Minimalisir Kerugian Akibat Kemacetan, BPTJ dan DKI Lakukan Ini

Senin, 04 Desember 2017 - 06:26 WIB
Minimalisir Kerugian...
Minimalisir Kerugian Akibat Kemacetan, BPTJ dan DKI Lakukan Ini
A A A
JAKARTA - Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dan Pemprov DKI Jakarta akan membatasi kendaraan pribadi dan mengintegrasikan moda transportasi kereta dengan angkutan jalan untuk mengatasi kemacetan. Kerugian kemacetan di Jakarta tahun ini mencapai Rp67,5 triliun.

Kepala BPTJ Bambang Prihartono mengatakan, kerugian akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya dari tahun ke tahun terus meningkat. Untuk tahun 2017, menurut perhitungan Bappenas, kerugian khusus di DKI Jakarta mencapai Rp67,5 triliun. Sementara kerugian yang dialami di wilayah Jabodetabek mencapai Rp100 triliun per tahun.

Untuk mengurangi kerugian tersebut, lanjut Bambang, pihaknya bersama pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya telah mempersiapkan berbagai terobosan dan harus dilaksanakan secepatnya.

"Kami terus berkordinasi dengan Gubernur DKI dan kepala daerah Bodetabek untuk meningkatkan layanan angkutan umum. Terobosan untuk kemacetan harus didasari peningkatan layanan umum," kata Bambang Prihartono di Jakarta, Minggu 3 Desember 2017.

Bambang menjelaskan, BPTJ menandai permasalahan transportasi Jabodetabek saat ini dengan kondisi di antaranya, tingkat kemacetan yang sangat tinggi dimana rasio volume kendaraan dibanding kapasitas jalan sudah mendekati 1, atau dengan kata lain sudah macet dan perlu penanganan; Sepeda motor di jalan makin dominan, sementara peran angkutan umum masih rendah. Saat ini penggunaan angkutan umum di Jakarta baru 19.8% dan di Bodetabek baru 20%.

Untuk itu, lanjut Bambang, diperlukan program penanganan yang perlu segera diterapkan. Mengingat sejak tahun 2000 hingga 2010, data statistik jumlah kendaraan yang terdaftar mengalami peningkatan sebesar 4,6 kali. Sementara itu, untuk penglaju dari wilayah Bodetabek menuju Jakarta ada sekitar 1,1 juta, dan ini terus meningkat 1,5 kali lipat sejak tahun 2002. Untuk pergerakan lalu lintas harian di Jabodetabek yang semula pada tahun 2003 sebesar 37,3 juta perjalanan/hari meningkat 58% atau mencapai 47,5 juta perjalanan/hari di tahun 2015.

"Dari 47,5 juta perjalanan orang per hari tersebut, sekitar 23,42 juta merupakan pergerakan di dalam kota DKI, 4,06 juta adalah pergerakan komuter, dan 20,02 juta adalah pergerakan lainnya yg melintas DKI dan internal Bodetabek. Perjalanan di Jabodetabek rata-rata didominasi oleh sepeda motor yakni sebesar 75%, kendaraan pribadi sebesar 23 % dan 2% oleh kendaraan angkutan umum," jelasnya.

Hal tersebut, lanjut Bambang tentu berdampak pada perekonomian dan lingkungan. Ada beberapa terobosan yang sudah dan akan dilakukan segera. Di antaranya yaitu, Push And Pull Policy, seperti Penerapan Ganjil Genap, Pegaturan Sepeda Motor; Ramp Metering di Tol; Electronic Enforcement; Pegaturan Angkutan Barang.

Untuk bisa mem-push kebijakan tersebut, Pull Policy yang dipersiapkan yaitu menyiapkan: Lajur Khusus Angkutan Umum di wilayah Jabodetabek, Park and Ride yang memadai, menyiapkan berbagai alternatif angkutan umum seperti Shuttle, JR Connexion, dan JA Connexion.

"Kemudian Penataan 17 titik kemacetan di Stasiun kereta. Kami sudah menata Stasiun Sudirman dengan memindahkan lokasi menunggu ojek online di ruas jalan ke bangunan bekas Pasar Blora. Stasiun kedua yang sekarang sedang ditangani yaitu Stasiun Manggarai dan sudah dikoordinasikan dengan pihak DAOP I, PT KAI, Dishub DKI dan pihak terkait lainnya," ungkapnya.

