Perusahaan dan Perorangan Saling Klaim Miliki Lahan Pulau Pari
A
A
A
JAKARTA - Perlawanan terhadap korporasi yang dilakukan oleh warga Pulau Pari masih berlangsung hingga saat ini. Dari sekedar unjuk rasa hingga pidana menjadi hal yang biasa dalam perlawanan tersebut.
Termasuk saat polisi mengamankan Ketua RW 04, Sulaiman. Pria itu kini telah menunggu tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum Jakarta Utara. Ia diduga menyerobotan lahan milik PT Bumi Pari Asri.
Pengacara Sulaiman, Nelson Nicodemus menjelaskan kliennya sudah mengelola lahan tersebut sejak 2012, sementara sertifikatnya baru muncul di tahun 2015 dengan nama berbeda.
“Pintarso Adijanto punya sertifikat pada tahun 2015. Sementara masyarakat disana tidak tahu siapa itu Pintarso. Dan merasa tanah ini bukan punya dia,” kata Nelson kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Penelusuran ke Ditjen AHU (Administrasi Hukum dan Umum) Kemenkumham, Pintarso Adijanto diketahui merupakan Direktur Utama PT Bumi Pari Asri. Selain Pintarso adalah pula Romy Winata sebagai Komisaris Utama dan Hengky Setiawan sebagai Komisaris.
“Komisaris Utamanya itu Romy Winata dan Komisarisnya Hengky Setiawan,” ujar salah petugas Ditjen AHU Kemenkumham RI, Jumat (31/8/2018).
Humas PT Bumi Pari Asri, Ben Yitzhak menuturkan, nama-nama tersebut memang bagian dari PT Bumi Pari Asri. “Kalau memang sudah benar-benar cek ke Dirjen AHU, kalau saya sih percaya sama AHU ya memang tertulis seperti itu ya jadi saya tidak akan menyangkalnya kalau memang sudah tertulis disitu ya memang ada berarti nama-nama itu, kalau menurut saya warga itu tidak punya masalah dengan beliau,” ujar Ben.
Untuk diketahui, kasus ini bermula saat warga asli dan pendatang mendirikan usaha pada 2010. Usaha yang berbentuk homestay tersebut dibangun ketika saat itu usaha rumput laut sedang meredup.
Dan di waktu yang bersamaan PT Bumi Pari pun ingin kembali melanjutkan bisnis mereka di Pulau Pari. Mereka meminta rumah sebanyak 19 unit di sebelah utara masjid dirobohkan dan dipindahkan ke selatan karena akan dibangun hotel. Satu rumah yang permanen tak dirobohkan dan dijadikan base camp bagi petugas sekuriti perusahaan.
Melihat kejadian tersebut, warga Pari melawan, salah satunya Edi Priyadi yang dibawa ke pengadilan pada 2015 karena menolak berkompromi dengan PT Bumi Pari terkait soal keberadaan rumahnya. Selain itu warga lainnya juga mengaku menerima ancaman dan intimidasi perusahaan.
Namun hal itu dibantah oleh Ben, katanya kisruh yang terjadi di Pulau Pari sebenarnya adalah disebabkan oleh segelintir oknum yang merasa memiliki hak.“Itu ulah beberapa oknum saja, yang merasa memiliki tapi tidak memiliki bukti. Mengklaim bahwa tanah itu tanahnya mereka,” ucap Ben.
Termasuk saat polisi mengamankan Ketua RW 04, Sulaiman. Pria itu kini telah menunggu tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum Jakarta Utara. Ia diduga menyerobotan lahan milik PT Bumi Pari Asri.
Pengacara Sulaiman, Nelson Nicodemus menjelaskan kliennya sudah mengelola lahan tersebut sejak 2012, sementara sertifikatnya baru muncul di tahun 2015 dengan nama berbeda.
“Pintarso Adijanto punya sertifikat pada tahun 2015. Sementara masyarakat disana tidak tahu siapa itu Pintarso. Dan merasa tanah ini bukan punya dia,” kata Nelson kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Penelusuran ke Ditjen AHU (Administrasi Hukum dan Umum) Kemenkumham, Pintarso Adijanto diketahui merupakan Direktur Utama PT Bumi Pari Asri. Selain Pintarso adalah pula Romy Winata sebagai Komisaris Utama dan Hengky Setiawan sebagai Komisaris.
“Komisaris Utamanya itu Romy Winata dan Komisarisnya Hengky Setiawan,” ujar salah petugas Ditjen AHU Kemenkumham RI, Jumat (31/8/2018).
Humas PT Bumi Pari Asri, Ben Yitzhak menuturkan, nama-nama tersebut memang bagian dari PT Bumi Pari Asri. “Kalau memang sudah benar-benar cek ke Dirjen AHU, kalau saya sih percaya sama AHU ya memang tertulis seperti itu ya jadi saya tidak akan menyangkalnya kalau memang sudah tertulis disitu ya memang ada berarti nama-nama itu, kalau menurut saya warga itu tidak punya masalah dengan beliau,” ujar Ben.
Untuk diketahui, kasus ini bermula saat warga asli dan pendatang mendirikan usaha pada 2010. Usaha yang berbentuk homestay tersebut dibangun ketika saat itu usaha rumput laut sedang meredup.
Dan di waktu yang bersamaan PT Bumi Pari pun ingin kembali melanjutkan bisnis mereka di Pulau Pari. Mereka meminta rumah sebanyak 19 unit di sebelah utara masjid dirobohkan dan dipindahkan ke selatan karena akan dibangun hotel. Satu rumah yang permanen tak dirobohkan dan dijadikan base camp bagi petugas sekuriti perusahaan.
Melihat kejadian tersebut, warga Pari melawan, salah satunya Edi Priyadi yang dibawa ke pengadilan pada 2015 karena menolak berkompromi dengan PT Bumi Pari terkait soal keberadaan rumahnya. Selain itu warga lainnya juga mengaku menerima ancaman dan intimidasi perusahaan.
Namun hal itu dibantah oleh Ben, katanya kisruh yang terjadi di Pulau Pari sebenarnya adalah disebabkan oleh segelintir oknum yang merasa memiliki hak.“Itu ulah beberapa oknum saja, yang merasa memiliki tapi tidak memiliki bukti. Mengklaim bahwa tanah itu tanahnya mereka,” ucap Ben.
(whb)