Kesadaran Lalu Lintas Warga DKI Jakarta Menurun

Kamis, 16 November 2017 - 09:43 WIB
Kesadaran Lalu Lintas Warga DKI Jakarta Menurun
Kesadaran Lalu Lintas Warga DKI Jakarta Menurun
A A A
JAKARTA - Disiplin berlalu lintas masyarakat Jakarta dan sekitarnya semakin hari semakin memprihatinkan. Kondisi ini tampak dengan semakin banyaknya pelanggaran lalu lintas, baik roda dua maupun roda empat.

Berdasar hasil data Operasi Zebra yang digelar selama 14 hari, yakni dari 1 November hingga 14 November, Polda Metro Jaya mendapatkan 136.142 pelanggaran. Jumlah kendaraan yang di tilang tersebut naik 32% bila dibandingkan dengan 2016 lalu yang hanya berjumlah 102.835 pelanggar.

Fakta tersebut menunjukkan kesadaran warga Ibu Kota untuk mematuhi aturan lalu lintas masih jauh dari harapan. Pada hal kondisi tersebut bukan hanya menjadi pemicu kesemrawutan jalan dan kemacetan lalu lintas, tapi juga memicu kecelakaan. Untuk mengatasi persoalan tersebut, sejumlah pemerhati lalu lintas meminta polisi tegas menegakkan aturan lalu lintas dan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat.

“Banyaknya kecelakaan dan pelanggaran di jalan Ibu Kota karena banyaknya pengguna jalan yang kurang sadar akan tertib berlalu lintas,” ujar Direktur Lalu lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Halim Pagarra di Jakarta kemarin. Dia menuturkan, jenis pelanggaran yang dilakukan peng guna jalan bermacam-macam.

Pelanggaran yang dilakukan pengendara motor, misalnya, antara lain terkait dengan kelengkapan kendaraan seperti helm, surat-surat, dan lampu kendaraan. “Banyak juga pengendara sepeda motor yang bertindak ugal-ugalan di jalan seperti melawan arus dan lainnya. Kalau sudah ugal-ugalan akan sangat mengganggu pengendara lain,” katanya.

Kepolisian, menurut dia, tidak berhenti meningkatkan kesadaran masyarakat, termasuk dengan melakukan langkah proaktif mendekati komunitas-komunitas yang menaungi para pengendara sepeda motor.

Selain itu pihaknya juga telah bekerja sama dengan pemerintah untuk memasukkan pelajaran lalu lintas dalam kurikulum setiap pelajaran. “Jadi kami sudah menyentuh seluruh kalangan,” tandas dia.

Sementara itu Kasubdit BinGakum Ditlantas Polda Metro jaya AKBP Budiyanto memaparkan, di antara berbagai jenis pelanggaran yang terjadi, pelanggaran paling sering di lakukan sepeda motor adalah melawan arus dengan jumlah kasus 18.246 pelanggaran.

Selanjutnya pelanggaran rambu berhenti dan parkir sebanyak 15.196 kendaraan serta melanggar marka berhenti berjumlah 12.602 kendaraan. Adapun jenis pelanggaran mobil dan kendaraan khusus terbanyak adalah berhenti dan parkir se banyak 10.828 kendaraan, melanggar marka berhenti 9.252 kendaraan, dan kelebihan muatan sebanyak 4.271.

Sebagai barang bukti atas pelanggaran yang terjadi, polisi menyita 61.477 SIM, 74.039 STNK, dan 626 kendaraan. “Sedangkan wilayah yang paling banyak dilakukan penilangan adalah Jakarta Timur dengan jumlah 18.125 kendaraan, disusul Jakarta Barat dengan 17.780 kendaraan,” ujar Budiyanto.

Sementara itu tren atas pelanggaran lalu lintas di wilayah Kabupaten Bogor mengalami penurunan. Data Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polres Bogor mencatat ada 19.247 kendaraan baik roda dua maupun roda empat atau lebih terjaring Operasi Zebra Lodaya yang digelar di sejumlah titik ruas jalan raya Kabupaten Bogor selama 14 hari.

Jalan Kian Semrawut dan Macet
Ketua Forum Warga Kota Jakarta Azas Tigor Nainggolan memprihatinkan minimnya kesadaran masyarakat pengguna jalan raya. Pasalnya perilaku mereka membuat jalan Ibu Kota kian semrawut dan menjadikan kemacetan semakin parah.

“Kita bisa lihat di beberapa jalan, terkadang banyak pengendara yang asal potong sehingga membuat pengemudi lain celaka,” katanya.

Minimnya kesadaran ini juga bisa dilihat dengan banyak nya median jalan yang dijadikan parkir, padahal sudah ada tanda larangan parkir. Apa lagi kalau sudah tidak bisa jalan atau macet, mereka langsung menyalahkan polisi atau pemegang kebijakan lainnya.