Terobosan lainnya, sebut Bambang yakni Integrasi Sistem Pembayaran E-ticket atau Connexion card. Connexion card adalah kartu dengan platform chip base dan dapat digunakan menjadi tiket elektronik antar moda transportasi di wilayah Jabodetabek.

"Pengaturan sepeda motor dengan memperpanjangan lokasi pengaturan dari Bundaran HI sampai Bundaran Senayan. Pembatasan penggunaan sepeda motor di lokasi eksisting memberi penghematan biaya transportasi sebesar 296 juta per hari dari 103 miliar per tahun. Kriteria penghematan yaitu waktu tempuh, biaya, operasi Kendaraan dan tingkat kecelakaan," katanya.

Selain itu, Bambang kembali akan menambah penyiapan Lajur Khusus Angkutan Umum (LKAU). Saat ini 2 trayek dilayani dengan Transjabodetabek premium menggunakan LKAU , yaitu trayek: Mega City (Bekasi Barat)–Plaza Senayan (Jakarta); Botani Square (Bogor)-Plaza Senayan (Jakarta). Grand Dhika (Bekasi Timur)-Jakarta yang direncanakan mulai ujicoba pada 12 Desember 2017.

Selanjutnya, Integrasi Pengaturan Lalu-Lintas melalui pemasangan Detektor Kendaraan, menyiapkan Pusat Pengendali Lalu Lintas dan Variable Message Signs.

"Dalam jangka Pendek penerapan program ini dapat Meningkatkan Kinerja Lalu-lintas,Meningkatkan Penggunaan Angkutan Umum, Efisiensi Biaya Transportasi. Target implementasi program ini Akhir 2018," ungkapnya.

Pengembangan Fase MRT selanjutnya menurut Bambang harus dilakukan selanjutnya Barat-Timur MRT Karena Demand yang Cukup Tinggi. Pembangunan TOD Dukuh Atas agar shifting ke transportasi publik dapat berhasil, fasilitas pejalan kaki harus cukup lebar, aman dan nyaman, khususnya pada titik-titik integrasi moda transport. Selain itu perlu dibuat pedestrian plaza, untuk mengakomodir volume lalu lintas pejalan kaki yang sangat besar.

"Perpanjangan Koridor 13 sampai Tangerang. Penerapan Electronic Road Pricing (ERP) di perluas pada Jalan/Akses masuk ke DKI Jakarta. Pembangunan Elevated Loopline Jakarta untuk mengurangi jumlah pelintasan sebidang. Kesemua terobosan diimplementasikan pada 2019," pungkasnya.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Andri Yansyah optimis implementasi terobosan untuk mengurai kemacetan dapat terwujud pada 2019. Selain terus berupaya mengintegrasikan moda transportasi berbasis bus dengan kereta api Commuter serta tiket pembayaran, dalam waktu dekat ini pihaknya juga tengah menyiapkan pelaksanaan program OK Otrip guna mengurangi biaya operasional transportasi yang katanya saat ini berkisar 30-40% menjadi 10%. Menurutnya, dengan Ok Otrip, seluruh angkutan umum akan mengalami peningkatan pelayanan lantaran saling terintegrasi.

"Ok Otrip itu sekali perjalanan itu maksimal Rp5.000. Pulang pergi Rp10.000. Kalau dikali 30 hari dalam satu bulan itu hanya Rp300.000 atau 10% dari Upah Minimun Provinsi (UMP). Lumayan kan sisanya 20-30% buat pendidikan, tabungan dan sebagainya," tuturnya.

Selain itu, kata Andry, pihaknya juga tengah menggondok zonasi parkir mesin dan ERP yang rencanananya beroperasi pada 2019 berbarengan dengan operasional MRT, LRT dan BRT yang saling terintegrasi.

"Kalau itu sudah berjalan, pada 2019, kemacetan berkurang dan kecepatan rata-rata kendaraan bisa di atas 35 kilometer per jam," ujarnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9397 seconds (0.1#10.140)