Angka Perceraian di Kota Depok Capai 5.000 Kasus

Minggu, 04 November 2018 - 23:30 WIB
Angka Perceraian di Kota Depok Capai 5.000 Kasus
Angka Perceraian di Kota Depok Capai 5.000 Kasus
A A A
DEPOK - Angka perceraian di Kota Depok pada 2017 mencapai 5.000 kasus. Perceraian kerap terjadi di usia pernikahan rentang tiga tahun.
Data dari Dinas Perlindungan Anak Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga (DPA PMK) Kota Depok, pasangan yang bercerai biasanya terjadi di usia pernikahan tiga tahun. Dan rentang usia pasangan yang bercerai antara 30-50 tahun.
Sebanyak 35-45% penyebab utama perceraian adalah ketidakharmonisan dalam menjalin hubungan di dalam keluarga. Pemicu lainnya adalah faktor ekonomi, akhlak dan perilaku, cemburu, kawin siri dan hubungan gelap.

Ketua IKADI Kota Depok Ahmad Badruddin mengatakan, kasus perceraian bisa dicegah jika tiap pasangan yang menikah atau yang akan menikah mampu mengoptimalkan kecerdasan majemuk."Kecerdasan majemuk harus mulai digunakan sejak memilih pasangan, menjalani amanah keluarga, membangun hubungan dalam keluarga besar hingga menyelesaikan konflik", katanya.

Dikatakan dia, kecerdasan majemuk yang dimaksud diantaranya adalah kecerdasan logika, matematika, bahasa, visual, musikal, kinestetik, inter dan intra personal, alamiah dan spiritual. Kecerdasan majemuk perlu diterapkan sejak mempersiapkan anak menghadapi kehidupan, mengelola urusan internal keluarga dan mewujudkan kontribusi keluarga.

"Kecerdasan majemuk itu bentuknya bisa berbentuk kinestetik keahlian membuat karya seni, memasak, mengelola uang belanja bahkan kecerdasan berbasa-basi untuk menghargai kontribusi anggota keluarga," ujarnya.

Sementara itu Ketua PKK Kota Depok Elly Farida menambahkan, tingginya perceraian di Depok juga tak lepas dari permasalahan anak-anak dan penyimpangannya yang terjadi di kalangan mereka. "Inilah pentingnya membangun gerakan pendampingan anak-anak menjelang akil balik karena banyak yang rapuh dan mengaku semua berawal dara keluarga," katanya.

Dia pun berencana membangun sekolah pernikahan untuk mencegah meningkatnya kasus-kasus siswi SMP dan SMA yang sudah bersalin sementara mereka belum siap menjalani tanggung jawab sebagai keluarga. "Ini perlu kerjasama banyak pihak. Jadi kita harus bergerak bersama," pungkasnya.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3686 seconds (0.1#10.140)