DKI Jakarta Perlu Kebijakan Ekstrem Atasi Kemacetan
A
A
A
JAKARTA - Meningkatnya jumlah kendaraan secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir membuat lalu lintas Ibu Kota semakin padat dan berpotensi mengalami stagnasi. Diperlukan kebijakan ekstrem untuk mengatasi permasalahan ini.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Halim Pagarra mengatakan, dari hasil analisa Ditlantas Polda Metro Jaya menemukan peningkatan pembelian kendaraan dalam beberapa tahun ini tidak diimbangi dengan pertumbuhan jalan. Hal ini akan menimbulkan kemacetan di jalan-jalan Ibu Kota. "Kalau tidak ada kebijakan dan pengaturan yang baik maka jalan di Jakarta bisa stuck," katanya.
Menurut dia, peningkatan jumlah kendaraan menandakan peningkatan ekonomi di masyarakat. Namun, dampak negatifnya adalah menimbulkan kepadatan di jalan. Terkait kebijakan pemerintah mengenai mobil murah, kata dia, pihak kepolisian juga harus melakukan peningkatan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli. "Segala kemungkinannya kami sudah siap," tegasnya.
Jika tidak ada kebijakan yang ekstrem terhadap populasi kendaraan di Jakarta dan sekitarnya. Maka diperkirakan jalan-jalan Ibu Kota diprediksi mengalami kemacetan total pada 2022 mendatang. "Kalau melihat pertumbuhan kendaraan sekitar 1.000 unit perhari, maka kami prediksi bisa kurang dari itu (2022) jalan di Jakarta sudah stuck," tegasnya.
Menurut dia, pencegahan yang paling benar saat ini adalah mengeluarkan regulasi atau kebijakan ekstrem untuk melakukan pembatasan kendaraan pribadi baik roda dua dan empat. "Kalau hanya bicara tapi tidak mengeluarkan kebijakan yang bagus maka kemacetan bukannya berkurang tapi semakin parah," ujarnya.
Tidak hanya itu, kebijakan yang digulirkan juga jangan hanya sesaat penerapannya. Melainkan bisa berjalan hingga 5-10 tahun ke depan sehingga dampak yang dirasakan juga berlangsung lama. Di sisi lain, pihaknya juga tidak menyalahkan para produsen mobil yang menargetkan angka penjualan hingga 1 juta unit pertahun karena sampai saat ini belum ada regulasi yang melarang penjualan atau kepemilikan kendaraan.
Sampai saat ini, hanya pajak progresif yang dikenakan bagi pemilik kendaraan lebih dari satu. Meski dikenakan pajak lebih mahal, namun kebijakan itu tidak menyurutkan orang untuk menambah kendaraannya. "Maka, kami juga telah melakukan kajian kebijakan-kebijakan yang cukup ekstrem untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. Kajian ini juga melibatkan berbagai stake holder atau pemegang kebijakan sehingga, keputusan penerapan kebijakan tidak dilakukan secara sepihak," ujarnya.
Kebijakan lainnya adalah pembatasan kendaraan dengan Electronic Road Pricing (ERP). Namun, kebijakan ini masih menunggu keputusan dari Pemprov DKI Jakarta. "Saat ini, kami masih lakukan pembahasan kebijakan mana yang paling tepat untuk mengurangi kemacetan," tuturnya.
Sambil menunggu aturan ERP dijalankan, kata dia, Pemprov DKI Jakarta dan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya melakukan pembersihan parkir liar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Semua kebijakan Pemprov DKI merupakan solusi jangka panjang untuk mengurangi kemacetan. "Memang yang paling cocok adalah jalan berbayar," tegasnya.
Selain itu, pembenahan kendaraan umum juga terus dilakukan. Termasuk menambah jam operasional bus Transjakarta. Bahkan dalam waktu dekat, pihaknya juga akan membangun koridor baru. "Kami terus berupaya melakukan pembahasan solusi mengatasi kemacetan di Jakarta," tukasnya.
Berdasarkan data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Pada 2009, jumlah kendaraan bermotor mencapai 9.993.867. Jumlah ini meningkat 15% pada 2010 menjadi 11.362.396 kendaraan. Sementara pada 2013 jumlah kendaraan mencapai 15 juta unit lebih kendaraan beroperasi di Jakarta.
Jumlah ini belum ditambah dengan angkutan yang melintas dalam satu trayek yang menurut data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencapai 859.692 armada. Sedangkan, panjang jalan di Jakarta hanya 7.650 kilometer dan luas jalan 40,1 km atau 0,26% dari luas wilayah. Sedangkan pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01% per tahun.
Kasubdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Bu diyanto mengatakan, solusi yang saat ini dibutuhkan adalah bagaimana membatasi kendaraan yang melaju di jalan Ibu Kota. Menurut dia, peraturan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi merupakan sebuah kebijakan yang cukup efektif mengentaskan kemacetan. "Sudah saatnya pemerintah pusat harus segera menerapkan peraturan tersebut," tutur dia.
