PT KAI: Kecelakaan di Perlintasan Sebidang Tanggung Jawab Bersama
A
A
A
JAKARTA - Angka kecelakaan di perlintasan sebidang di wilayah PT KAI Daop 1 Jakarta masih tergolong tinggi. Karena itu, PT KAI mengajak semua pihak atau stakeholder terkait, agar sama-sama memahami peraturan atau perundang-undangan yang berlaku.
Senior Manager Humas PT KAI Daop 1 Jakarta Edy Kuswoyo mengatakan, selama ini terkesan apabila terjadi kecelakaan lalu lintas (lakalantas) di perlintasan sebidang, itu menjadi peristiwa yang sudah klasik dan seolah-olah menjadi tanggung jawab PT KAI. "Pandangang itu tidak benar. Lakalantas di perlintasan sebidang sejatinya bukan menjadi tanggung jawab KAI," ujar Edy, Selasa (6/11/2018).
Data PT KAI mencatat, jumlah kecelakaan lalu lintas di pelintasan sebidang di wilayah Daop 1 Jakarta pada 2015 sebanyak 1 kasus. Pada 2016 tercatat tidak ada kecelakaan. Namun pada 2017 tercatat sebanyak 43 kecelakaan dan tahun ini hingga Oktober telah terjadi 35 kecelakaan.
Dari catatan PT KAI, jumlah pelintasan sebidang di Jawa sebanyak 3.907. Dari jumlah itu, 1.015 di antaranya merupakan pelintasan resmi dan 2.892 sisanya adalah pelintasan tidak resmi. "PT KAI Daop 1 Jakarta itu sendiri memiliki 461 pelintasan sebidang, di mana 176 pelintasan diantaranya merupakan pelintasan resmi dan 285 pelintasan sisanya adalah pelintasan tidak resmi," sebutnya.
Perpotongan antara jalur kereta api dan jalan sesuai UU Perkeretaapian idealnya dibuat tidak sebidang. Pelintasan sebidang memungkinkan ada jika hanya area tersebut merupakan jalur dengan frekuensi perjalanan KA rendah dan arus lalu lintas jalan rayanya pun tidak padat.
Namun, jika pelintasan sebidang tersebut merupakan jalur dengan frekuensi perjalanan KA yang tinggi dan padat lalu lintas jalan raya, maka sudah seharusnya dibuat tidak sebidang, bisa flyover maupun underpass. "Di Daop 1 Jakarta, terdapat 56 flyover dan 14 underpass. Perlu diketahui bahwa pembangunan prasarana perkeretaapian itu merupakan wewenang dari penyelenggara prasarana perkeretaapian, dalam hal ini adalah pemerintah," terangnya.
PP Nomor 56/2009 juga menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas pelintasan sebidang. Pasal 79 menyebutkan bahwa Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali Kota sesuai kewenangannya melakukan evaluasi secara berkala terhadap perpotongan sebidang.
Jika berdasarkan hasil evaluasi ada perpotongan yang seyogianya harus ditutup, maka pemerintah sebagaimana disebut di atas dapat menutupnya. Selain itu, KAI dengan tegas mengimbau kepada seluruh pengguna jalan raya untuk mematuhi rambu-rambu lalu lintas saat akan melewati pelintasan sebidang.
Pengguna jalan raya harus tetap waspada dan mawas diri. Apalagi pada akhir pekan, saat frekuensi KA melintas di pelintasan sebidang lebih tinggi karena biasanya ada perjalanan KA tambahan. "Ada atau tidak ada penjaga maupun fasilitas pelintasan sebidang, saat akan melewati area tersebut, masyarakat haruslah memperhatikan seluruh rambu lalu lintas dan tanda-tanda keselamatan yang ada. KAI sebagai operator dan penyelenggara sarana perkeretaapian bertanggung jawab mengantarkan para penumpang KA dengan selamat hingga stasiun tujuan sesuai aturan yang berlaku," urainya.
Untuk mewujudkan keselamatan di pelintasan sebidang, PT KAI pun gencar melakukan sosialisasi keselamatan perjalanan kereta api, salah satunya keselamatan di pelintasan sebidang antara jalur KA dan jalan raya. Hal ini salah satunya karena masih kurangnya kesadaran dan pemahaman pengguna jalan raya terhadap peraturan keselamatan perjalanan KA di pelintasan sebidang.
Guna menekan kasus kecelakaan di pelintasan KA sebidang, pemerintah juga telah menerbitkan peraturan-peraturan untuk pengguna jalan. Salah satunya Undang-Undang (UU) Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). Pasal 114 menyatakan bahwa pada pelintasan sebidang antara jalur KA dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi dan palang pintu KA sudah mulai ditutup, serta wajib mendahulukan kereta api.
Aturan di atas senada dengan UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 90 poin d) menyatakan bahwa penyelenggara prasarana perkeretaapian berhak dan berwenang mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan. Pasal 124 menyatakan bahwa pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Aturan melewati pelintasan KA terdapat dalam UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114 dan sanksinya termaktub dalam Pasal 296. Pasal 296 berbunyi, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada pelintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00.
Perjalanan kereta api memang kompleks dan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Karenanya, diperlukan pemahaman akan berbagai aturan yang mengacu pada keselamatan perjalanan KA, khususnya di pelintasan sebidang. "Keselamatan perjalanan kereta api maupun keselamatan lalu lintas jalan umum merupakan tanggung jawab bersama. Tidak memberatkan hanya ke satu pihak saja. Dengan adanya pemahaman dan kesadaran oleh seluruh pihak akan tanggung jawab yang diembannya, maka keselamatan yang diharapkan niscaya dapat diwujudkan," tutup Edy.