“Kalau sudah macet pasti menyalahkan polisi, padahal mereka juga harusnya bisa berpikir bahwa kesalahan juga ada pada mereka,” tegasnya. Tigor lantas menuturkan, selain karena rendahnya kesadaran masyarakat, kondisi demikian juga terjadi akibat kurangnya tindakan tegas dari polisi. Selain itu pendidikan memengaruhi perilaku di jalan raya.

Dia mencontohkan, banyak anak kecil yang mengendarai sepeda motor, padahal tidak memiliki SIM. “Kalau begini orang tua memegang peranan penting,” tegasnya. Adapun pakar infrastruktur transportasi Universitas Pancasila (UP) Herawati Zetha Rahman menilai, masih banyaknya pengendara yang melanggar lalu lintas disebabkan faktor kebiasaan.

Artinya pengendara belum punya kesadaran cukup untuk tertib berlalu lintas. “Kenapa? Karena mereka melihat contoh yang tidak bagus juga dari sejumlah kendaraan berpelat (dinas) yang selonong boy,” katanya. Dengan demikian masyarakat cenderung meniru apa yang mereka saksikan dijalanan.

Dan ini secara sadar mereka ikuti dan menganggap sebagai hal benar seperti yang dilakukan beberapa kendaraan berpelat dinas tersebut. “Mereka copy paste apa yang mereka lihat. Di atasnya ada contoh seperti itu ya otomatis mereka melakukan hal yang sama juga,” ucapnya.

Menurutnya sosialisasiakan efektif jika dibarengi dengan contoh yang baik dari aparat dan pejabat publik. Karena bagaimanapun pejabat adalah role model dan cerminan bagi masyarakat. Karena itu tidak mengherankan jika cerminan kurang bagus akan diikuti pula oleh masyarakat umum. “Kurang efektif jika hanya sosialisasi saja.

Coba dibarengi dengan penegakan hukum yang tegas dan sesuai aturan. Jika memang dilakukan tegas dengan tindak denda tinggi, pengendara akan berpikir ulang untuk melakukan pelanggaran,” katanya. Di sisi lain, untuk pencegahan pelanggaran bisa dilakukan dengan mendidik kedisiplinan sejak kecil.

Dengan demikian ketertiban berlalu lintas pun bisa terwujud. “Kalau sekarang efektifnya ya kerja sama dengan komunitas. Intinya pelang garan masih terjadi karena efek jera yang dirasakan kurang mengena. Coba kalau efek jeranya dirasa memberatkan, pasti mereka mau tidak mau akan tertib berlalu lintas,” sebutnya.

Instruktur safety driving & defensive driving Wiko Budianto juga melihat faktor kebiasaan menjadi penyebab tingginya pelanggaran lalu lintas. Menurut dia, pola kebiasaan membentuk sifat yang membuat kita menjadi worst driver. Misalnya tidak mau memberi jalan kepada pengguna jalan lain, tetapi justru lebih ngebut, orang mau menyeberang malah diklakson, hanya memberi jarak atau ruang sangat terbatas kepada kendaraan lain yang akan berbelok.

“Itu semua bentuk egoisme. Jangan-jangan ada yang keliru dalam pola pendidikan di keluarga bersangkutan,“ kata Wiko. Karena itu dia berharap kebiasaan tertib dan menghormati orang lain benar-benar dibangun dari lingkungan keluarga. Apabila itu diterapkan dengan baik, hasilnya akan tampak nyata dalam perbaikan budaya berlalu lintas masyarakat Indonesia.

Wiko Budianto mengingatkan agar pengemudi pemula benar-benar digembleng sebelum mendapatkan surat izin mengemudi (SIM) hingga menguasai semua teknik ber ken - dara dan regulasi dengan baik, termasuk defensive driving/ riding dan safety driving.

“Calon pengemudi pemula jarang di ajari cara pandang seperti me lihat jauh kedepan, mendapatkan gambaran yang luas, tetap pantau sekitar baik di dalam maupun luar kendaraan, sediakan ruang gerak dan pastikan kita terlihat.

Dia menekankan, saatnya sekolah mengemudi mengubah paradigma dari hanya mengajarkan cara mengemudi menjadi cara berkendara. Kelas teori dan simulasi sangat per lu sebelum praktik. Kepolisian pun selayaknya benar-benar menguji teori dan praktik seorang calon pengemudi pemula dan apabila tidak lulus harus kembali ke sekolah mengemudi. (Helmi Syarif/Ratna Purnama/Haryudi/Ananda Nararya/Hermansah)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7921 seconds (0.1#10.140)