Sungai Cisadane, Potensi Wisata yang Mendunia di Tangerang
A
A
A
TANGERANG - Sungai Cisadane memiliki segudang potensi wisata dunia. Sungai besar di Tatar Pasundan ini bisa disejajarkan dengan Sungai Seine, Prancis, dan Sungai Thames di Kota London.
Sungai Cisadane memiliki panjang sekitar 126 Km, dan pada bagian hilirnya cukup lebar, di abad ke-16 sungai ini dapat dilayari oleh kapal kecil itu, dan merupakan primadona bagi perdagangan rempah-rempah.
Bahkan, hingga tahun 1990-an, sungai ini masih menjadi akses utama pengiriman bambu dari Bogor ke Tangerang. Hingga kini, Cisadane masih menjadi denyut ekonomi penghidupan warga Tangerang.
Dengan adanya Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) di Kota Tangerang, Sungai Cisadane bisa menjadi tempat singgah pertama bagi para turis asing yang ingin plesiran ke daerah lain di Indonesia. Pemandangan alami petani pencari cacing menggunakan perahu kayu kecil, dan warga sekitar yang berjajar rapi di pinggir sungai memancing ikan bermandikan cahaya matahari, menjadi daya tariknya.
Belum lagi upacara pengajian dan tari cokek masyarakat China peranakan yang hidup di pesisir sungai pada waktu-waktu tertentu, akan menjadi pertunjukan seni dan budaya eksotik bagi wisatawan.
Seperti diungkapkan Kabid Pariwisata Disbudpar Pemerintah Kota Tangerang Rizal Ridolloh. Menurutnya, Sungai Cisadane yang bermuara ke laut Jawa memiliki potensi wisata kelas dunia. "Sungai Cisadane juga merupakan sumber kehidupan warga Tangerang Raya," kata Rizal, saat pagelaran coffee morning dengan KORAN SINDO, bertajuk Menggali Potensi Sungai Cisadane, Minggu lalu.
Tidak hanya mengandalkan potensi alami yang dimiliki Sungai Cisadane. Untuk menggenjot kunjungan wisman ke sungai yang hulunya berada di lereng Gunung Pangrango ini, juga ada wisata tematik. "Kami sudah membuat kegiatan rutin yang go internasional, yaitu Festival Cisadane, sejak 1995 hingga kini. Kami juga membuat beberapa spot berfoto bagi para pengunjung di pinggir sungai," jelasnya.
Bagi para pelancong Cisadane yang ingin berwisata kuliner, saat ini sudah mulai berdiri rumah makan atau cafe di sepanjang bantaran sungai, dan yang ada di kawasan Pasar Lama Kota Tangerang.
Di sepanjang sungai ini, juga ada wisata religi yang sudah masuk cagar budaya, seperti masjid Kali Pasir yang berusia ratusan tahun. Masjid ini konon menjadi penyebaran agama Islam di Tangerang.
Kemudian ada vihara Bon Tek Bio yang juga telah berusia ratusan tahun. Kedua rumah ibadah ini, merupakan bentuk asimilasi budaya Cina dan Islam, yang menjadi akar budaya warga Tangerang.
Lalu ada kampung berkelir. Kampung ini merupakan pemukiman warga yang disulap menjadi kampung warna-warni, yang melibatkan para pelukis jalanan ternama di dunia, menjadi sangat cantik.
"Ke depan, kami akan mengembangkan transportasi air di Sungai Cisadane, sebagai transportasi massal andalan di Kota Tangerang, yang masih dalam kajian terus-menerus kami," ungkap Rizal.
Rizal mengungkapkan, potensi Sungai Cisadane yang sangat besar masih belum digali secara maksimal. Pengembangannya pun diakui banyak menemui tantangan pemerintah daerah yang dilintasi sungai tersebut.
"Pengembangan Sungai Cisadane menjadi wisata dunia ini terkendala administrasi, karena pengelolaannya melibatkan banyak institusi pemerintah, dari Bogor, sampai ke Tangerang Raya," sambung Rizal lagi.
Meski demikian, tantangan itu menurutnya bukan kendala untuk bisa mengembalikan peran Sungai Cisadane sebagai primadona dunia pada masa silam, pada waktu sekarang ini, jika dilakukan dengan niat yang baik.
Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah menambahkan, sebagai wisata kelas dunia, kualitas air Sungai Cisadane tetap terjaga sehingga bermanfaat untuk khalayak. "Pelestarian Sungai Cisadane tidak hanya untuk menjaga mutu kualitas air yang merupakan air baku utama warga Tangerang. Tetapi, juga dengan penurapan pada bantaran sungainya," ungkapnya.
