Kriminolog Anggap Penyekapan di Taksi Online Terbilang Nekat
A
A
A
DEPOK - Aksi penyekapan dan perampokan yang terjadi di dalam taksi online di kawasan Tambora, Jakarta Barat, terbilang nekat. Pasalnya, pelaku bertindak ketika suasana sudah mulai terang dan datanya bisa diketahui perusahaan aplikator serta user.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Ferdinand Andi Lolo mengatakan, pelaku dianggap memiliki keberanian yang besar sampai nekat berbuat seperti itu kepada Sansan (24).
"Ini relatif nekat karena mereka kan lebih mudah diketahui dibanding taksi regular," katanya di Depok, Rabu 25 April 2018.
Yang perlu diperhatikan dalam kasus ini adalah, kata dia, memeriksan akun yang digunakan. Apakah pelaku memang memakai akunnya sendiri atau hanya memanfaatkan akun orang lain. Kemudian ini harus diusut sampai tuntas sehingga tidak terjadi lagi nantinya.
"Keselamatan penumpang tentunya menjadi prioritas. Maka perusahaan aplikator harus menginformasikan perihal akun yang digunakan sehingga akan lebih cepat dan mudah dideteksi," katanya.
Kata dia, dari sisi penumpang juga sebaiknya lebih meningkatkan kewaspadaan. Pengguna taksi online tentunya menggunakan jasa ini karena merasa lebih aman. Tingkat kepercayaan yang tinggi itu kerap membuat kewaspadaan seseorang melemah. Ini yang terkadang dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk mengincar korban.
"Masukan untuk aplikator mungkin bisa membuat SOP bagi driver agar mempersilahkan penumpang agar melakukan pengecekan terlebih dahulu dalam kendaraannya," paparnya.
Di sisi lain, dia menyarankan aplikator bisa membuka data bagi akun yang terlibat kriminal sehingga ketika pelaku melamar di aplikator lain bisa dicegah. Dan Negara seharusnya bisa mengakses data tersebut ke perusahaan aplikator.
"Sehingga terlihat criminal record pelaku yang pernah bertindak. Untuk selanjutnya di-banned," kata Andi. (Baca Juga: Pesan Taksi Online, Warga Tambora Jadi Korban Penyekapan(mhd)
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Ferdinand Andi Lolo mengatakan, pelaku dianggap memiliki keberanian yang besar sampai nekat berbuat seperti itu kepada Sansan (24).
"Ini relatif nekat karena mereka kan lebih mudah diketahui dibanding taksi regular," katanya di Depok, Rabu 25 April 2018.
Yang perlu diperhatikan dalam kasus ini adalah, kata dia, memeriksan akun yang digunakan. Apakah pelaku memang memakai akunnya sendiri atau hanya memanfaatkan akun orang lain. Kemudian ini harus diusut sampai tuntas sehingga tidak terjadi lagi nantinya.
"Keselamatan penumpang tentunya menjadi prioritas. Maka perusahaan aplikator harus menginformasikan perihal akun yang digunakan sehingga akan lebih cepat dan mudah dideteksi," katanya.
Kata dia, dari sisi penumpang juga sebaiknya lebih meningkatkan kewaspadaan. Pengguna taksi online tentunya menggunakan jasa ini karena merasa lebih aman. Tingkat kepercayaan yang tinggi itu kerap membuat kewaspadaan seseorang melemah. Ini yang terkadang dimanfaatkan pelaku kejahatan untuk mengincar korban.
"Masukan untuk aplikator mungkin bisa membuat SOP bagi driver agar mempersilahkan penumpang agar melakukan pengecekan terlebih dahulu dalam kendaraannya," paparnya.
Di sisi lain, dia menyarankan aplikator bisa membuka data bagi akun yang terlibat kriminal sehingga ketika pelaku melamar di aplikator lain bisa dicegah. Dan Negara seharusnya bisa mengakses data tersebut ke perusahaan aplikator.
"Sehingga terlihat criminal record pelaku yang pernah bertindak. Untuk selanjutnya di-banned," kata Andi. (Baca Juga: Pesan Taksi Online, Warga Tambora Jadi Korban Penyekapan(mhd)