Cegah Banjir, Normalisasi Hulu Sungai Ciliwung Dilakukan
A
A
A
BOGOR - Program konkret mengatasi banjir sebagai bagian dari solusi mencegah banjir DKI Jakarta mulai dilakukan. Normalisasi sungai dilakukan di hulu Sungai Ciliwung, yakni kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, dan Kota Bogor.
Selain itu, kelanjutan membangun waduk dan membuat kolam retensi dan sumur resapan dilakukan. Pembangunan waduk yang airnya bersumber dari aliran Sungai Ciliwung dilakukan di dua titik di kawasan Puncak, yakni Cipayung dan Ciawi. Meski masih banyak persoalan yang dihadapi, Pemkot Bogor dan pemerintah pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) sejak akhir 2017 hingga kini masih terus mengerjakan.
Bupati Bogor Nurhayanti menjelaskan, sebetulnya Pemkab Bogor sejak 2014 sangat mendukung pembangunan waduk di wilayah Bogor ini. “Hanya, masih ada persoalan yang hingga kini mengganjal, meski pengerjaan fisik proyek pembangunan waduk sedang berjalan,” kata Nurhayati.
Menurutnya, persoalan penolakan warga di dua kecamatan itu tentang sistem pembebasan lahan yang terdampak pembangunan waduk. “Intinya, saya akan membantu semaksimal mungkin karena itu masyarakat saya. Ya harus saya selamatkan juga. Waduk jadi, masyarakat pun terselamatkan,” tuturnya.
Berdasarkan pantauan KORAN SINDO di lokasi pembangunan Waduk Sukamahi dan Ciawi, hingga kini masuk proses perataan tanah untuk akses kendaraan proyek melalui Jalan Raya Puncak, Desa Cipayung, Kabupaten Bogor. Di dalamnya hanya ada beberapa pekerja yang menyelesaikan irigasi sawah terdampak dari pembangunan waduk. Sedangkan, di lokasi area yang rencananya dijadikan waduk masih belum ada pekerjaan.
Terlihat aliran Sungai Ciliwung dan persawahan dari ketinggian Desa Cipayung yang sempat dijadikan tempat peletakan batu pertama pembangunan waduk oleh Presiden Jokowi akhir tahun lalu. Sejumlah alat berat di lokasi proyek tidak ada pekerjanya. Yayat, pengawas proyek, saat ditemui KORAN SINDO, enggan berkomentar banyak.
“Silakan saja ke Kantor PPK Kemen PUPR, saya takut salah memberikan informasi. Kita di sini hanya pengawas lapangan,” ungkapnya.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Jarot Widyoko saat dikonfirmasi membenarkan, pembangunan proyek Bendungan Ciawi dan Sukamahi (Kecamatan Megamendung dan Ciawi) Kabupaten Bogor masih terkendala anggaran pembebasan lahan. “Karena ditarget selesai pada 2019, jadi biaya pembebasan lahan sekarang ini masih ditalangi para kontraktor,” ungkapnya.
Jarot menjelaskan, Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang merupakan perpanjangan tangan Kementerian Keuangan hingga kini belum juga mengucurkan dana pembebasan lahan. Lambannya kucuran dana itu disebabkan proses administrasi berupa verifikasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang belum selesai. “Dampaknya hingga kini pengerjaan Bendungan Ciawi dan Sukamahi baru berjalan tidak sampai 5%,” katanya.
Padahal, lanjut Jarot, dibangunnya dua bendungan itu bisa mengurangi dampak banjir di Jakarta. Kemungkinan besar dana akan turun pada Maret 2018. Namun, kucuran dana yang diterima akan bertahap.
“Jadi prosesnya akan panjang. Jika telah diberikan, insya Allah 2019 selesai,” ujarnya. Sekadar diketahui, pembangunan Bendung Ciawi dan Sukamahi telah direncanakan sejak 2004.
Namun, karena banyaknya kendala yang dihadapi, hal itu baru terealisasi pada akhir 2017. Kontrak Bendungan Ciawi yang ditandatangani pada 23 November 2016 digarap SNVT PJSA Ciliwung Cisadane dan Abipraya- Sacna KSO. Nilai kontrak proyek ini mencapai Rp757,8 miliar dengan luas area genangan 29,22 hektare (ha) dan volume tampung 6,45 juta meter kubik (m3).
Sementara kontrak Bendungan Sukamahi yang ditandatangani pada 20 Desember 2016 digarap kontraktor Wijaya-Basuko KSO. Bendungan senilai Rp 436,97 miliar itu memiliki daya tampung tampung 1,68 juta m3 dan luas area genangan 5,23 ha. Untuk gambaran, dengan dua bendungan ini, nantinya volume banjir kiriman melalui Sungai Ciliwung dari Bogor ke Jakarta bisa dikurangi.
