BRT Solusi Mengurai Kemacetan
A
A
A
TANGERANG - Sebagai kota yang menuju Aerotropolis (kota bandara dengan ketepatan dan kecepatan transportasi), Kota Tangerang fokus mengembangkan Bus Rapit Transit (BRT) untuk mengurai kemacetan.
Kabid Pengembangan Sistem Transportasi Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Tangerang Agus Wibowo mengatakan, sistem BRT sudah bagus karena sudah terjadwal dan pemberhentiannya sudah teratur.
“Moda transportasi ini yang kita kembangkan di Kota Tangerang. Sekarang, BRT sudah beroperasi di Koridor 1, rutenya ke Jatiuwung. Tahun ini akan kita tambahkan empat halte lagi,” ujar Agus.
Agus pun mengatakan di tengah menurunnya tren kepercayaan masyarakat terhadap angkot, sistem transportasi BRT malah mengalami kenaikan tren di masyarakat karena fasilitas dan harganya murah.
“Sekarang sudah 20 halte dan ditambah empat halte lagi. Sekarang baru sampai GOR, nanti akan diteruskan ke simpang Gajah Tunggal. Nanti juga akan disesuaikan dengan sistem transit,” tutur Agus.
Pada tahun 2018, kata dia, Dishub akan meluncurkan Koridor 2 BRT ke Perumnas. Berbeda dengan Koridor 1 yang operasional dan busnya disediakan pemerintah, Koridor 2 semua akan diserahkan ke swasta. Dengan demikian, cost yang dikeluarkan pemerintah jadi berkurang karena mereka hanya menyediakan operasionalnya. Sementara penyediaan busnya akan disiapkan pihak swasta melalui tender.
“Bukan berarti kita akan menghilangkan angkot. Jadi, satu bus akan mereduksi lima angkot. Sama, Koridor 2 juga begitu. Jadi, sistem angkotnya yang akan diganti sehingga jadi lebih tertib,” papar Agus.
Menurut dia, BRT masuk skema transportasi massal Kota Tangerang mengikuti rencana induk transportasi yang ada di Jabodetabek. “Skema pengembangan transportasi umum tertuang dalam Perda No 6 tahun 2012 tentang RTRW Kota Tangerang yang sekarang sedang direvisi,” kata Agus.
Sesuai dengan rencana induk transportasi Jabodetabek yang akan segera dijadikan peraturan presiden (perpres) maka pengembangan moda transportasi massal di Kota Tangerang dirasa lebih mudah.
Agus menjelaskan, pola transportasi di Kota Tangerang adalah aglomerasi sehingga pergerakan kendaraannya bukan hanya terpusat ke Jakarta. Hal ini juga didukung dengan keberadaan Bandara Soetta.
Agus mengatakan, berdasarkan kajian pihaknya tentang skema transportasi massal yang cocok bagi warga Kota Tangerang sejauh ini adalah BRT. Apalagi, minat masyarakat naik angkot terus mengalami penurunan.
“Makanya kami berkoordinasi dengan Pemprov DKI dan pusat agar Kota Tangerang menerapkan sistem angkutan transit mix traffic , beralih dari angkot paratransit yang tidak terjadwal,” ungkapnya.
Melihat tingginya animo masyarakat terhadap sistem transportasi full BRT, kata Agus, ke depan pihaknya akan memaksimalkan Terminal Poris Plawad menjadi simpul transportasi terpadu Jabodetabek.
“Jadi, nanti moda kereta dan angkutan jalan menjadi satu. Di sana juga akan dikembangkan sistem TOD. Itu yang akan kita kembangkan. Makanya, sistem BRT kita simpulnya di situ,” tandasnya.
Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah mengatakan, penyelesaian masalah kemacetan di Kota Tangerang merupakan pekerjaan rumah terbesarnya. Untuk itu, perlu dilakukan penanganan yang serius. “Kami mendorong partisipasi masyarakat untuk beralih ke transportasi massal seperti BRT,” sebutnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang Hapipi mengatakan, dewan sangat mendukung pengembangan moda transportasi massal, terutama pengembangan Koridor 2 BRT.
