Atasi Kemacetan, DKI Bakal Terapkan Teknologi Berbasis Aplikasi
A
A
A
JAKARTA - Salah satu penyebab kemacetan di Jakarta adalah parkir kendaraan di badan jalan atau parkir on street. Pemprov DKI kedepankan penggunaan tekhnologi untuk mengatasi kemacetan akibat parkir on street itu.
Humas Badan Layanan Umum (BLU) Parkir Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Ivan Valentino mengatakan, parkir on street di Jakarta memang diperbolehkan dan dikendalikan oleh BLU Parkir. Sedikitnya ada sekitar 400 titik parkir on street di lima wilayah DKI Jakarta.
Namun, kata Ivan, untuk penertiban dan penindakan kendaraan yang berada di badan jalan bukan titik parkir on street itu merupakan kewenangan Bidang Operasional Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Salah satu penyebab kemacetan memang bukan hanya diakibatkan oleh parkir liar saja, keberadaan parkir on street juga menjadi penyebabnya. Untuk itu, pemasangan parkir mesin bertarif progresif diberlakukan sejak 2017.
"Parkir mesin atau Tempat Parkir Elektronik (TPE) sudah ada 40 titik di lima wilayah. Dalam waktu dekat akan ditambah 22 mesin di tiga titik parkir on street di Jalan Suryopranoto, Gereja ayam pasar baru dan batu tulis, Jakarta Pusat," kata Ivan saat dihubungi, kemarin.
Ivan menjelaskan, penggunaan tekhnologi untuk mengelola parkir on street terus dikedepankan. Pada 2018 ini direncanakan akan ada pemasangan 600, baik itu mesin parkir ataupun penggunaan tekhnologi berbasis aplikasi di satuan ruas parkir (SRP). Menurutnya, rencana tersebut sudah dalam proses lelang. Sayangnya dia tidak bisa memastikan berapa mesin parkir dan berapa penggunaan tekhnologi aplikasi berikut titik parkir on streetnya.
Penggunaan tekhnologi berbasis aplikasi smartphone itu, kata Ivan tengah diujicoba di kawasan Mangga Besar, Jakarta Pusat. Dimana, pemilik kendaraan yang terparkir akan dihampiri juru parkir dan memfoto nomor kepolisianya. Kemudian mobile printer yang disediakan di lokasi akan mengeluarkan struke pembayaran.
"Pada uji coba ini, tarif yang berlaku adalah flat Rp5.000. Ke depan bisa progresif seperti penerapan tarif di TPE yang ada," ungkapnya.
Berdasarkan hasil ujicoba sementara, lanjut Ivan, kebocoran parkir bisa ditekan hingga 10 persen. Bahkan, pengawasan juru parkir nakal menjadi lebih mudah. Dimana, dalam aplikasi terlihat ada atau tidaknya juru parkir yang bekerja dan nakal mengantongi retribusinya.
"Kita siapkan dashboard yang memanrtau juru parkir. Penyedia alat dari pihak ketiga," ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Yuke Yurike meminta BLU Parkir menyelaraskan penggunaan tekhnologi dalam mengelola parkir on street. Menurutnya, apabila ada dua atau lebih penggunaan tekhnologi dalam pengelolaan parkir itu justru malah membuat bingung masyarakat.
Politisi PDI Perjuangan ini pun menyarankan agar penggunaan tekhnologi dipilih dari yang sudah digunakan dan diketahui evaluasi serta efektifitasnya.
"Dari awal kan sudah disosialisasikan penggunaan parkir mesin. Hasilnya cukup efektif, hanya pengawasannya yang belum maksimal. Nah, itu yang lebih baik disempurnakan," tegasnya.
Ketua Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Leksmono Suryo Putranto menuturkan, seluruh parkir on street yang ditargetkan Pemprov DKI terpasanga mesin parkir pada 2017 Gaga terwujud. Menurutnya, apabila kembali mencoba penggunaan tekhnologi baru, parkir yang merupakan instrumen pengendalian kendaraan akan memakan waktu lebih lama penerapanya. Sementara, moda transportasi umum sedang digalakan dan ditargetkan rampung berbarengan pada 2019.
Pemasangan parkir mesin atau TPE di Jakarta saat ini, lanjut Leksmono memang hanya berfungsi menekan angka kebocoran. Itu pun masih banyak pungutan liar karena juru parkir nakal. Padahal, TPE itu tujuan utamanya menendalikan kendaraan. Artinya, apabila mesin parkir tidak terpasang di seluruh parkir on street, TPE tidak akan mampu berfungsi sebagai mengendalikan kendaraan,
"Kalau pengendara tidak punya aplikasi, apa bisa kita melarang. Aturanya sendiri cuma melarang parkir di badan jalan yang tidak ditentukan. Sistem pengawasan dan sensor harus dikembangkan di tekhnologi yang ada," tegasnya.
