Aliando: Permenhub 108 Tidak Jelas Harus Diperbaiki
A
A
A
JAKARTA - Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) menyatakan Permenhub No. 108/2017 yang mengatur adanya SIM A kuning, pemasangan stiker dan uji KIR membuat para driver taksi online keberatan.
"Kita ini bukan sopir sembarangan, masak disuruh pakai SIM A kuning. Terus pasang stiker, buat apa pasang stiker? Kalau kita lagi tak narik gimana? Nanti dikira lagi naikin penumpang," ujar salah satu anggota Aliando, Kurnia di lokasi unjuk rasa pada Senin (29/1/2018).
Menurut Kurnia, uji KIR itu tak perlu dilakukan pula lantaran syarat untuk bisa menjadi sopir taksi online, tahun mobilnya dibatasi, yakni dilarang bila mobil tahunnya terlalu tua. Selain itu, para sopir taksi online pun tak memahami tentang tarif dasar bawah dan atas.
"Lebih nyaman naik taksi reguler atau online? Pasti taksi online karena jelas harganya, kalau taksi itu penumpang resah lihat argo. Soal tarif saya tak mengerti, intinya Permenhub ini banyak mudharatnya," tuturnya.
Sementara itu, tim advokasi online nasional Afriyadi menerangkan, aturan yang dibuat Kemenhub itu tak jelas sehingga perlu diperbaiki. Para sopir taksi online itu orang yang hendak mencari nafkah, tetapi dalam Undang-Undang itu justru ada aplikasi khusus yang dianggap berbahaya lantaran bisa menimbulkan kriminalisasi bagi para sopir taksi online.
"Kami tak ingin menghapus Undang-Undang, tapi frasenya. Apabila tak ada kepastian hukum, akan ada keributan di daerah. Jangan terjadi sampai ada kriminaliasasi dalam mencari nafkah, kita juga mengundang para ahli untuk itu," katanya.
"Kita ini bukan sopir sembarangan, masak disuruh pakai SIM A kuning. Terus pasang stiker, buat apa pasang stiker? Kalau kita lagi tak narik gimana? Nanti dikira lagi naikin penumpang," ujar salah satu anggota Aliando, Kurnia di lokasi unjuk rasa pada Senin (29/1/2018).
Menurut Kurnia, uji KIR itu tak perlu dilakukan pula lantaran syarat untuk bisa menjadi sopir taksi online, tahun mobilnya dibatasi, yakni dilarang bila mobil tahunnya terlalu tua. Selain itu, para sopir taksi online pun tak memahami tentang tarif dasar bawah dan atas.
"Lebih nyaman naik taksi reguler atau online? Pasti taksi online karena jelas harganya, kalau taksi itu penumpang resah lihat argo. Soal tarif saya tak mengerti, intinya Permenhub ini banyak mudharatnya," tuturnya.
Sementara itu, tim advokasi online nasional Afriyadi menerangkan, aturan yang dibuat Kemenhub itu tak jelas sehingga perlu diperbaiki. Para sopir taksi online itu orang yang hendak mencari nafkah, tetapi dalam Undang-Undang itu justru ada aplikasi khusus yang dianggap berbahaya lantaran bisa menimbulkan kriminalisasi bagi para sopir taksi online.
"Kami tak ingin menghapus Undang-Undang, tapi frasenya. Apabila tak ada kepastian hukum, akan ada keributan di daerah. Jangan terjadi sampai ada kriminaliasasi dalam mencari nafkah, kita juga mengundang para ahli untuk itu," katanya.
(whb)