Senior Manager Humas PT KAI Daop 1 Jakarta Edy Kuswoyo mengatakan, selama ini terkesan apabila terjadi kecelakaan lalu lintas (lakalantas) di perlintasan sebidang, itu menjadi peristiwa yang sudah klasik dan seolah-olah menjadi tanggung jawab PT KAI. "Pandangang itu tidak benar. Lakalantas di perlintasan sebidang sejatinya bukan menjadi tanggung jawab KAI," ujar Edy, Selasa (6/11/2018).
Data PT KAI mencatat, jumlah kecelakaan lalu lintas di pelintasan sebidang di wilayah Daop 1 Jakarta pada 2015 sebanyak 1 kasus. Pada 2016 tercatat tidak ada kecelakaan. Namun pada 2017 tercatat sebanyak 43 kecelakaan dan tahun ini hingga Oktober telah terjadi 35 kecelakaan.
Dari catatan PT KAI, jumlah pelintasan sebidang di Jawa sebanyak 3.907. Dari jumlah itu, 1.015 di antaranya merupakan pelintasan resmi dan 2.892 sisanya adalah pelintasan tidak resmi. "PT KAI Daop 1 Jakarta itu sendiri memiliki 461 pelintasan sebidang, di mana 176 pelintasan diantaranya merupakan pelintasan resmi dan 285 pelintasan sisanya adalah pelintasan tidak resmi," sebutnya.
Perpotongan antara jalur kereta api dan jalan sesuai UU Perkeretaapian idealnya dibuat tidak sebidang. Pelintasan sebidang memungkinkan ada jika hanya area tersebut merupakan jalur dengan frekuensi perjalanan KA rendah dan arus lalu lintas jalan rayanya pun tidak padat.
Namun, jika pelintasan sebidang tersebut merupakan jalur dengan frekuensi perjalanan KA yang tinggi dan padat lalu lintas jalan raya, maka sudah seharusnya dibuat tidak sebidang, bisa flyover maupun underpass. "Di Daop 1 Jakarta, terdapat 56 flyover dan 14 underpass. Perlu diketahui bahwa pembangunan prasarana perkeretaapian itu merupakan wewenang dari penyelenggara prasarana perkeretaapian, dalam hal ini adalah pemerintah," terangnya.
PP Nomor 56/2009 juga menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas pelintasan sebidang. Pasal 79 menyebutkan bahwa Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali Kota sesuai kewenangannya melakukan evaluasi secara berkala terhadap perpotongan sebidang.
Jika berdasarkan hasil evaluasi ada perpotongan yang seyogianya harus ditutup, maka pemerintah sebagaimana disebut di atas dapat menutupnya. Selain itu, KAI dengan tegas mengimbau kepada seluruh pengguna jalan raya untuk mematuhi rambu-rambu lalu lintas saat akan melewati pelintasan sebidang.
Pengguna jalan raya harus tetap waspada dan mawas diri. Apalagi pada akhir pekan, saat frekuensi KA melintas di pelintasan sebidang lebih tinggi karena biasanya ada perjalanan KA tambahan. "Ada atau tidak ada penjaga maupun fasilitas pelintasan sebidang, saat akan melewati area tersebut, masyarakat haruslah memperhatikan seluruh rambu lalu lintas dan tanda-tanda keselamatan yang ada. KAI sebagai operator dan penyelenggara sarana perkeretaapian bertanggung jawab mengantarkan para penumpang KA dengan selamat hingga stasiun tujuan sesuai aturan yang berlaku," urainya.
Untuk mewujudkan keselamatan di pelintasan sebidang, PT KAI pun gencar melakukan sosialisasi keselamatan perjalanan kereta api, salah satunya keselamatan di pelintasan sebidang antara jalur KA dan jalan raya. Hal ini salah satunya karena masih kurangnya kesadaran dan pemahaman pengguna jalan raya terhadap peraturan keselamatan perjalanan KA di pelintasan sebidang.
Guna menekan kasus kecelakaan di pelintasan KA sebidang, pemerintah juga telah menerbitkan peraturan-peraturan untuk pengguna jalan. Salah satunya Undang-Undang (UU) Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ). Pasal 114 menyatakan bahwa pada pelintasan sebidang antara jalur KA dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi dan palang pintu KA sudah mulai ditutup, serta wajib mendahulukan kereta api.
Aturan di atas senada dengan UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 90 poin d) menyatakan bahwa penyelenggara prasarana perkeretaapian berhak dan berwenang mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan. Pasal 124 menyatakan bahwa pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Aturan melewati pelintasan KA terdapat dalam UU Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114 dan sanksinya termaktub dalam Pasal 296. Pasal 296 berbunyi, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada pelintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00.
Perjalanan kereta api memang kompleks dan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Karenanya, diperlukan pemahaman akan berbagai aturan yang mengacu pada keselamatan perjalanan KA, khususnya di pelintasan sebidang. "Keselamatan perjalanan kereta api maupun keselamatan lalu lintas jalan umum merupakan tanggung jawab bersama. Tidak memberatkan hanya ke satu pihak saja. Dengan adanya pemahaman dan kesadaran oleh seluruh pihak akan tanggung jawab yang diembannya, maka keselamatan yang diharapkan niscaya dapat diwujudkan," tutup Edy.
(thm)