Selain itu, waktu tiba air kiriman dari Bogor tiba di Jakarta melalui Pintu Air Manggarai juga bisa diperpanjang selama empat jam. Kedua bendungan tersebut ditargetkan selesai konstruksinya pada 2019.
Sementara itu, Senin (12/2) lalu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berkunjung ke Kota Bogor membahas solusi banjir bersama Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto. Normalisasi Sungai Ciliwung menjadi salah satu opsi untuk mengatasi banjir.
Wali Kota Bogor Bima Arya menjelaskan, ada beberapa kendala yang dihadapi dalam melakukan normalisasi Sungai Ciliwung. Sulitnya koordinasi masih menjadi tantangan yang harus diselesaikan. “Satu kesulitan koordinasi karena biasanya ada isu tentang kewenangan mana, kewenangan kita (Pemkot), pusat, dan balai,” katanya.
Tidak hanya itu, Bima menambahkan, kepemilikan lahan di bantaran sungai juga menjadi masalah. Tidak semua lokasi yang akan dinormalisasi merupakan milik pemerintah. “Kedua itu kan ada penguasaan secara fisik di lapangan oleh warga. Jadi, memerlukan koordinasi yang intens untuk melakukan sosialisasi kepada warga,” ujarnya.
Selain normalisasi, Pemkot dalam waktu dekat juga akan membangun sumur resapan atau retensi di Cibuluh demi mengatasi banjir. Sumur resapan akan dibangun lebih banyak supaya upaya pencegahan banjir di Jakarta lebih maksimal.
“Kami mengusulkan di beberapa titik lagi. Kebutuhan kita di situ, kolam retensi, sumur resapan. Jadi, air itu ditahan agar tidak semuanya ke Jakarta,” ucapnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan, untuk mengatasi permasalahan banjir di Jakarta, Pemprov DKI memang tidak bisa bekerja sendiri, harus duduk bersama pemerintah daerah penyangga Ibu Kota, seperti Kota dan Kabupaten Bogor.
“Jadi bukan sekadar Pemprov DKI membuat rencana, Pemkot Bogor bikin rencana, lalu ada pemberian. Kita duduk sama-sama karena yang terjadi di Bogor punya implikasi pada kita di Jakarta. Jadi perencanaan harus terintegrasi. Nah , sekarang kita akan mulai babak baru, di mana kita komunikasi dengan semuanya,” katanya. (Haryudi)
Selain itu, kelanjutan membangun waduk dan membuat kolam retensi dan sumur resapan dilakukan. Pembangunan waduk yang airnya bersumber dari aliran Sungai Ciliwung dilakukan di dua titik di kawasan Puncak, yakni Cipayung dan Ciawi. Meski masih banyak persoalan yang dihadapi, Pemkot Bogor dan pemerintah pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) sejak akhir 2017 hingga kini masih terus mengerjakan.
Bupati Bogor Nurhayanti menjelaskan, sebetulnya Pemkab Bogor sejak 2014 sangat mendukung pembangunan waduk di wilayah Bogor ini. “Hanya, masih ada persoalan yang hingga kini mengganjal, meski pengerjaan fisik proyek pembangunan waduk sedang berjalan,” kata Nurhayati.
Menurutnya, persoalan penolakan warga di dua kecamatan itu tentang sistem pembebasan lahan yang terdampak pembangunan waduk. “Intinya, saya akan membantu semaksimal mungkin karena itu masyarakat saya. Ya harus saya selamatkan juga. Waduk jadi, masyarakat pun terselamatkan,” tuturnya.
Berdasarkan pantauan KORAN SINDO di lokasi pembangunan Waduk Sukamahi dan Ciawi, hingga kini masuk proses perataan tanah untuk akses kendaraan proyek melalui Jalan Raya Puncak, Desa Cipayung, Kabupaten Bogor. Di dalamnya hanya ada beberapa pekerja yang menyelesaikan irigasi sawah terdampak dari pembangunan waduk. Sedangkan, di lokasi area yang rencananya dijadikan waduk masih belum ada pekerjaan.
Terlihat aliran Sungai Ciliwung dan persawahan dari ketinggian Desa Cipayung yang sempat dijadikan tempat peletakan batu pertama pembangunan waduk oleh Presiden Jokowi akhir tahun lalu. Sejumlah alat berat di lokasi proyek tidak ada pekerjanya. Yayat, pengawas proyek, saat ditemui KORAN SINDO, enggan berkomentar banyak.
