Dinas SDA Sebut Minimnya Alat Berat Kendala Atasi Banjir
A
A
A
JAKARTA - Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta mengeluhkan minimnya alat berat untuk mengatasi banjir. Pada 2018 ini Dinas SDA menganggarkan pembelian sebanyak 10 unit alat berat untuk melakukan normalisasi di sejumlah sungai di Jakarta.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Peralatan dan Perbekalan (Alkal) Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Rudi Syahrul mengatakan, permasalahan banjir yang tidak kunjung tuntas bukan hanya disebabkan pendangkalan sungai, buruknya infrastruktur ataupun sampah. Keterbatasan alat berat pun menjadi sebab utama lambatnya penanganan banjir di Ibu Kota.
Untuk itu, lanjut Rudi, SDA pada tahun ini telah menganggarkan Rp41 miliar untuk membeli sebanyak 10 alat berat yakni berupa eskavator atau becho amphibi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2018.
"Amphibi asal Jepang telah tiba dan segera dioperasikan. Empat amphibi besar dan enam amphibi kecil. Pembelian pakai APBD, anggarannya sebesar Rp22 miliar untuk amphibi besar dan Rp19 miliar untuk amphibi kecil," kata Rudi pada Minggu, 22 April 2018 kemarin.
Rudi menjelaskan, becho amphibi berukuran besar memiliki kapasitas sebesar 30 ton dan akan ditempatkan di sejumlah sungai aliran besar seperti Ciliwung, Pesanggrahan, Kanal Banjir Timur (KBT), Kanal Banjir Barat (KBB) dan sungai lainnya. Sedangkan, becho amphibi berukuran kecil yakni berukuran 17 ton akan dioperasikan di aliran sungai kecil, setu serta embung.
Tujuannya, lanjut Rudi untuk mempercepat proses pengerukan serta normalisasi sungai dan waduk di seluruh DKI Jakarta. Walaupun diakuinya sedimentasi yang memicu pendangkalan sungai itu terus terjadi, khususnya sisi hilir aliran sungai besar yang bermuara ke wilayah Jakarta Utara, seperti yang terjadi di KBT kawasan Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur.
"Dua unit, satu amphibi besar dan satu amphibi kecil kita segera kirim ke KBT untuk mengeruk sedimentasi di lokasi sand trap. Jadi total alat berat di sana ada enam, harapannya agar proses pengerukan berjalan cepat, ya walaupun sekarang bukan musim hujan," ucapnya.
Sementara itu, Pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga meminta agar Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengevaluasi Dinas Sumber Daya Air berikut dengan sistem pengendalian banjir yang dilakukan selama ini. Dimana, penanganannya masih menggunakan pendekatan proyek.
Menurut Nirwono, pembelian alat berat hanyalah membuang anggaran dan tidak optimal dalam menangani banjir di Jakarta. Sebab, selain memerlukan perawatan yang rutin, keberadaan alat berat tidak mampu menjangkau saluran-saluran mikro atau penghubung yang berada di pemukiman.
"Ini harus dievaluasi. Normalisasi bukan hanya bergantung kepada pengerukan dan betonisasi. Tapi harus kembali menyerap air sebanyak-banyaknya ke dalam tanah dengan menggunakan pendekatan lingkungan," ujarnya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Peralatan dan Perbekalan (Alkal) Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Rudi Syahrul mengatakan, permasalahan banjir yang tidak kunjung tuntas bukan hanya disebabkan pendangkalan sungai, buruknya infrastruktur ataupun sampah. Keterbatasan alat berat pun menjadi sebab utama lambatnya penanganan banjir di Ibu Kota.
Untuk itu, lanjut Rudi, SDA pada tahun ini telah menganggarkan Rp41 miliar untuk membeli sebanyak 10 alat berat yakni berupa eskavator atau becho amphibi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2018.
"Amphibi asal Jepang telah tiba dan segera dioperasikan. Empat amphibi besar dan enam amphibi kecil. Pembelian pakai APBD, anggarannya sebesar Rp22 miliar untuk amphibi besar dan Rp19 miliar untuk amphibi kecil," kata Rudi pada Minggu, 22 April 2018 kemarin.
Rudi menjelaskan, becho amphibi berukuran besar memiliki kapasitas sebesar 30 ton dan akan ditempatkan di sejumlah sungai aliran besar seperti Ciliwung, Pesanggrahan, Kanal Banjir Timur (KBT), Kanal Banjir Barat (KBB) dan sungai lainnya. Sedangkan, becho amphibi berukuran kecil yakni berukuran 17 ton akan dioperasikan di aliran sungai kecil, setu serta embung.
Tujuannya, lanjut Rudi untuk mempercepat proses pengerukan serta normalisasi sungai dan waduk di seluruh DKI Jakarta. Walaupun diakuinya sedimentasi yang memicu pendangkalan sungai itu terus terjadi, khususnya sisi hilir aliran sungai besar yang bermuara ke wilayah Jakarta Utara, seperti yang terjadi di KBT kawasan Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur.
"Dua unit, satu amphibi besar dan satu amphibi kecil kita segera kirim ke KBT untuk mengeruk sedimentasi di lokasi sand trap. Jadi total alat berat di sana ada enam, harapannya agar proses pengerukan berjalan cepat, ya walaupun sekarang bukan musim hujan," ucapnya.
Sementara itu, Pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Joga meminta agar Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengevaluasi Dinas Sumber Daya Air berikut dengan sistem pengendalian banjir yang dilakukan selama ini. Dimana, penanganannya masih menggunakan pendekatan proyek.
Menurut Nirwono, pembelian alat berat hanyalah membuang anggaran dan tidak optimal dalam menangani banjir di Jakarta. Sebab, selain memerlukan perawatan yang rutin, keberadaan alat berat tidak mampu menjangkau saluran-saluran mikro atau penghubung yang berada di pemukiman.
"Ini harus dievaluasi. Normalisasi bukan hanya bergantung kepada pengerukan dan betonisasi. Tapi harus kembali menyerap air sebanyak-banyaknya ke dalam tanah dengan menggunakan pendekatan lingkungan," ujarnya.
(whb)