Tarif Angkutan di Jakarta Dirancang Rp5.000
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta tengah merancang tarif angkutan umum murah. Melalui program Ok Otrip, tarif dipatok Rp5.000 per sekali perjalanan menggunakan bus satu ke bus lain untuk mencapai tujuan hingga permukiman. Misalnya dari rumah menggunakan angkutan umum, kemudian berpindah ke bus Transjakarta menuju tempat kerjanya, dia hanya membayar Rp5.000.
Begitu pun ketika pulang kerja, dia kembali mengeluarkan Rp5.000 bila menggunakan angkutan umum yang sama. Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Masdes Aerofi mengatakan, untuk merealisasikan tarif murah tentunya operator eksisting akan dirangkul.
Mereka yang bergabung dengan PT Transportasi Jakarta akan diberikan subsidi oleh Pemprov DKI melalui sistem rupiah per kilometer. Saat revitalisasi angkutan umum yang telah diterapkan pada bus sedang jenis Kopaja dan Metromini, operator bus terkendala biaya uang muka yang dinilai memberatkan meski sudah diturunkan dari Rp150 juta menjadi Rp75 juta.
“Diskusi dengan Pak Wagub (Sandiaga Uno), beliau meminta pemberdayaan harus dilakukan pada kelompok usaha angkutan menengah ke bawah seperti Kopaja, Metromini, dan bus kecil. Rencananya PT Transjakarta bakal memediasi pengusaha dengan perusahaan iklan sehingga ada subsidi kepemilikan armada mengingat Ok Otrip harus dibarengi peremajaan angkutan,” ujar Masdes di Balai Kota DKI, Jakarta.
Adapun subsidi pengguna Ok Otrip yang diberikan PT Transportasi Jakarta, menurut dia, hal itu belum ada hitungannya. Pada 2018 PT Transjakarta mengusulkan subsidi Rp3,3 triliun lebih besar dari subsidi tahun ini sebesar Rp2,8 triliun. Besaran Rp3,3 triliun mencakup 3.125 bus dengan target penumpangnya mencapai 500.000 per hari.
Jika tarif Rp5.000 sekali perjalanan diberlakukan, dia yakin subsidi tidak akan membengkak lantaran PT Transportasi Jakarta memiliki pungutan tarif dan penggunaan aset halte atau jembatan penyeberangan orang (JPO) yang bisa menjadi pendanaan dari iklan.
“Sesuai peraturan gubernur, kami memberikan waktu 12 bulan agar operator eksisting mau bergabung. Kalau terus menunggu, ya sampai lima tahun enggak selesai. Kami mohon maaf apabila dalam waktu 12 bulan tidak bergabung, kami akan meninggalkannya dengan pengadaan bus sendiri oleh PT Transportasi Jakarta,” ungkapnya.
Menurut Masdes, setidaknya ditargetkan seluruh integrasi moda angkutan jalan hingga permukiman dapat selesai pada tahun ketiga kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan wakilnya, Sandiaga Uno.
“Program ini tidak bisa 1-2 bulan. Ok Otrip butuh armada sedikitnya 9.000-10.000 unit.
Sekarang baru sekitar 2.000. Trayek juga harus disesuaikan,” katanya.
Sambil menunggu kerja sama dengan operator eksisting, Dishub tengah melakukan restrukturisasi trayek yang berhimpit atau tumpang tindih atau beroperasi pada kelas jalan utama di atas 30%.
Angkutan yang trayeknya berhimpit dengan bus rapid transit (BRT), bus sedang, atau sesama bus kecil dan tidak sesuai kelas jalan akan dicabut izin trayeknya, kemudian di-rerouting atau dipindahkan untuk melayani kelas jalan yang lebih rendah sesuai struktur trayek bus kecil sebagai angkutan pengumpan.
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengaku siap menyambut program Ok Otrip demi melayani perjalanan penumpang, apalagi dalam Standar Pelayanan Minimum (SPM) perihal fasilitas pendingin angkutan umum harus dilakukan Februari 2018.
“Kami tinggal tunggu hasil rerouting trayek yang telah kami kerjakan bersama Dishub. Kami akan luncurkan sampel bus kecil yang layak menjadi angkutan dan menyentuh hingga permukiman,” ujarnya.
Untuk membantu terwujudnya Ok Otrip, Organda peduli dalam peningkatan kualitas layanan bukan kuantitas jumlah penumpang seperti yang dilakukan sebelumnya di mana bus harus nyaman, aman, cepat, dan terjangkau.
Terpenting, PT Transportasi Jakarta mengedepankan keterbukaan terhadap kerja sama angkutan umum. Jangan sampai revitalisasi angkutan umum terganjal oleh minimnya keterbukaan dan sifat arogansi penguasa dalam menyelenggarakan transportasi di Ibu Kota.