Kendati demikian, dia menilai sebelum dilakukan peraturan pembatasan kendaraan pribadi diperlukan sarana moda transportasi publik yang memadai seperti busway, subway, dan monorel.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Halim Pagarra mengatakan, dari hasil analisa Ditlantas Polda Metro Jaya menemukan peningkatan pembelian kendaraan dalam beberapa tahun ini tidak diimbangi dengan pertumbuhan jalan. Hal ini akan menimbulkan kemacetan di jalan-jalan Ibu Kota. "Kalau tidak ada kebijakan dan pengaturan yang baik maka jalan di Jakarta bisa stuck," katanya.
Menurut dia, peningkatan jumlah kendaraan menandakan peningkatan ekonomi di masyarakat. Namun, dampak negatifnya adalah menimbulkan kepadatan di jalan. Terkait kebijakan pemerintah mengenai mobil murah, kata dia, pihak kepolisian juga harus melakukan peningkatan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli. "Segala kemungkinannya kami sudah siap," tegasnya.
Jika tidak ada kebijakan yang ekstrem terhadap populasi kendaraan di Jakarta dan sekitarnya. Maka diperkirakan jalan-jalan Ibu Kota diprediksi mengalami kemacetan total pada 2022 mendatang. "Kalau melihat pertumbuhan kendaraan sekitar 1.000 unit perhari, maka kami prediksi bisa kurang dari itu (2022) jalan di Jakarta sudah stuck," tegasnya.
Menurut dia, pencegahan yang paling benar saat ini adalah mengeluarkan regulasi atau kebijakan ekstrem untuk melakukan pembatasan kendaraan pribadi baik roda dua dan empat. "Kalau hanya bicara tapi tidak mengeluarkan kebijakan yang bagus maka kemacetan bukannya berkurang tapi semakin parah," ujarnya.
Tidak hanya itu, kebijakan yang digulirkan juga jangan hanya sesaat penerapannya. Melainkan bisa berjalan hingga 5-10 tahun ke depan sehingga dampak yang dirasakan juga berlangsung lama. Di sisi lain, pihaknya juga tidak menyalahkan para produsen mobil yang menargetkan angka penjualan hingga 1 juta unit pertahun karena sampai saat ini belum ada regulasi yang melarang penjualan atau kepemilikan kendaraan.
Sampai saat ini, hanya pajak progresif yang dikenakan bagi pemilik kendaraan lebih dari satu. Meski dikenakan pajak lebih mahal, namun kebijakan itu tidak menyurutkan orang untuk menambah kendaraannya. "Maka, kami juga telah melakukan kajian kebijakan-kebijakan yang cukup ekstrem untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. Kajian ini juga melibatkan berbagai stake holder atau pemegang kebijakan sehingga, keputusan penerapan kebijakan tidak dilakukan secara sepihak," ujarnya.
Kebijakan lainnya adalah pembatasan kendaraan dengan Electronic Road Pricing (ERP). Namun, kebijakan ini masih menunggu keputusan dari Pemprov DKI Jakarta. "Saat ini, kami masih lakukan pembahasan kebijakan mana yang paling tepat untuk mengurangi kemacetan," tuturnya.
Sambil menunggu aturan ERP dijalankan, kata dia, Pemprov DKI Jakarta dan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya melakukan pembersihan parkir liar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Semua kebijakan Pemprov DKI merupakan solusi jangka panjang untuk mengurangi kemacetan. "Memang yang paling cocok adalah jalan berbayar," tegasnya.
Selain itu, pembenahan kendaraan umum juga terus dilakukan. Termasuk menambah jam operasional bus Transjakarta. Bahkan dalam waktu dekat, pihaknya juga akan membangun koridor baru. "Kami terus berupaya melakukan pembahasan solusi mengatasi kemacetan di Jakarta," tukasnya.
Berdasarkan data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Pada 2009, jumlah kendaraan bermotor mencapai 9.993.867. Jumlah ini meningkat 15% pada 2010 menjadi 11.362.396 kendaraan. Sementara pada 2013 jumlah kendaraan mencapai 15 juta unit lebih kendaraan beroperasi di Jakarta.
Jumlah ini belum ditambah dengan angkutan yang melintas dalam satu trayek yang menurut data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencapai 859.692 armada. Sedangkan, panjang jalan di Jakarta hanya 7.650 kilometer dan luas jalan 40,1 km atau 0,26% dari luas wilayah. Sedangkan pertumbuhan panjang jalan hanya 0,01% per tahun.
Kasubdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Bu diyanto mengatakan, solusi yang saat ini dibutuhkan adalah bagaimana membatasi kendaraan yang melaju di jalan Ibu Kota. Menurut dia, peraturan pembatasan penggunaan kendaraan pribadi merupakan sebuah kebijakan yang cukup efektif mengentaskan kemacetan. "Sudah saatnya pemerintah pusat harus segera menerapkan peraturan tersebut," tutur dia.
Kendati demikian, dia menilai sebelum dilakukan peraturan pembatasan kendaraan pribadi diperlukan sarana moda transportasi publik yang memadai seperti busway, subway, dan monorel.
(amm)