Penduduk Miskin di DKI Turun 20 Ribu, BPS: Terendah sejak 2015
A
A
A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta mencatat angka kemiskinan di Ibu Kota pada bulan Maret 2018 mengalami penurunan 0,21 poin. Angka kemiskinan pada Maret 2018 tersebut merupakan yang terendah sejak 2015.
BPS menyatakan, dari sekitar 10 juta penduduk DKI Jakarta, dalam kurun waktu September 2017 hingga Maret 2018, terjadi pengurangan masyarakat miskin sebanyak 20.000 orang. Jumlah ini mengalami penurunan sekitar 0,21 poin, atau turun dari persentase September 2017 sebesar 3,78% menjadi 3,57% pada Maret 2018.
“Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, persentase penduduk miskin terendah terjadi pada Maret 2018,” ujar Kepala Bidang Statistik Sosial, BPS Provinsi DKI Jakarta, Satriono, kepada wartawan, Rabu (18/7/2018).
Penurunan jumlah warga miskin di DKI ini lebih dominan disumbang peranan komoditas makanan. Pada bulan Maret 2018, kontribusi komoditas makanan mencapai 66%. Hal ini terutama komoditas beras yang memengaruhi garis kemiskinan hingga 23%. Sementara pada komoditas bukan makanan, peranan terbesar disumbang oleh perumahan sekitar 35%.
Untuk besaran garis kemiskinan, BPS mencatat mengalami kenaikan sebesar 2,57% dibandingkan September 2017. (Baca juga: Sandiaga Sebut Pengurangan Angka Kemiskinan di Jakarta Stagnan)
Menurut Satriono, pada Maret 2017 garis kemiskinan di DKI berada di angka sekitar Rp536.000 per kapita per bulan. Kemudian naik menjadi Rp578.000 per kapita per bulan pada September 2017. Adapun pada Maret 2018, naik menjadi Rp593.000 per kapita per bulan.
Dilihat dari Gini Ratio (GR) dan distribusi pendapatan menurut Bank Dunia selama kurun waktu September 2017-Maret 2018, terjadi penurunan sebesar 0,015 poin, dimana GR pada September 2017 sebesar 0,409 dan Maret 2018 menjadi 0,394.
"Hal ini menandakan bahwa ketimpangan di DKI Jakarta sedikit lebih baik,” kata Satriono. (Baca juga: Lewat OK OCE, Anies-Sandi Optimistis Kurangi Kemiskinan di Jakarta)
Selanjutnya, Indeks kedalaman kemiskinan (P1) di DKI Jakarta turun 0,098 poin selama periode setengah tahun terakhir dan naik 0,026 poin dalam satu tahun terakhir. Sedangkan indeks keparahan kemiskinan (P2) turun 0,043 poin dalam setengah tahun terakhir dan naik 0,009 poin dalam satu tahun terakhir.
Pada Maret 2018 juga terjadi peningkatan daya beli masyarakat kelompok menengah sebesar 40%. Jika dilihat distribusi pendapatan menurut Bank Dunia, kelompok penduduk 40% terbawah tidak mengalami perubahan pada September 2017 dan Maret 2018, yaitu sebesar 17,16%.
“Namun untuk kelompok penduduk 20% teratas turun 1,74 poin dan kelompok penduduk 40 persen menengah naik 1,74 poin. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan daya beli masyarakat,” ujarnya.
Peningkatan daya beli masyarakat diduga sebagai dampak meningkatnya tingkat partisipasi angkatan kerja, terutama yang berstatus pekerja informal dengan sektor perdagangan dan transportasi.
BPS menyatakan, dari sekitar 10 juta penduduk DKI Jakarta, dalam kurun waktu September 2017 hingga Maret 2018, terjadi pengurangan masyarakat miskin sebanyak 20.000 orang. Jumlah ini mengalami penurunan sekitar 0,21 poin, atau turun dari persentase September 2017 sebesar 3,78% menjadi 3,57% pada Maret 2018.
“Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, persentase penduduk miskin terendah terjadi pada Maret 2018,” ujar Kepala Bidang Statistik Sosial, BPS Provinsi DKI Jakarta, Satriono, kepada wartawan, Rabu (18/7/2018).
Penurunan jumlah warga miskin di DKI ini lebih dominan disumbang peranan komoditas makanan. Pada bulan Maret 2018, kontribusi komoditas makanan mencapai 66%. Hal ini terutama komoditas beras yang memengaruhi garis kemiskinan hingga 23%. Sementara pada komoditas bukan makanan, peranan terbesar disumbang oleh perumahan sekitar 35%.
Untuk besaran garis kemiskinan, BPS mencatat mengalami kenaikan sebesar 2,57% dibandingkan September 2017. (Baca juga: Sandiaga Sebut Pengurangan Angka Kemiskinan di Jakarta Stagnan)
Menurut Satriono, pada Maret 2017 garis kemiskinan di DKI berada di angka sekitar Rp536.000 per kapita per bulan. Kemudian naik menjadi Rp578.000 per kapita per bulan pada September 2017. Adapun pada Maret 2018, naik menjadi Rp593.000 per kapita per bulan.
Dilihat dari Gini Ratio (GR) dan distribusi pendapatan menurut Bank Dunia selama kurun waktu September 2017-Maret 2018, terjadi penurunan sebesar 0,015 poin, dimana GR pada September 2017 sebesar 0,409 dan Maret 2018 menjadi 0,394.
"Hal ini menandakan bahwa ketimpangan di DKI Jakarta sedikit lebih baik,” kata Satriono. (Baca juga: Lewat OK OCE, Anies-Sandi Optimistis Kurangi Kemiskinan di Jakarta)
Selanjutnya, Indeks kedalaman kemiskinan (P1) di DKI Jakarta turun 0,098 poin selama periode setengah tahun terakhir dan naik 0,026 poin dalam satu tahun terakhir. Sedangkan indeks keparahan kemiskinan (P2) turun 0,043 poin dalam setengah tahun terakhir dan naik 0,009 poin dalam satu tahun terakhir.
Pada Maret 2018 juga terjadi peningkatan daya beli masyarakat kelompok menengah sebesar 40%. Jika dilihat distribusi pendapatan menurut Bank Dunia, kelompok penduduk 40% terbawah tidak mengalami perubahan pada September 2017 dan Maret 2018, yaitu sebesar 17,16%.
“Namun untuk kelompok penduduk 20% teratas turun 1,74 poin dan kelompok penduduk 40 persen menengah naik 1,74 poin. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan daya beli masyarakat,” ujarnya.
Peningkatan daya beli masyarakat diduga sebagai dampak meningkatnya tingkat partisipasi angkatan kerja, terutama yang berstatus pekerja informal dengan sektor perdagangan dan transportasi.
(thm)