Lagi, Pengusaha Gula Cabut Gugatan Praperadilan Terhadap Polisi

Senin, 08 Oktober 2018 - 20:23 WIB
Lagi, Pengusaha Gula...
Lagi, Pengusaha Gula Cabut Gugatan Praperadilan Terhadap Polisi
A A A
JAKARTA - Pengusaha gula GJ untuk kedua kalinya mencabut gugatan praperadilan atas kasus dugaan penggelapan dan tindak pidana pencucian uang yang diduga dilakukannya terhadap Toh Keng Siong. Hal ini menyusul maraknya pemberitaan seputar kejanggalan gugatan praperadilan tersebut yang dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY).

Pencabutan gugatan praperadilan itu sendiri dipastikan oleh Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Achmad Guntur, Senin (8/10/2018). “Betul, ada pencabutan (gugatan) tadi,” ujar Guntur. Sedianya hari ini PN Jaksel menggelar sidang gugatan praperadilan yang diajukan GJ, setelah gugatan pertama dianggap gugur karena yang bersangkutan juga mencabut gugatannya.

Di hari yang sama Denny Kailimang, kuasa hukum Toh Keng Siong melaporkan gugatan praperadilan yang kasusnya saat ini ditangani Bareskrim Mabes Polri tersebut ke KY. Denny melihat ada kejanggalan dari upaya praperadilan tersebut.

“GJ dan IA, serta PT MK awalnya mengajukan preperadilan dengan Nomor 102/pid.pra/2018/PN.Jkt.Sel. Kemudian praperadilan itu dicabut, namun pada hari yang sama pencabutan pada 24 September 2018, mereka mengajukan permohonan praperadilan baru dengan Nomor 115/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel,” ujarnya.
Denny mengatakan, hakim yang dipilih PN Jakarta Selatan pernah menangani kasus PT MK di Gunung Sugih, Lampung beberapa tahun lalu. Dari penelusuran, tepatnya pada tahun 2007, Pengadilan Negeri Gunung Sugih menggelar persidangan kasus perebutan aset antara PT GPA melawan perusahaan Salim Group, kala itu Marubeni Corporation pun ikut menjadi pihak yang digugat oleh perusahaan milik GJ, dimana salah satu hakim yang menangani perkara tersebut adalah hakim yang akan memimpin sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan tersebut.
“Menurut Mr.Toh dalam suratnya ke KY, hal ini sangat tidak wajar dan aneh jika ada niat untuk memanipulasi dan melecehkan institusi Pengadilan untuk kepentingannya membatalkan proses investigasi Polisi,” ujarnya.Dikatakan Denny, dugaan pencucian uang merupakan kejahatan serius.“Dalam surat ke KY, Mr Toh meminta seharusnya hakim yang ditunjuk harus lah netral dan tidak memihak. Untuk itu, Mr Toh memohon KY melakukan pengawasan dan mengawal seluruh proses persidangan praperadilan,” tuturnya.
Ditemui terpisah, Komisioner KY, Sukma Violetta mengatakan, pihaknya akan menelaah surat dari Denny tersebut.“Terhadap permohonan pemantauan persidangan ini, kami ya langsung setelah dilakukan proses administrasi yang sangat sederhana itu kemudian kita lihat hari apa dan tempatnya dimana. Kemudian kalau misal tempatnya itu di sebuah pengadilan, dimana disana ada penghubung komisi yudisial,” ujarnya.

Dia mengatakan, KY memiliki 12 penghubung di seluruh Indonesia. “Jadi ada kewenangan penghubung KY itu untuk mengawasi. Tapi bisa juga dilakukan oleh staf pemantauan yang memang berasal dari kantor pusat. Itu terhadap permohonan pemantauan persidangan, yaitu perkara yang sudah berjalan,” ujarnya.
Sukma melanjutkan, pihaknya membutuhkan proses karena kebanyakan permohonan itu berupa surat. “Maka akan kami cek, suratnya dari siapa apakah orang tersebut memang ada kaitannya dengan perkara yang dia laporkan. Artinya, kami tidak mau hanya sekedar surat yang tidak serius,” jelasnya.
Tahapan berikutnya, kata dia, adalah melakukan analisis berdasarkan bukti-bukti yang ada. “Kemudian tahapan berikutnya lagi adalah melakukan pemeriksaan, pelapornya akan kami datangi atau dia datang kesini untuk dibuat keterangannya secara lengkap dan resmi. Semacam berita acara pemeriksaan, begitu juga saksi-saksi, bukti kami verifikasi lagi,” tuturnya.

Terkait dugaan hakim tidak netral, lanjutnya, komisioner akan menggelar sidang menentukan apakah ini dugaannya cukup kuat pelanggaran yang dilakukan oleh hakim.

“Apabila dugaannya kuat, maka kami akan memanggil hakimnya. Jadi memanggil hakim merupakan proses yang belakangan, karena kami ingin menjaga harkat dan martabat hakim sehingga tidak semua laporan kami panggil hakimnya,” tuturnya.

Jika hakim sudah dipanggil dan apa yang disampaikan oleh hakim dipertimbangkan dalam sidang pleno, maka sidang pleno akan menentukan apakah terbukti terjadinya pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim atau tidak.

Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Mappi FHUI) Dio Ashar, meminta KY dan Bawas MA untuk mengawasi sidang praperadilan kedua yang diajukan oleh GJ. Menurut Dio, tidak ada peraturan mengenai batas pengajuan gugatan praperadilan.
Jika memang aksi pencabutan dan pengajuan ulang gugatan praperadilan ini dilakukan karena penggugat ingin kasusnya agar disidangkan oleh hakim tertentu, Dio mengatakan pihak yang merasa khawatir kalau hakim yang menyidangkan kasusnya memiliki konflik kepentingan.
(whb)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0758 seconds (0.1#10.140)