Loksem PKL Liar Jadi Ajang Pungli di Jakarta Barat

Senin, 03 Desember 2018 - 20:37 WIB
Loksem PKL Liar Jadi Ajang Pungli di Jakarta Barat
Loksem PKL Liar Jadi Ajang Pungli di Jakarta Barat
A A A
JAKARTA - Pengawasan minim membuat wilayah Jakarta Barat dipenuhi Loksem PKL liar. Selain memperkumuh kawasan, Loksem PKL liar dimanfaatkan sejumlah oknum untuk memperkaya diri.

Sebab, para PKL yang berjualan di sana ditarik retribusi sebesar Rp500 ribu per bulan. Belum termasuk biaya jutaan rupiah untuk pertama kali dagang. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan retribusi sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 10/2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL, yakni hanya sebesar Rp3.000 per hari atau Rp120 ribu per bulan.

Seperti di Jalan Puri Kencana, Kembangan, Jakarta Barat, sebanyak 20 PKL di sana diminta uang Rp500 ribu per bulan oleh oknum dari Kelurahan Kembangan Selatan. “Sebelum berdagang kami diminta uang Rp5 juta,” ucap Sugiyanto, pedagang mie ayam ketika ditemui di lokasi, Senin (3/12/2018).

Sugiyanto yang sudah berbulan bulan menempati kawasan itu mengaku tidak mengetahui kondisi ini. Ia menurut ketika pihak kelurahan meminta uang dijanjikan bisa resmi berdagang di sana. “Yah, dari pada liar, saya mah nurut-nurut aja,” katanya.

Perkataan Sugianto diamini oleh Bani, pedagang minuman yang berlokasi tiga petak dari Sugianto. Ia mengakui selain harus membayar Rp5 juta, ia juga wajib membayar Rp500 ribu per bulan sebagai retribusi menyewa kawasan itu.

Baik Sugianto dan Bani, mereka tidak mempermasalahkan penarikan uang tersebut. Mereka mengaku telah mempercayakan hal ini kepada pihak kelurahan yang nantinya mampu melegalkan kawasan itu.

Di sisi lain, di kawasan itu terdapat sebuah Loksem yang dibangun oleh sebuah perusahaan minuman. Di situ pedagang berjualan dengan tarikan uang sebesar Rp3.000 setiap harinya dan dibayarkan sebulan melalui bank DKI. “Auto debit mas, setiap pedagang disini bayar pakai rekening sendiri. Kami tinggal setor aja,” kata Fifi, pedagang Loksem.

Kondisi tak jauh beda terjadi di Jalan Utan Jati, Kalideres, Jakarta Barat. Di kawasan ini Loksem liar telah ada sejak setahun lalu. Sebanyak 15 ruko terdapat di kawasan ini dah telah berjualan.

Untuk berdagang di kawasan ini, mereka membayar hampir Rp3 juta per kiosnya. Setiap bulan mereka juga membayar sekitar Rp500 ribu. “Kami enggak masalah bayar asalkan bisa enak berjualan di sini, dan menjadi resmi,” ucap Tatang, salah satu pedagang kembang hias di kawasan itu.

Belakangan, kata Tatang, pembangunan Loksem di kawasan ini sempat mengalami kendala. Kala itu isu pembongkarang sempat berhembus setelah diberitakan oleh media, termasuk KORAN SINDO. Namun hingga kini, pembongkaran tidak dilakukan. Sebanyak 18 kios ukuran 3x1 meter masih berdiri kokoh di sini.

Kasudin KUMKMP Jakarta Barat, Nuraini Syliviana mengakui dua lokasi tersebut merupakan loksem bodong. Sylvi pun menegaskan tidak ada pungutan dalam pendirian loksem. “Karena dananya kan pake uang CSR, jadi dipastikan gratis tanpa biaya,” ucap Sylvi ketika dihubungi KORAN SINDO.

Terlebih terhadap dua lokasi itu, Sylvi mengakui telah menginvestagi secara khusus. Hasilnya, puluhan pedagang di lokasi itu tak tercatat resmi. Sebab, untuk mendapatkan lokasi itu, wali kota harus menyetujuinya. “Saya sudah mendatangi bersama camat dan lurah, hasilnya di situ ada pungutan tak wajar,” ucapnya.

Lurah Kembangan Selatan, Matrullah berkilah uang Rp5 juta yang dibayarkan Sugiyanto merupakan uang pergantian gerobak. Sebab kala itu Sugianto mengakui kondisi gerobaknya rusak. “Jadi bukan untuk pembiayaan yah,” ucapnya.

Terkait iuran Rp500 ribu per bulan, Matrullah enggan berkomentar. Ia memilih bungkam dan meninggalkan wartawan saat ditanya masalah itu.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3356 seconds (0.1#10.140)