“Silakan saja ke Kantor PPK Kemen PUPR, saya takut salah memberikan informasi. Kita di sini hanya pengawas lapangan,” ungkapnya.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Jarot Widyoko saat dikonfirmasi membenarkan, pembangunan proyek Bendungan Ciawi dan Sukamahi (Kecamatan Megamendung dan Ciawi) Kabupaten Bogor masih terkendala anggaran pembebasan lahan. “Karena ditarget selesai pada 2019, jadi biaya pembebasan lahan sekarang ini masih ditalangi para kontraktor,” ungkapnya.
Jarot menjelaskan, Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang merupakan perpanjangan tangan Kementerian Keuangan hingga kini belum juga mengucurkan dana pembebasan lahan. Lambannya kucuran dana itu disebabkan proses administrasi berupa verifikasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang belum selesai. “Dampaknya hingga kini pengerjaan Bendungan Ciawi dan Sukamahi baru berjalan tidak sampai 5%,” katanya.
Padahal, lanjut Jarot, dibangunnya dua bendungan itu bisa mengurangi dampak banjir di Jakarta. Kemungkinan besar dana akan turun pada Maret 2018. Namun, kucuran dana yang diterima akan bertahap.
“Jadi prosesnya akan panjang. Jika telah diberikan, insya Allah 2019 selesai,” ujarnya. Sekadar diketahui, pembangunan Bendung Ciawi dan Sukamahi telah direncanakan sejak 2004.
Namun, karena banyaknya kendala yang dihadapi, hal itu baru terealisasi pada akhir 2017. Kontrak Bendungan Ciawi yang ditandatangani pada 23 November 2016 digarap SNVT PJSA Ciliwung Cisadane dan Abipraya- Sacna KSO. Nilai kontrak proyek ini mencapai Rp757,8 miliar dengan luas area genangan 29,22 hektare (ha) dan volume tampung 6,45 juta meter kubik (m3).
Sementara kontrak Bendungan Sukamahi yang ditandatangani pada 20 Desember 2016 digarap kontraktor Wijaya-Basuko KSO. Bendungan senilai Rp 436,97 miliar itu memiliki daya tampung tampung 1,68 juta m3 dan luas area genangan 5,23 ha. Untuk gambaran, dengan dua bendungan ini, nantinya volume banjir kiriman melalui Sungai Ciliwung dari Bogor ke Jakarta bisa dikurangi.
Selain itu, waktu tiba air kiriman dari Bogor tiba di Jakarta melalui Pintu Air Manggarai juga bisa diperpanjang selama empat jam. Kedua bendungan tersebut ditargetkan selesai konstruksinya pada 2019.
Sementara itu, Senin (12/2) lalu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berkunjung ke Kota Bogor membahas solusi banjir bersama Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto. Normalisasi Sungai Ciliwung menjadi salah satu opsi untuk mengatasi banjir.
Wali Kota Bogor Bima Arya menjelaskan, ada beberapa kendala yang dihadapi dalam melakukan normalisasi Sungai Ciliwung. Sulitnya koordinasi masih menjadi tantangan yang harus diselesaikan. “Satu kesulitan koordinasi karena biasanya ada isu tentang kewenangan mana, kewenangan kita (Pemkot), pusat, dan balai,” katanya.
Tidak hanya itu, Bima menambahkan, kepemilikan lahan di bantaran sungai juga menjadi masalah. Tidak semua lokasi yang akan dinormalisasi merupakan milik pemerintah. “Kedua itu kan ada penguasaan secara fisik di lapangan oleh warga. Jadi, memerlukan koordinasi yang intens untuk melakukan sosialisasi kepada warga,” ujarnya.
Selain normalisasi, Pemkot dalam waktu dekat juga akan membangun sumur resapan atau retensi di Cibuluh demi mengatasi banjir. Sumur resapan akan dibangun lebih banyak supaya upaya pencegahan banjir di Jakarta lebih maksimal.
“Kami mengusulkan di beberapa titik lagi. Kebutuhan kita di situ, kolam retensi, sumur resapan. Jadi, air itu ditahan agar tidak semuanya ke Jakarta,” ucapnya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan, untuk mengatasi permasalahan banjir di Jakarta, Pemprov DKI memang tidak bisa bekerja sendiri, harus duduk bersama pemerintah daerah penyangga Ibu Kota, seperti Kota dan Kabupaten Bogor.
“Jadi bukan sekadar Pemprov DKI membuat rencana, Pemkot Bogor bikin rencana, lalu ada pemberian. Kita duduk sama-sama karena yang terjadi di Bogor punya implikasi pada kita di Jakarta. Jadi perencanaan harus terintegrasi. Nah , sekarang kita akan mulai babak baru, di mana kita komunikasi dengan semuanya,” katanya. (Haryudi)
(nfl)