarkan izin terhadap jalur hijau ini," kata Veri di lokasi.
Sementara itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan Gembong Warsono menyampaikan, bahwa kedatangan jajaran DPRD ke lokasi pembangunan bukan tanpa alasan. Inspeksi tersebut dilaksanakan bermula atas aduan warga ke DPRD DKI. Ketika itu warga dari tiga rukun warga (RW) mengeluhkan pelaksanaan pembangunan tanpa musyawarah.
"Kita saksikan ke lapangan, emang apa yang menjadi keluhan warga benar adanya," katanya.
Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta ini menilai, proyek pusat kuliner itu akan menciptakan kekumuhan, kesemrawutan dan sebagainya. Itu yang dikhawatirkan oleh masyarakat.
Pemprov DKI Jakarta pun dinilai harus meninjau ulang terkait perubahan rencana pemanfaatan lahan dari Ruang Terbuka Hijau (RTH) ke pusat kuliner. Pasalnya bagaimana mungkin perizinan untuk kepentingan warga malah berubah menjadi komersil.
"Peruntukan untuk taman kenapa diberikan izin untuk bangunan," katanya.
Warga RW 12 Pluit, Anton Mustika di lokasi mengaku terkejut dengan pembangunan yang mulai dilaksanakan sejak 2016 itu. Menurutnya, sangat tidak masuk diakal jika pembangunan pusat kuliner tersebut dibangun di bawah saluran udara tegangan ekstra tinggi (Sutet) dan bantaran sungai.
"Pas kita tahun pun ternyata di sana sudah ada IMB-nya, kita kaget juga. Lagi pula kami belum pernah mendapatkan sosialisasi sama sekali," katanya.
Sementara itu, Direktur PT Jakarta Utilitas Propertindo Ario Pramadhi memastikan, seluruh pengerjaan pembangunan proyek telah memiliki izin. Legalitas itu dikatakannya dikeluarkan langsung Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) DKI Jakarta.
"Tapi kebetulan saya juga di sini ditempatkan baru. Sebelumnya saya di Jakarta infrastruktur," terangnya.
Ario juga menyampaikan, pihaknya akan terbuka dengan rekomendasi DPRD DKI untuk menghentikan pengerjaan pembangunan sementara waktu. "Kalau mesti ada perubahan kami akan terbuka untuk berdiskusi," pungkasnya.
(mhd)