Sejumlah penghijauan dan taman tematik disepanjang sungai pun mulai dibuat. Seperti taman nobar, taman air mancur, lapangan futsal, land mark kota seperti benteng, meriam, dan flying deck.
Bahkan, saat malam hari pun penataan dilakukan agar Cisadane tetap menarik dikunjungi di malam hari, seperti dengan memasang lampu-lampu pada sisi bawah turap sungai, sehingga terlihat cantik. "Sungai Cisadane telah menjadi potensi wisata dunia di Kota Tangerang. Maka itu, penataan akan terus dilakukan ditahun ini, karena proses penurapan oleh pihak kementerian kembali dikerjakan," jelasnya.
Selain menjadi pusat pariwisata, Sungai Cisadane yang bermuara di Tanjung Burung, juga menjadi pusat irigasi, pengendali banjir, dan penyedia air bersih paling utama bagi warga Tangerang.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang Sumarya. Pemanfaatan Sungai Cisadane, menjadi penyedia air bersih, mulai dilakukan sejak tahun 1930-an oleh Hindia Belanda.
Dimulai dengan dibangunnya pintu air 10 yang sangat kokoh. Bangunan ini masih berdiri hingga sekarang dan menjadi salah satu pemandangan yang sangat cantik, terutama setelah matahari terbenam."Air adalah sumber kebutuhan pokok manusia, selain udara. Sebanyak 200.000 warga Tangerang, menggantungkan hidupnya dari Sungai Cisadane dan sudah go internasional," sambung Sumarya.
Para turis asing yang datang ke Indonesia dari Bandara Soetta, tanpa sadar, ketika pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka, mereka memakai air Cisadane yang sudah dikelola jadi air bersih oleh PDAM.
"Jadi, jangan salah. Air Sungai Cisadane sebenarnya sudah go internasional, dan sudah banyak dipuji oleh turis asing yang datang ke Bandara Soetta, karena sangat bersih digunakan," ungkap Sumarya.
Pada tahun 1960-an, sebelum ada PDAM Tirta Benteng, air Sungai Cisadane juga terkenal dengan bersihnya. Bahkan, banyak warga sekitar yang memakai air sungai itu untuk langsung diminum. "Artinya, Sungai Cisadane memang layak menjadi tempat wisata dunia, karena sejarahnya yang panjang. Sungai ini merupakan sumber kehidupan masyarakat Tangerang yang harus dijaga," ucapnya.
Sungai Cisadane memiliki panjang sekitar 126 Km, dan pada bagian hilirnya cukup lebar, di abad ke-16 sungai ini dapat dilayari oleh kapal kecil itu, dan merupakan primadona bagi perdagangan rempah-rempah.
Bahkan, hingga tahun 1990-an, sungai ini masih menjadi akses utama pengiriman bambu dari Bogor ke Tangerang. Hingga kini, Cisadane masih menjadi denyut ekonomi penghidupan warga Tangerang.
Dengan adanya Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) di Kota Tangerang, Sungai Cisadane bisa menjadi tempat singgah pertama bagi para turis asing yang ingin plesiran ke daerah lain di Indonesia. Pemandangan alami petani pencari cacing menggunakan perahu kayu kecil, dan warga sekitar yang berjajar rapi di pinggir sungai memancing ikan bermandikan cahaya matahari, menjadi daya tariknya.
Belum lagi upacara pengajian dan tari cokek masyarakat China peranakan yang hidup di pesisir sungai pada waktu-waktu tertentu, akan menjadi pertunjukan seni dan budaya eksotik bagi wisatawan.
Seperti diungkapkan Kabid Pariwisata Disbudpar Pemerintah Kota Tangerang Rizal Ridolloh. Menurutnya, Sungai Cisadane yang bermuara ke laut Jawa memiliki potensi wisata kelas dunia. "Sungai Cisadane juga merupakan sumber kehidupan warga Tangerang Raya," kata Rizal, saat pagelaran coffee morning dengan KORAN SINDO, bertajuk Menggali Potensi Sungai Cisadane, Minggu lalu.
Tidak hanya mengandalkan potensi alami yang dimiliki Sungai Cisadane. Untuk menggenjot kunjungan wisman ke sungai yang hulunya berada di lereng Gunung Pangrango ini, juga ada wisata tematik. "Kami sudah membuat kegiatan rutin yang go internasional, yaitu Festival Cisadane, sejak 1995 hingga kini. Kami juga membuat beberapa spot berfoto bagi para pengunjung di pinggir sungai," jelasnya.
