Cagar Budaya Tak Terurus Ancam Nyawa Puluhan Ribu Siswa Jakarta
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta menyatakan ada sebanyak 10 sekolah yang masuk dalam kategori bangunan cagar budaya kondisinya sangat memprihatinkan. Bangunan tersebut rawan roboh dan membahayakan bagi keselamatan ribuan siswa.
Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Susi Nurhayati mengatakan, ada 10 sekolah di Jakarta yang bangunannya masuk dalam kategori cagar budaya. Namun, sayang kondisi bangunan sangat memprihatika dan membahayakan keselamatan para siswa dan guru.
"Kondisinya memprihatinkan, banyak tembok rapuh, atap plafon juga berlubang, selain itu kayu-kayu habis dimakan rayap, serta tiang besi berkarat. Semuanya mengancam siswa dan guru, apalagi kalau roboh,” kata Susi kepada SINDOnews saat dihubungi pada Jumat, 22 Desember 2017 kemarin.
Susi menyakini kondisi yang terjadi di SMPN 32 tak jauh berbeda dengan bangunan di 10 sekolah lainnya di Jakarta. Bangunan itu cukup rapuh mengancam 2.000 murid didik di tiap sekolah. Artinya ada puluhan ribu siswa terancam.
Sebelumnya cagar budaya rumah Kho Pu Tjien (dibaca, Kapiten) di lingkungan SMPN 32 roboh. Rumah bergaya tahun 1880 hancur, menimpa pembina sekolah Endang. Beruntung saat kejadian tidak ada aktivitas belajar.
Terhadap hal ini, Susi tak bisa berbuat banyak, pihaknya tak bisa memugar lantaran kewenangan pemugaran berada di tangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta. Sementara Disparbud sendiri tak memberikan rekomendasi pemugaran.
Padahal diantara sekolah tersebut, renovasi total telah dilakukan. Gedung sekolah yang tak masuk dalam cagar budaya dirobohkan, diganti bangunan baru yang modern. Pembangunan hampir selesai.
Salah satu bangunan cagar budaya ialah di di SMP 22 depan stasiun Jakarta Kota. Terlihat kondisi bangunan memprihatinkan, di sana terdapat dua bangunan cagar budaya, yakni aula dan ruang kelas. Bangunan itu di kelilingi bangunan tinggi baru berbentuk huruf L.
Kondisi aula sendiri cukup miris, bangunan 1910 itu telah lapuk, tembok-tembok lembab terlihat dari luar, plafon jebol, besi berkarat, dan kayu habis dimakan rayap. Kondisi ini tak jauh berbeda dengan bangunan dua lantai di sampingnya.
Sementara di SMP Terpadu Tambora Jalan Perniagaan, kondisi jauh lebih miris. Ruang-ruang kelas disisi kanan kiri yang dijadikan sekolah dasar telah rusak. Tembok tembok lembab dan lumut dengan pencahayaan yang redup.
Atap plafon pun telah banyak yang jebol dengan tetesan rembesan dari air yang menggenang di atasnya. Begitupun dengan jendela besi yang berkarat. Jendela itu telah rusak dan beberapa diantaranya lepas.
Masih di tempat itu, terdapat sebuah hanggar setinggi puluhan meter. Kondisi cukup parah dengan seng-seng bolong. Besi-besi yang menjadi pondasi cukup parah dengan karat di mana mana. Kondisi ini mengancam siswa yang bila sewaktu waktu roboh.
Padahal keberadaan hanggar itu menganggu pembangunan yang ada disana. Keberadaan ditengah sekolah membuat manuver alat berat terganggu.
Kepala Disparbud, Tinia Budiyanti menjelaskan, penanganan bangunan cagar budaya berpedoman kepada Undang Undang No 11 /2010 tentang Cagar Budaya. Sebab itu im Cagar Budaya (TCB) telah merampungkan desaign tentang renovasi.
“Memang renovasi pembangunan ada di kami, tapi prosesnya di Disdik,” ucap Tinia. Mengenai soal tudingan renovasi terhadap bangunan tua tidak dilakukan, Tinia menuturkan, pihaknya bukan tak memberikan, menurutnya ada permasalah dengan gambar arsitek, sehingga rencana diubah.