“Tetapi, sebagai sebuah harapan, Kota Tangerang sebagai live city harus sudah mempersiapkan dari awal rencana pengembangan transportasi massal dan itu bisa dimulai dari infrastrukturnya,” ungkapnya. (Hasan Kurniawan)
Kabid Pengembangan Sistem Transportasi Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Tangerang Agus Wibowo mengatakan, sistem BRT sudah bagus karena sudah terjadwal dan pemberhentiannya sudah teratur.
“Moda transportasi ini yang kita kembangkan di Kota Tangerang. Sekarang, BRT sudah beroperasi di Koridor 1, rutenya ke Jatiuwung. Tahun ini akan kita tambahkan empat halte lagi,” ujar Agus.
Agus pun mengatakan di tengah menurunnya tren kepercayaan masyarakat terhadap angkot, sistem transportasi BRT malah mengalami kenaikan tren di masyarakat karena fasilitas dan harganya murah.
“Sekarang sudah 20 halte dan ditambah empat halte lagi. Sekarang baru sampai GOR, nanti akan diteruskan ke simpang Gajah Tunggal. Nanti juga akan disesuaikan dengan sistem transit,” tutur Agus.
Pada tahun 2018, kata dia, Dishub akan meluncurkan Koridor 2 BRT ke Perumnas. Berbeda dengan Koridor 1 yang operasional dan busnya disediakan pemerintah, Koridor 2 semua akan diserahkan ke swasta. Dengan demikian, cost yang dikeluarkan pemerintah jadi berkurang karena mereka hanya menyediakan operasionalnya. Sementara penyediaan busnya akan disiapkan pihak swasta melalui tender.
“Bukan berarti kita akan menghilangkan angkot. Jadi, satu bus akan mereduksi lima angkot. Sama, Koridor 2 juga begitu. Jadi, sistem angkotnya yang akan diganti sehingga jadi lebih tertib,” papar Agus.
Menurut dia, BRT masuk skema transportasi massal Kota Tangerang mengikuti rencana induk transportasi yang ada di Jabodetabek. “Skema pengembangan transportasi umum tertuang dalam Perda No 6 tahun 2012 tentang RTRW Kota Tangerang yang sekarang sedang direvisi,” kata Agus.
Sesuai dengan rencana induk transportasi Jabodetabek yang akan segera dijadikan peraturan presiden (perpres) maka pengembangan moda transportasi massal di Kota Tangerang dirasa lebih mudah.
Agus menjelaskan, pola transportasi di Kota Tangerang adalah aglomerasi sehingga pergerakan kendaraannya bukan hanya terpusat ke Jakarta. Hal ini juga didukung dengan keberadaan Bandara Soetta.
Agus mengatakan, berdasarkan kajian pihaknya tentang skema transportasi massal yang cocok bagi warga Kota Tangerang sejauh ini adalah BRT. Apalagi, minat masyarakat naik angkot terus mengalami penurunan.
“Makanya kami berkoordinasi dengan Pemprov DKI dan pusat agar Kota Tangerang menerapkan sistem angkutan transit mix traffic , beralih dari angkot paratransit yang tidak terjadwal,” ungkapnya.
Melihat tingginya animo masyarakat terhadap sistem transportasi full BRT, kata Agus, ke depan pihaknya akan memaksimalkan Terminal Poris Plawad menjadi simpul transportasi terpadu Jabodetabek.
“Jadi, nanti moda kereta dan angkutan jalan menjadi satu. Di sana juga akan dikembangkan sistem TOD. Itu yang akan kita kembangkan. Makanya, sistem BRT kita simpulnya di situ,” tandasnya.
Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah mengatakan, penyelesaian masalah kemacetan di Kota Tangerang merupakan pekerjaan rumah terbesarnya. Untuk itu, perlu dilakukan penanganan yang serius. “Kami mendorong partisipasi masyarakat untuk beralih ke transportasi massal seperti BRT,” sebutnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang Hapipi mengatakan, dewan sangat mendukung pengembangan moda transportasi massal, terutama pengembangan Koridor 2 BRT.
“Tetapi, sebagai sebuah harapan, Kota Tangerang sebagai live city harus sudah mempersiapkan dari awal rencana pengembangan transportasi massal dan itu bisa dimulai dari infrastrukturnya,” ungkapnya. (Hasan Kurniawan)
(nfl)