Belum Bayar Iuran Kurban, Siswa SMA Mengaku Mendapat Tindakan Diskriminatif
A
A
A
JAKARTA - Seorang siswa SMA 101 Joglo, Kembangan, Jakarta Barat, berinisial RL (15) mengaku mendapatkan perlakuan diskriminatif yang diduga dilakukan guru sekolahnya lantaran belum membayar iuran uang kurban sebesar Rp50.000. Tak hanya RL, sejumlah teman kelasnya yang juga belum membayar uang iuran tersebut mendapatkan perlakuan serupa.
Orang tua RL, SE (48) mengatakan, sejak beberapa hari terakhir RL uring-uringan meminta uang iuran kurban di sekolah. Sikap ini membuat SE curiga hingga akhirnya mendapat pengakuan mengejutkan dari sang buah hati.
"Ternyata RL sudah dua kali diminta berdiri di depan kelas oleh gurunya. Selanjutnya guru itu mempermalukan RL dengan dihadapan teman temannya sembari dikatakan ‘orang tuanya kurang ikhlas’," kata SE kepada wartawan Jumat (3/8/2018).
Menurut SE, tindakan diskriminatif terhadap RL ini karena dianggap belum membayar iuran kurban Rp50.000. Padahal, SE mengaku telah membayar uang iuran kurban tersebut sebesar Rp500.000 ke pihak sekolah. "Tapi wali kelasnya bilang belum terima uang itu, makanya anak saya dianggap belum bayar,” ujar SE.
Sementara itu Wakil Kepala Sekolah SMA 101, Sartini mengakui adanya permintaan uang yang dilakukan pihak sekolah untuk iuran kurban. Namun permintaan terhadap 820 murid itu tidak memaksa.
“Jadi kalau ada berita yang menyebutkan kami memaksa itu bohong. Kami minta seikhlasnya dan tidak ditentukan kok,” ucap Sartini ketika ditemui di sekolah. Sartini menambahkan permintaan itu digunakan untuk pembelian kurban pada Hari Raya Idul Adha.
"Kita sudah beli dua ekor sapi yang berasal dari sumbangan sukarela murid dan sejumlah guru. Rencananya siswa akan diajarkan tata cara memotong dan menebar potongan daging ke siswa yang mendapatkan KJP. Jadi bohong bila disebut ada paksaan. Saya pastikan semuanya ikhlas,” tegasnya.
Kabid SMA Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Syaiful mengaku akan menelusuri hal itu. “Saya akan tindak lanjuti dan mencari kebenaranya. Saya akan pelajari dulu dan mencari tahu,” ucapnya.
Orang tua RL, SE (48) mengatakan, sejak beberapa hari terakhir RL uring-uringan meminta uang iuran kurban di sekolah. Sikap ini membuat SE curiga hingga akhirnya mendapat pengakuan mengejutkan dari sang buah hati.
"Ternyata RL sudah dua kali diminta berdiri di depan kelas oleh gurunya. Selanjutnya guru itu mempermalukan RL dengan dihadapan teman temannya sembari dikatakan ‘orang tuanya kurang ikhlas’," kata SE kepada wartawan Jumat (3/8/2018).
Menurut SE, tindakan diskriminatif terhadap RL ini karena dianggap belum membayar iuran kurban Rp50.000. Padahal, SE mengaku telah membayar uang iuran kurban tersebut sebesar Rp500.000 ke pihak sekolah. "Tapi wali kelasnya bilang belum terima uang itu, makanya anak saya dianggap belum bayar,” ujar SE.
Sementara itu Wakil Kepala Sekolah SMA 101, Sartini mengakui adanya permintaan uang yang dilakukan pihak sekolah untuk iuran kurban. Namun permintaan terhadap 820 murid itu tidak memaksa.
“Jadi kalau ada berita yang menyebutkan kami memaksa itu bohong. Kami minta seikhlasnya dan tidak ditentukan kok,” ucap Sartini ketika ditemui di sekolah. Sartini menambahkan permintaan itu digunakan untuk pembelian kurban pada Hari Raya Idul Adha.
"Kita sudah beli dua ekor sapi yang berasal dari sumbangan sukarela murid dan sejumlah guru. Rencananya siswa akan diajarkan tata cara memotong dan menebar potongan daging ke siswa yang mendapatkan KJP. Jadi bohong bila disebut ada paksaan. Saya pastikan semuanya ikhlas,” tegasnya.
Kabid SMA Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Syaiful mengaku akan menelusuri hal itu. “Saya akan tindak lanjuti dan mencari kebenaranya. Saya akan pelajari dulu dan mencari tahu,” ucapnya.
(whb)