“Bangunan ada yang harus disesuaikan dengan kaidah pelestarian bangunan cagar budaya, sehingga sebagian gambar ada yang harus diubah dulu,” ucap Tinia.
Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta Susi Nurhayati mengatakan, ada 10 sekolah di Jakarta yang bangunannya masuk dalam kategori cagar budaya. Namun, sayang kondisi bangunan sangat memprihatika dan membahayakan keselamatan para siswa dan guru.
"Kondisinya memprihatinkan, banyak tembok rapuh, atap plafon juga berlubang, selain itu kayu-kayu habis dimakan rayap, serta tiang besi berkarat. Semuanya mengancam siswa dan guru, apalagi kalau roboh,” kata Susi kepada SINDOnews saat dihubungi pada Jumat, 22 Desember 2017 kemarin.
Susi menyakini kondisi yang terjadi di SMPN 32 tak jauh berbeda dengan bangunan di 10 sekolah lainnya di Jakarta. Bangunan itu cukup rapuh mengancam 2.000 murid didik di tiap sekolah. Artinya ada puluhan ribu siswa terancam.
Sebelumnya cagar budaya rumah Kho Pu Tjien (dibaca, Kapiten) di lingkungan SMPN 32 roboh. Rumah bergaya tahun 1880 hancur, menimpa pembina sekolah Endang. Beruntung saat kejadian tidak ada aktivitas belajar.
Terhadap hal ini, Susi tak bisa berbuat banyak, pihaknya tak bisa memugar lantaran kewenangan pemugaran berada di tangan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) DKI Jakarta. Sementara Disparbud sendiri tak memberikan rekomendasi pemugaran.
Padahal diantara sekolah tersebut, renovasi total telah dilakukan. Gedung sekolah yang tak masuk dalam cagar budaya dirobohkan, diganti bangunan baru yang modern. Pembangunan hampir selesai.
Salah satu bangunan cagar budaya ialah di di SMP 22 depan stasiun Jakarta Kota. Terlihat kondisi bangunan memprihatinkan, di sana terdapat dua bangunan cagar budaya, yakni aula dan ruang kelas. Bangunan itu di kelilingi bangunan tinggi baru berbentuk huruf L.
Kondisi aula sendiri cukup miris, bangunan 1910 itu telah lapuk, tembok-tembok lembab terlihat dari luar, plafon jebol, besi berkarat, dan kayu habis dimakan rayap. Kondisi ini tak jauh berbeda dengan bangunan dua lantai di sampingnya.
Sementara di SMP Terpadu Tambora Jalan Perniagaan, kondisi jauh lebih miris. Ruang-ruang kelas disisi kanan kiri yang dijadikan sekolah dasar telah rusak. Tembok tembok lembab dan lumut dengan pencahayaan yang redup.
Atap plafon pun telah banyak yang jebol dengan tetesan rembesan dari air yang menggenang di atasnya. Begitupun dengan jendela besi yang berkarat. Jendela itu telah rusak dan beberapa diantaranya lepas.
Masih di tempat itu, terdapat sebuah hanggar setinggi puluhan meter. Kondisi cukup parah dengan seng-seng bolong. Besi-besi yang menjadi pondasi cukup parah dengan karat di mana mana. Kondisi ini mengancam siswa yang bila sewaktu waktu roboh.
Padahal keberadaan hanggar itu menganggu pembangunan yang ada disana. Keberadaan ditengah sekolah membuat manuver alat berat terganggu.
Kepala Disparbud, Tinia Budiyanti menjelaskan, penanganan bangunan cagar budaya berpedoman kepada Undang Undang No 11 /2010 tentang Cagar Budaya. Sebab itu im Cagar Budaya (TCB) telah merampungkan desaign tentang renovasi.
“Memang renovasi pembangunan ada di kami, tapi prosesnya di Disdik,” ucap Tinia. Mengenai soal tudingan renovasi terhadap bangunan tua tidak dilakukan, Tinia menuturkan, pihaknya bukan tak memberikan, menurutnya ada permasalah dengan gambar arsitek, sehingga rencana diubah.
“Bangunan ada yang harus disesuaikan dengan kaidah pelestarian bangunan cagar budaya, sehingga sebagian gambar ada yang harus diubah dulu,” ucap Tinia.
(whb)