Revisi Perda KTR Bogor Dinilai Bertentangan dengan PP
A
A
A
BOGOR - Revisi Perda Kota Bogor No. 12/2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dinilai akan bertentangan dengan aturan-aturan di atasnya. Selain itu revisi perda tersebut akan merugikan pedagang di pasar tradisional.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan, peraturan tentang pengendalian rokok sudah ada di PP No 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, hingga UU Penyiaran.“Sehingga aturan daerah, dalam hal ini perda yang dibuat, tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya,” kata Trubus.
Menurut Trubus, pertentangan itu tampak pada Perda KTR yang memuat larangan memperlihatkan bungkus rokok. Tak hanya itu, revisi Perda KTR juga akan memperluas aturan seperti larangan rokok elektrik, serta melarang toko, pasar dan minimarket memajang rokok.
“Padahal dalam PP dan UU, tidak ada seperti itu. Ini kan sangat bertentangan dengan aturan yang ada,” ujarnya. Dia menilai, jika perda seperti ini tetap disahkan, hal ini akan menjadi contoh pembentukan kebijakan publik yang tidak baik kepada masyarakat dan pemerintah daerah lain.
Ketua Bidang Litbang Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (DPP-APPSI), Sjukrianto mengatakan, cakupan Perda KTR Bogor yang sekarang sudah baik. Namun, pihaknya keberatan jika wilayah KTR diperluas sampai ke pasar tradisional.
“Penerapan KTR di wilayah pasar tradisional tidak tepat, karena di sana banyak pedagang yang menjajakan rokok. Jika diterapkan di pasar tradisional tentu akan mengurangi omzet para pedagang tersebut,” ujarnya.
Apalagi, di Kota Bogor ada saat ini ada tujuh pasar tradisional, dan itu milik Pemkot.“Bisa dibayangkan jumlah pedagang yang merugi atas aturan tersebut,” tuturnya.
Sjukrianto melanjutkan, alangkah baik bila Pemkot Bogor memaksimalkan wilayah yang sudah ada pada Perda KTR saat ini seperti, rumah sakit, tempat pendidikan, tempat-tempat ibadah, hingga lembaga pemerintahan. “Kalau saya lihat saat ini masih banyak pelanggarannya, lebih baik menertibkan di wilayah yang sudah ada terlebih dahulu daripada diperluas ke pasar tradisional,” lanjutnya.
Sjukrianto bersama APPSI sudah menyampaikan keberatan tersebut kepada Pemkot Bogor. Menurutnya, Pemkot Bogor mendengarkan aspirasinya dan berjanji akan mencabut poin tentang pasar tradisional.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan, peraturan tentang pengendalian rokok sudah ada di PP No 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, hingga UU Penyiaran.“Sehingga aturan daerah, dalam hal ini perda yang dibuat, tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya,” kata Trubus.
Menurut Trubus, pertentangan itu tampak pada Perda KTR yang memuat larangan memperlihatkan bungkus rokok. Tak hanya itu, revisi Perda KTR juga akan memperluas aturan seperti larangan rokok elektrik, serta melarang toko, pasar dan minimarket memajang rokok.
“Padahal dalam PP dan UU, tidak ada seperti itu. Ini kan sangat bertentangan dengan aturan yang ada,” ujarnya. Dia menilai, jika perda seperti ini tetap disahkan, hal ini akan menjadi contoh pembentukan kebijakan publik yang tidak baik kepada masyarakat dan pemerintah daerah lain.
Ketua Bidang Litbang Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (DPP-APPSI), Sjukrianto mengatakan, cakupan Perda KTR Bogor yang sekarang sudah baik. Namun, pihaknya keberatan jika wilayah KTR diperluas sampai ke pasar tradisional.
“Penerapan KTR di wilayah pasar tradisional tidak tepat, karena di sana banyak pedagang yang menjajakan rokok. Jika diterapkan di pasar tradisional tentu akan mengurangi omzet para pedagang tersebut,” ujarnya.
Apalagi, di Kota Bogor ada saat ini ada tujuh pasar tradisional, dan itu milik Pemkot.“Bisa dibayangkan jumlah pedagang yang merugi atas aturan tersebut,” tuturnya.
Sjukrianto melanjutkan, alangkah baik bila Pemkot Bogor memaksimalkan wilayah yang sudah ada pada Perda KTR saat ini seperti, rumah sakit, tempat pendidikan, tempat-tempat ibadah, hingga lembaga pemerintahan. “Kalau saya lihat saat ini masih banyak pelanggarannya, lebih baik menertibkan di wilayah yang sudah ada terlebih dahulu daripada diperluas ke pasar tradisional,” lanjutnya.
Sjukrianto bersama APPSI sudah menyampaikan keberatan tersebut kepada Pemkot Bogor. Menurutnya, Pemkot Bogor mendengarkan aspirasinya dan berjanji akan mencabut poin tentang pasar tradisional.
(whb)