Bagi para pelancong Cisadane yang ingin berwisata kuliner, saat ini sudah mulai berdiri rumah makan atau cafe di sepanjang bantaran sungai, dan yang ada di kawasan Pasar Lama Kota Tangerang.
Di sepanjang sungai ini, juga ada wisata religi yang sudah masuk cagar budaya, seperti masjid Kali Pasir yang berusia ratusan tahun. Masjid ini konon menjadi penyebaran agama Islam di Tangerang.
Kemudian ada vihara Bon Tek Bio yang juga telah berusia ratusan tahun. Kedua rumah ibadah ini, merupakan bentuk asimilasi budaya Cina dan Islam, yang menjadi akar budaya warga Tangerang.
Lalu ada kampung berkelir. Kampung ini merupakan pemukiman warga yang disulap menjadi kampung warna-warni, yang melibatkan para pelukis jalanan ternama di dunia, menjadi sangat cantik.
"Ke depan, kami akan mengembangkan transportasi air di Sungai Cisadane, sebagai transportasi massal andalan di Kota Tangerang, yang masih dalam kajian terus-menerus kami," ungkap Rizal.
Rizal mengungkapkan, potensi Sungai Cisadane yang sangat besar masih belum digali secara maksimal. Pengembangannya pun diakui banyak menemui tantangan pemerintah daerah yang dilintasi sungai tersebut.
"Pengembangan Sungai Cisadane menjadi wisata dunia ini terkendala administrasi, karena pengelolaannya melibatkan banyak institusi pemerintah, dari Bogor, sampai ke Tangerang Raya," sambung Rizal lagi.
Meski demikian, tantangan itu menurutnya bukan kendala untuk bisa mengembalikan peran Sungai Cisadane sebagai primadona dunia pada masa silam, pada waktu sekarang ini, jika dilakukan dengan niat yang baik.
Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah menambahkan, sebagai wisata kelas dunia, kualitas air Sungai Cisadane tetap terjaga sehingga bermanfaat untuk khalayak. "Pelestarian Sungai Cisadane tidak hanya untuk menjaga mutu kualitas air yang merupakan air baku utama warga Tangerang. Tetapi, juga dengan penurapan pada bantaran sungainya," ungkapnya.
Sejumlah penghijauan dan taman tematik disepanjang sungai pun mulai dibuat. Seperti taman nobar, taman air mancur, lapangan futsal, land mark kota seperti benteng, meriam, dan flying deck.
Bahkan, saat malam hari pun penataan dilakukan agar Cisadane tetap menarik dikunjungi di malam hari, seperti dengan memasang lampu-lampu pada sisi bawah turap sungai, sehingga terlihat cantik. "Sungai Cisadane telah menjadi potensi wisata dunia di Kota Tangerang. Maka itu, penataan akan terus dilakukan ditahun ini, karena proses penurapan oleh pihak kementerian kembali dikerjakan," jelasnya.
Selain menjadi pusat pariwisata, Sungai Cisadane yang bermuara di Tanjung Burung, juga menjadi pusat irigasi, pengendali banjir, dan penyedia air bersih paling utama bagi warga Tangerang.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang Sumarya. Pemanfaatan Sungai Cisadane, menjadi penyedia air bersih, mulai dilakukan sejak tahun 1930-an oleh Hindia Belanda.
Dimulai dengan dibangunnya pintu air 10 yang sangat kokoh. Bangunan ini masih berdiri hingga sekarang dan menjadi salah satu pemandangan yang sangat cantik, terutama setelah matahari terbenam."Air adalah sumber kebutuhan pokok manusia, selain udara. Sebanyak 200.000 warga Tangerang, menggantungkan hidupnya dari Sungai Cisadane dan sudah go internasional," sambung Sumarya.
Para turis asing yang datang ke Indonesia dari Bandara Soetta, tanpa sadar, ketika pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka, mereka memakai air Cisadane yang sudah dikelola jadi air bersih oleh PDAM.
"Jadi, jangan salah. Air Sungai Cisadane sebenarnya sudah go internasional, dan sudah banyak dipuji oleh turis asing yang datang ke Bandara Soetta, karena sangat bersih digunakan," ungkap Sumarya.
Pada tahun 1960-an, sebelum ada PDAM Tirta Benteng, air Sungai Cisadane juga terkenal dengan bersihnya. Bahkan, banyak warga sekitar yang memakai air sungai itu untuk langsung diminum. "Artinya, Sungai Cisadane memang layak menjadi tempat wisata dunia, karena sejarahnya yang panjang. Sungai ini merupakan sumber kehidupan masyarakat Tangerang yang harus dijaga," ucapnya.
(whb)