PPDB Online, Dikbud Tangsel Loloskan 250 Siswa ke SMP Negeri
A
A
A
TANGERANG SELATAN - Penerimaan Perserta Didik Baru (PPDB) Online tingkat SMP di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, telah ditutup. Sebanyak 6.331 peserta didik baru dinyatakan lolos seleksi PPDB Online.
Begitupun dengan 215 peserta didik baru yang datanya hilang, juga dinyatakan lolos seleksi. Hal ini setelah melalui proses panjang, mengadu ke sana sini. Bahkan, ada ibu hamil yang sampai pendarahan.
Seperti yang dialami Sadiah. Meski tengah hamil besar, ibu ini tetap berjuang bersama ratusan orang tua murid lainnya. Tanpa melihat kandungannya, dia bolak balik mengadu ke sekolah dan wali kota.
Saat mendatangi Pemkot Tangsel, Sadiah mengalami pendarahan hebat dan dilarikan ke RS Buah Hati Pamulang untuk mendapatkan perawatan. Beruntung, bayi yang dikandungnya bisa diselamatkan.
Pengorbanan Sadiah akhirnya tidak sia-sia. Anaknya dinyatakan lolos seleksi siswa baru. "Alhamdullilah, anak saya akhirnya lolos seleksi," kata Sadiah, masih terbaring di RS, Minggu (15/7/2018).
Hal yang sama dirasakan Dody Wijaya. Pria berusia 35 tahun ini, telah berkali-kali mendatangi posko pengaduan. Tanpa kenal waktu, dia mengorbankan waktu tidurnya sehabis sif malam ke sekolah.
Dia protes, karena nama anaknya hilang dari seleksi calon siswa baru. Padahal, dalam daftar sekolah tujuan, nama anaknya sudah masuk. Tetapi saat seleksi siswa baru, nama anaknya menghilang.
Ironisnya, nama anaknya digantikan oleh siswa zonasi yang sama, tetapi dengan nilai yang jauh lebih kecil, yakni 13,92. Sedangkan NEM anaknya di atas 20, yakni 23,71. Tetapi anaknya yang dikalahkan.
"Alhamdullilah, setelah bolak balik selama tiga hari berturut-turut ke SMPN 11 Tangsel dan ke Pemkot Tangsel, akhirnya anak saya masuk juga ke SMPN 12 Tangsel, Pondok Aren," sambung Dody.
Lain lagi yang dialami Mimi, wali murid yang tinggal di Serpong. Setelah melihat kisruh PPDB Online, dirinya ditawarkan oknum pejabat di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel jalur samping.
Merasa yakin dengan janji oknum tersebut, Mimi akhirnya membayar uang pelicin yang diminta senilai Rp5 juta sebagai awal dengan jaminan anaknya lolos seleksi, dan akan ditambah setelah anaknya masuk.
Dasar sial, setelah uang tunai masuk dan seleksi siswa baru diumumkan, nama anaknya tetap saja tidak lolos seleksi. Mimi pun akhirnya naik pitam. Diakui Mimi, cukup banyak wali murid yang sepertinya.
"Tetapi saya bingung mau melapor ke mana. Saya percaya, karena dikenali lewat teman. Dia bilang bisa masukan anak saya ke SMP Negeri. Anak saya bahkan sudah ikut kegiatan di sekolah itu," jelasnya.
Dirinya bahkan telah membeli seragam di sekolah itu seharga Rp450 ribu. Tetapi saat dicek pengumuman seleksi, anaknya tidak ada dalam daftar siswa baru. Mimi pun merasa sangat tertipu oknum itu.
"Saya sadar, nilai anak saya pas-pasan, 21,9. Saya dari awal sudah kasak-kusuk. Makanya pas ada yang nawarin dan menjanjikan diterima, ya saya ikut. Saya komunikasi hanya lewat HP," terangnya.
Bahkan, penyerahan uang juga dilakukan berdasarkan komunikasi melalui telepon selular. Dia mengaku, tidak pernah bertemu sama sekali. Penyerahan uang dilakukan lewat perantara orang lain.
"Enggak pernah. Saat penyerahan uang Rp5 juta, orangnya nyuruh orang lain, dan benar-benar cuma memberikan uang saja. Enggak ngobrol atau apapun ke yang nerima uang saya. Gitu saja," paparnya.
Dia hanya tahu, pelakunya berinisial D. Tidak hanya dirinya, sejumlah wali murid lainnya juga mengalami hal yang sama. Bahkan, ada yang sudah membayar langsung senilai Rp8 juta, dan Rp10 juta.
"Saya kenalnya dari teman, dikatakan D ini biasa main jalur belakang. Makanya saya percaya dan saya berikan uang itu. D ini, katanya bekerja sebagai TU, pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan," jelasnya.
