Gugat DKI Pakai Sertifikat Palsu, 8 Mafia Tanah Diringkus Polisi
A
A
A
JAKARTA - Polisi menangkap delapan orang pelaku penipuan sebidang tanah seluas 2,9 hektare yang merupakan aset milik Pemprov DKI Jakarta. Kedelapan orang itu berinisial S, M, DS, I R, YM, ID, INS, dan I.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, AKBP Ade Ary mengatakan, para tersangka yang ditangkap terkait kasus mafia tanah bermodus menggunakan dokumen palsu itu S, M, DS, I R, YM, ID, INS, dan I. Peran para tersangka yang terlibat dalam kasus mafia itu, S merupakan inisiator yang merekayasa surat-surat palsu saat menggugat Pemprov atas lahan seluas 2,9 hektare.
Awalnya, kata dia, S mendatangi keluarga yang dianggap sebagai ahli waris atas tanah yang hendak digugat. S, membujuk ketujuh orang ini setelah mengklaim sebagai teman dari orang tua para tersangka.
"Awalnya tersangka S ini mendatangi para ahli waris, tujuh ahli waris ini. Tersangka S mengaku kenal baik dengan bapak dari para tujuh ahli waris ini, yaitu saudara Ukar. Dia sampaikan pada ahli waris apakah kalian ingin, ini tanah orang tua kalian mau kita ambil lagi," ujarnya pada wartawan, Rabu (5/9/2018).
Dengan dalih membantu mengembalikan tanah waris kepada ketujuh tersangka, bebernya, S bersedia untuk memalsukan dokumen-dokumen yang dijadikan sebagai dasar hukum untuk menggugat Pemprov DKI. Bahkan, S mengiming-imingi pembagian 25 persen pada para tersangka lainnya apabila namanya mau dicantumkan sebagai ahli waris atas tanah tersebut.
"Nah tolong dibantu diproses lah dokumen-dokumen palsu itu sehingga terbit sertifikat palsu, dengan janji dari tersangka S. Akan dibagi 25 persen. Ini kan aneh. Kalau memang tanah ini tanah orang tuanya, tentunya tidak mau menerima 25 persen, tapi diiming-imingi oleh tersangka S bahwa ya saya bantu kalau berhasil nanti kamu akan saya kasih 25 persen untuk para ahli waris," tuturnya.
Dia mengungkapkan, para tersangka menggunakan dokumen palsu untuk bisa menuntut Pemprov membayar ganti rugi sebesar Rp340 miliar terhadap tanah yang telah dibangun sebagai kantor Samsat Jakarta Timur, Jalan D.I Panjaitan, Cipinang. Kasus itu pun dikembangkan lantaran Pemprov DKI merasa dirugikan
"Saat mengajukan gugatan tahun 2014, para tersangka ini mengajukan tuntutan ganti rugi Rp 340 miliar," terangnya.
Dari gugatan perdata yang dilayangkan ke PN Jakarta Timur, tambahnya, para tersangka mengaku-ngaku sebagai ahli waris atas tanah yang disengketakan. Adapun upaya mereka dengan membuat sertifikat palsu, akta jual beli palsu seolah-olah mereka terjadi transaksi dengan pemilik lama. Dijadikan dasar gugatan, menggugat Pemprov DKI Jakarta Rp340 miliar.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, AKBP Ade Ary mengatakan, para tersangka yang ditangkap terkait kasus mafia tanah bermodus menggunakan dokumen palsu itu S, M, DS, I R, YM, ID, INS, dan I. Peran para tersangka yang terlibat dalam kasus mafia itu, S merupakan inisiator yang merekayasa surat-surat palsu saat menggugat Pemprov atas lahan seluas 2,9 hektare.
Awalnya, kata dia, S mendatangi keluarga yang dianggap sebagai ahli waris atas tanah yang hendak digugat. S, membujuk ketujuh orang ini setelah mengklaim sebagai teman dari orang tua para tersangka.
"Awalnya tersangka S ini mendatangi para ahli waris, tujuh ahli waris ini. Tersangka S mengaku kenal baik dengan bapak dari para tujuh ahli waris ini, yaitu saudara Ukar. Dia sampaikan pada ahli waris apakah kalian ingin, ini tanah orang tua kalian mau kita ambil lagi," ujarnya pada wartawan, Rabu (5/9/2018).
Dengan dalih membantu mengembalikan tanah waris kepada ketujuh tersangka, bebernya, S bersedia untuk memalsukan dokumen-dokumen yang dijadikan sebagai dasar hukum untuk menggugat Pemprov DKI. Bahkan, S mengiming-imingi pembagian 25 persen pada para tersangka lainnya apabila namanya mau dicantumkan sebagai ahli waris atas tanah tersebut.
"Nah tolong dibantu diproses lah dokumen-dokumen palsu itu sehingga terbit sertifikat palsu, dengan janji dari tersangka S. Akan dibagi 25 persen. Ini kan aneh. Kalau memang tanah ini tanah orang tuanya, tentunya tidak mau menerima 25 persen, tapi diiming-imingi oleh tersangka S bahwa ya saya bantu kalau berhasil nanti kamu akan saya kasih 25 persen untuk para ahli waris," tuturnya.
Dia mengungkapkan, para tersangka menggunakan dokumen palsu untuk bisa menuntut Pemprov membayar ganti rugi sebesar Rp340 miliar terhadap tanah yang telah dibangun sebagai kantor Samsat Jakarta Timur, Jalan D.I Panjaitan, Cipinang. Kasus itu pun dikembangkan lantaran Pemprov DKI merasa dirugikan
"Saat mengajukan gugatan tahun 2014, para tersangka ini mengajukan tuntutan ganti rugi Rp 340 miliar," terangnya.
Dari gugatan perdata yang dilayangkan ke PN Jakarta Timur, tambahnya, para tersangka mengaku-ngaku sebagai ahli waris atas tanah yang disengketakan. Adapun upaya mereka dengan membuat sertifikat palsu, akta jual beli palsu seolah-olah mereka terjadi transaksi dengan pemilik lama. Dijadikan dasar gugatan, menggugat Pemprov DKI Jakarta Rp340 miliar.
(ysw)