Humas Badan Layanan Umum (BLU) Parkir Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Ivan Valentino mengatakan, parkir on street di Jakarta memang diperbolehkan dan dikendalikan oleh BLU Parkir. Sedikitnya ada sekitar 400 titik parkir on street di lima wilayah DKI Jakarta.
Namun, kata Ivan, untuk penertiban dan penindakan kendaraan yang berada di badan jalan bukan titik parkir on street itu merupakan kewenangan Bidang Operasional Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Salah satu penyebab kemacetan memang bukan hanya diakibatkan oleh parkir liar saja, keberadaan parkir on street juga menjadi penyebabnya. Untuk itu, pemasangan parkir mesin bertarif progresif diberlakukan sejak 2017.
"Parkir mesin atau Tempat Parkir Elektronik (TPE) sudah ada 40 titik di lima wilayah. Dalam waktu dekat akan ditambah 22 mesin di tiga titik parkir on street di Jalan Suryopranoto, Gereja ayam pasar baru dan batu tulis, Jakarta Pusat," kata Ivan saat dihubungi, kemarin.
Ivan menjelaskan, penggunaan tekhnologi untuk mengelola parkir on street terus dikedepankan. Pada 2018 ini direncanakan akan ada pemasangan 600, baik itu mesin parkir ataupun penggunaan tekhnologi berbasis aplikasi di satuan ruas parkir (SRP). Menurutnya, rencana tersebut sudah dalam proses lelang. Sayangnya dia tidak bisa memastikan berapa mesin parkir dan berapa penggunaan tekhnologi aplikasi berikut titik parkir on streetnya.
Penggunaan tekhnologi berbasis aplikasi smartphone itu, kata Ivan tengah diujicoba di kawasan Mangga Besar, Jakarta Pusat. Dimana, pemilik kendaraan yang terparkir akan dihampiri juru parkir dan memfoto nomor kepolisianya. Kemudian mobile printer yang disediakan di lokasi akan mengeluarkan struke pembayaran.
"Pada uji coba ini, tarif yang berlaku adalah flat Rp5.000. Ke depan bisa progresif seperti penerapan tarif di TPE yang ada," ungkapnya.
Berdasarkan hasil ujicoba sementara, lanjut Ivan, kebocoran parkir bisa ditekan hingga 10 persen. Bahkan, pengawasan juru parkir nakal menjadi lebih mudah. Dimana, dalam aplikasi terlihat ada atau tidaknya juru parkir yang bekerja dan nakal mengantongi retribusinya.
"Kita siapkan dashboard yang memanrtau juru parkir. Penyedia alat dari pihak ketiga," ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Yuke Yurike meminta BLU Parkir menyelaraskan penggunaan tekhnologi dalam mengelola parkir on street. Menurutnya, apabila ada dua atau lebih penggunaan tekhnologi dalam pengelolaan parkir itu justru malah membuat bingung masyarakat.
Politisi PDI Perjuangan ini pun menyarankan agar penggunaan tekhnologi dipilih dari yang sudah digunakan dan diketahui evaluasi serta efektifitasnya.
"Dari awal kan sudah disosialisasikan penggunaan parkir mesin. Hasilnya cukup efektif, hanya pengawasannya yang belum maksimal. Nah, itu yang lebih baik disempurnakan," tegasnya.
Ketua Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Leksmono Suryo Putranto menuturkan, seluruh parkir on street yang ditargetkan Pemprov DKI terpasanga mesin parkir pada 2017 Gaga terwujud. Menurutnya, apabila kembali mencoba penggunaan tekhnologi baru, parkir yang merupakan instrumen pengendalian kendaraan akan memakan waktu lebih lama penerapanya. Sementara, moda transportasi umum sedang digalakan dan ditargetkan rampung berbarengan pada 2019.
Pemasangan parkir mesin atau TPE di Jakarta saat ini, lanjut Leksmono memang hanya berfungsi menekan angka kebocoran. Itu pun masih banyak pungutan liar karena juru parkir nakal. Padahal, TPE itu tujuan utamanya menendalikan kendaraan. Artinya, apabila mesin parkir tidak terpasang di seluruh parkir on street, TPE tidak akan mampu berfungsi sebagai mengendalikan kendaraan,
"Kalau pengendara tidak punya aplikasi, apa bisa kita melarang. Aturanya sendiri cuma melarang parkir di badan jalan yang tidak ditentukan. Sistem pengawasan dan sensor harus dikembangkan di tekhnologi yang ada," tegasnya.
(mhd)