Sementara iru, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel Taryono hingga kini masih belum bisa dikonfirmasi wartawan. Saat dihubungi masih belum mengangkat dan membalas pesan WhatsApp.
Begitupun dengan 215 peserta didik baru yang datanya hilang, juga dinyatakan lolos seleksi. Hal ini setelah melalui proses panjang, mengadu ke sana sini. Bahkan, ada ibu hamil yang sampai pendarahan.
Seperti yang dialami Sadiah. Meski tengah hamil besar, ibu ini tetap berjuang bersama ratusan orang tua murid lainnya. Tanpa melihat kandungannya, dia bolak balik mengadu ke sekolah dan wali kota.
Saat mendatangi Pemkot Tangsel, Sadiah mengalami pendarahan hebat dan dilarikan ke RS Buah Hati Pamulang untuk mendapatkan perawatan. Beruntung, bayi yang dikandungnya bisa diselamatkan.
Pengorbanan Sadiah akhirnya tidak sia-sia. Anaknya dinyatakan lolos seleksi siswa baru. "Alhamdullilah, anak saya akhirnya lolos seleksi," kata Sadiah, masih terbaring di RS, Minggu (15/7/2018).
Hal yang sama dirasakan Dody Wijaya. Pria berusia 35 tahun ini, telah berkali-kali mendatangi posko pengaduan. Tanpa kenal waktu, dia mengorbankan waktu tidurnya sehabis sif malam ke sekolah.
Dia protes, karena nama anaknya hilang dari seleksi calon siswa baru. Padahal, dalam daftar sekolah tujuan, nama anaknya sudah masuk. Tetapi saat seleksi siswa baru, nama anaknya menghilang.
Ironisnya, nama anaknya digantikan oleh siswa zonasi yang sama, tetapi dengan nilai yang jauh lebih kecil, yakni 13,92. Sedangkan NEM anaknya di atas 20, yakni 23,71. Tetapi anaknya yang dikalahkan.
"Alhamdullilah, setelah bolak balik selama tiga hari berturut-turut ke SMPN 11 Tangsel dan ke Pemkot Tangsel, akhirnya anak saya masuk juga ke SMPN 12 Tangsel, Pondok Aren," sambung Dody.
Lain lagi yang dialami Mimi, wali murid yang tinggal di Serpong. Setelah melihat kisruh PPDB Online, dirinya ditawarkan oknum pejabat di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel jalur samping.
Merasa yakin dengan janji oknum tersebut, Mimi akhirnya membayar uang pelicin yang diminta senilai Rp5 juta sebagai awal dengan jaminan anaknya lolos seleksi, dan akan ditambah setelah anaknya masuk.
Dasar sial, setelah uang tunai masuk dan seleksi siswa baru diumumkan, nama anaknya tetap saja tidak lolos seleksi. Mimi pun akhirnya naik pitam. Diakui Mimi, cukup banyak wali murid yang sepertinya.
"Tetapi saya bingung mau melapor ke mana. Saya percaya, karena dikenali lewat teman. Dia bilang bisa masukan anak saya ke SMP Negeri. Anak saya bahkan sudah ikut kegiatan di sekolah itu," jelasnya.
Dirinya bahkan telah membeli seragam di sekolah itu seharga Rp450 ribu. Tetapi saat dicek pengumuman seleksi, anaknya tidak ada dalam daftar siswa baru. Mimi pun merasa sangat tertipu oknum itu.
"Saya sadar, nilai anak saya pas-pasan, 21,9. Saya dari awal sudah kasak-kusuk. Makanya pas ada yang nawarin dan menjanjikan diterima, ya saya ikut. Saya komunikasi hanya lewat HP," terangnya.
Bahkan, penyerahan uang juga dilakukan berdasarkan komunikasi melalui telepon selular. Dia mengaku, tidak pernah bertemu sama sekali. Penyerahan uang dilakukan lewat perantara orang lain.
"Enggak pernah. Saat penyerahan uang Rp5 juta, orangnya nyuruh orang lain, dan benar-benar cuma memberikan uang saja. Enggak ngobrol atau apapun ke yang nerima uang saya. Gitu saja," paparnya.
Dia hanya tahu, pelakunya berinisial D. Tidak hanya dirinya, sejumlah wali murid lainnya juga mengalami hal yang sama. Bahkan, ada yang sudah membayar langsung senilai Rp8 juta, dan Rp10 juta.
"Saya kenalnya dari teman, dikatakan D ini biasa main jalur belakang. Makanya saya percaya dan saya berikan uang itu. D ini, katanya bekerja sebagai TU, pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan," jelasnya.
Sementara iru, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tangsel Taryono hingga kini masih belum bisa dikonfirmasi wartawan. Saat dihubungi masih belum mengangkat dan membalas pesan WhatsApp.
(mhd)