TBM Magma Tangsel Tanamkan Budaya Literasi sejak Dini

Selasa, 27 Februari 2018 - 13:14 WIB
TBM Magma Tangsel Tanamkan Budaya Literasi sejak Dini
TBM Magma Tangsel Tanamkan Budaya Literasi sejak Dini
A A A
TANGERANG - Taman Baca Masyarakat (TBM) memiliki peran sangat besar dalam menumbuhkan minat baca anak dan menyiapkan generasi mendatang agar melek dengan kebudayaan literasi.

Sayangnya, laju pertumbuhan TBM tidak dibarengi perkembangan penduduk dan pembangunan daerah. Di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, misalnya, jumlah TBM masih terhitung dengan jari. Bayangkan, dari total 76 TBM yang ada, hanya 50% yang aktif.

Sebanyak 35% dinyatakan tidak aktif dan sisanya mati suri. Puluhan TBM itu harus melayani sebanyak 1.593.812 jiwa warga Tangsel. Memang, selain TBM, ada perpustakaan daerah maupun perpustakaan yang dikelola pihak sekolah, perguruan tinggi, serta lembaga pemerintah dan swasta.

Jumlah keseluruhannya mencapai ratusan. Selain melalui TBM dan perpustakaan, untuk mendapatkan buku bacaan, masyarakat Tangsel juga masih membeli buku di toko-toko besar yang berada di pusat perbelanjaan dengan harga mahal.

Sementara jumlah lapak-lapak penjual buku murah sangat sedikit. Hanya ada di beberapa titik. Di Ciputat, misalnya. Toko buku murah banyak ditemukan di sekitar Kampus UIN Jakarta, sisanya seperti di Pondok Aren, toko buku banyak ditemukan di pusat perbelanjaan dan beberapa lapak kecil.

Begitu pun dengan kecamatan lain seperti Serpong dan Pamulang. Keberadaan toko buku masih teramat jarang. Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Tangsel Dadang Rahardja mengatakan, selain perpustakaan, untuk menggenjot minat baca masyarakat pihaknya juga membuat perpustakaan keliling.

Keberadaan perpustakaan ini mengincar tempat-tempat wisata dan hiburan gratis di Kota Tangsel. Dia mengakui keberadaan perpustakaan keliling ini cukup membantu masyarakat dalam mendapatkan buku bacaan.

Sementara saat ditanya jumlah koleksi yang dimiliki Perpusda Tangsel, Dadang mengaku saat ini koleksi buku yang ada di Perpusda Tangsel baru mencapai 48.000 dan akan terus ditambah jumlahnya. Setiap hari masyarakat yang datang berkunjung ke Perpusda Tangsel sebanyak 40 orang. Jika dibandingkan total masyarakat Tangsel yang mencapai 1,5 juta lebih, angka ini tidak terlalu besar.

“Berdasarkan hasil survei yang ada, minat baca masyarakat Tangsel mencapai 70,04%. Padahal, jumlah perpustakaan ada ratusan yang tersebar di sejumlah sekolah, kampus, kantor pemerintah, dan swasta,” katanya, kemarin.

Hal ini jelas berbanding terbalik dengan survei yang dilakukan banyak pihak asing yang selalu menempatkan minat baca dan budaya literatur masyarakat Indonesia di bawah negaranegara di Asia Tenggara.

Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2012 lalu misalnya menyebutkan budaya literasi masyarakat Indonesia berada di urutan ke-64 dari 65 negara yang disurvei. Data Unesco bahkan menyebutkan posisi membaca masyarakat Indonesia berada 0,001% dari jumlah penduduknya. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, hanya satu orang yang memiliki minat membaca.

Tangsel memang tidak mewakili Indonesia secara keseluruhan, nyatanya kesadaran masyarakat untuk mendirikan TBM cukup besar, meski berjalan lamban. Sebab, TBM dibuat dan dikelola oleh masyarakat. “Memang, kalau bicara idealnya, seharusnya setiap RW memiliki satu TBM,” kata Ketua Umum Komunitas TBM Masyarakat Gemar Membaca (Magma) Tangsel Herlina Mustikasari. Dia menjelaskan, TBM bersifat nonprofit dan dikelola atas swadaya masyarakat maupun pribadi.

TBM didirikan oleh warga yang sadar akan pentingnya literasi bagi masyarakat dan dunia pendidikan. Sejak bergumul dengan TBM delapan tahun lalu, Herlina mengaku sangat bangga dengan perkembangan TBM yang ada di Kota Tangsel. Apalagi, pegiat TBM kini banyak yang berasal dari kalangan muda.

“Saya bergerak dari Januari 2010 sehingga saat ini sudah delapan tahun. Awalnya TBM sangat tidak dikenal. Dulu sangat susah meyakinkan masyarakat bahwa TBM itu penting. Banyak yang enggak mau,” sebut Herlina. Meski demikian, Herlina tidak patah arang.

Sebaliknya, dia semakin giat melakukan sosialisasi mengenai pentingnya TBM di tengah masyarakat sehingga TBM sekarang mulai dikenal luas oleh masyarakat Tangsel. “TBM sekarang sudah dikenal orang dan banyak masyarakat yang membuka TBM, ada TBM Kolong, TBM Peduli Bangsaku, dan TBM Rumah Belajar. Dan, itu digerakkan oleh mahasiswa dan anak muda,” ujarnya.

Keberadaan TBM sebagai ujung tombak dalam menumbuhkan minat baca anak dan menciptakan budaya literasi masyarakat Indonesia diakuinya sangat tepat. Sebab, TBM benar-benar berada di tengah-tengah warga. “TBM ini dibuat oleh warga dan dibangun di tengah lingkungan warga. Bisa di pos kamling, musala, TK, Paud, dan di rumah-rumah warga. TBM ini terbuka untuk umum dan dikelola oleh masyarakat,” paparnya.

Disinggung mengenai rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, Herlina tidak menampik. Sebaliknya, dia menganggap hasil penelitian yang ada sebagai pijakan untuk semakin giat mengelola TBM.

“Minat baca di Indonesia memang masih memprihatinkan. Di Indonesia, kita yang nomor tiga dari bawah. Makanya, kami membantu dengan pelatihan-pelatihan pengelolaan TBM yang ada,” ujarnya.

Menurutnya, pengelolaan TBM yang baik dapat menghindarkan TBM tersebut dari mati suri. Apalagi, biaya pengelolaan TBM itu dilakukan atas swadaya dibebankan kepada pengelola masyarakat itu sendiri. Bersama Magma, pihaknya juga menjalin komunikasi dengan pemerintah dan perusahaan swasta agar mau membantu TBM yang ada. Seperti menyediakan rak buku, buku bacaan, komputer, dan lain-lain. Upaya Herlina dengan Magma-nya cukup berhasil.

Terbukti, banyak TBM yang masih bisa bertahan hingga saat ini. Bahkan, ada TBM yang berprestasi di tingkat nasional dan mendapat jaringan ke Perpusnas Jakarta. “TBM di Tangsel harus digiatkan lagi. TBM ini berbeda dengan perpustakaan yang minimal harus punya 1.000 judul buku. Tapi, TBM ini sekoci dari perpustakaan. Idealnya, satu RW harus punya satu TBM,” kata Herlina.

Dia menjelaskan, Kota Tangsel terdiri atas tujuh kecamatan dan 54 kelurahan. Dalam satu kelurahan, sedikitnya bisa ada 20 RW dan masing-masing RW itu masih banyak yang tidak memiliki TBM-nya sendiri. (Hasan Kurniawan)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6659 seconds (0.1#10.140)