“Kalau dulu kan bus sedang harganya Rp600 jutaan. Keterbukaan pemerintah daerah melalui PT Transjakarta dengan Organda tidak ada. Direksi PT Transjakarta arogansi dan akhirnya banyak bus Kopaja yang sudah bekerja sama pontang-panting karena enggak ada kejelasan.
Direksi PT Transjakarta bukan merangkul malah mematikan. Anggota Kopaja itu UKM,” tandasnya.
Anggota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Izzul Waro mengatakan, Perda No 5 Tahun 2014 mengamanatkan pengguna angkutan umum semakin bertambah hingga target penumpang mencapai 1 juta per hari pada 2017.
Target penumpang adalah pengendara kendaraan pribadi. Sayangnya hingga akhir 2016 kenaikan jumlah penumpang hanya 6% dari tahun lalu, padahal selain mendatangkan ratusan bus Pemprov DKI juga mendapatkan bantuan 678 bus dari pemerintah pusat.
“Penambahan bus sejak empat tahun terakhir hampir 100%, tapi kok jumlah penumpang hanya 400.000 per hari. Angka itu pernah terjadi 3-4 tahun lalu. Idealnya bisa 600.000 per hari. Berarti ada yang salah kalau tidak sebanding,” ucapnya.
Dia menilai gagalnya revitalisasi angkutan umum di Jakarta di bawah kepemimpinan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akibat pendekatan yang dilakukannya adalah pendekatan proyek penambahan bus dan jalan, sedangkan pendekatan SDM yang menjadi ujung tombak pelayanan tidak terlihat.
Untuk itu, dia menyarankan Pemprov DKI di bawah Anies-Sandi menggunakan pendekatan SDM melalui komunikasi dan rekayasa perbankan untuk merangkul operator eksisting sebagai integrasi bus Transjakarta ke permukiman warga.
Dengan begitu, operator eksisting seperti Metromini bisa segera terintegrasi melayani penumpang Transjakarta hingga permukiman. Bukan dengan mengambil trayeknya seperti yang terjadi saat ini. Kemudian pendukung lainnya, perbaikan angkutan umum dengan membatasi kendaraan sekaligus mengintegrasikan satu tiket antarmoda transportasi. (Bima Setiyadi)
Begitu pun ketika pulang kerja, dia kembali mengeluarkan Rp5.000 bila menggunakan angkutan umum yang sama. Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan DKI Jakarta Masdes Aerofi mengatakan, untuk merealisasikan tarif murah tentunya operator eksisting akan dirangkul.
Mereka yang bergabung dengan PT Transportasi Jakarta akan diberikan subsidi oleh Pemprov DKI melalui sistem rupiah per kilometer. Saat revitalisasi angkutan umum yang telah diterapkan pada bus sedang jenis Kopaja dan Metromini, operator bus terkendala biaya uang muka yang dinilai memberatkan meski sudah diturunkan dari Rp150 juta menjadi Rp75 juta.
“Diskusi dengan Pak Wagub (Sandiaga Uno), beliau meminta pemberdayaan harus dilakukan pada kelompok usaha angkutan menengah ke bawah seperti Kopaja, Metromini, dan bus kecil. Rencananya PT Transjakarta bakal memediasi pengusaha dengan perusahaan iklan sehingga ada subsidi kepemilikan armada mengingat Ok Otrip harus dibarengi peremajaan angkutan,” ujar Masdes di Balai Kota DKI, Jakarta.
Adapun subsidi pengguna Ok Otrip yang diberikan PT Transportasi Jakarta, menurut dia, hal itu belum ada hitungannya. Pada 2018 PT Transjakarta mengusulkan subsidi Rp3,3 triliun lebih besar dari subsidi tahun ini sebesar Rp2,8 triliun. Besaran Rp3,3 triliun mencakup 3.125 bus dengan target penumpangnya mencapai 500.000 per hari.
Jika tarif Rp5.000 sekali perjalanan diberlakukan, dia yakin subsidi tidak akan membengkak lantaran PT Transportasi Jakarta memiliki pungutan tarif dan penggunaan aset halte atau jembatan penyeberangan orang (JPO) yang bisa menjadi pendanaan dari iklan.
“Sesuai peraturan gubernur, kami memberikan waktu 12 bulan agar operator eksisting mau bergabung. Kalau terus menunggu, ya sampai lima tahun enggak selesai. Kami mohon maaf apabila dalam waktu 12 bulan tidak bergabung, kami akan meninggalkannya dengan pengadaan bus sendiri oleh PT Transportasi Jakarta,” ungkapnya.
Menurut Masdes, setidaknya ditargetkan seluruh integrasi moda angkutan jalan hingga permukiman dapat selesai pada tahun ketiga kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan wakilnya, Sandiaga Uno.
“Program ini tidak bisa 1-2 bulan. Ok Otrip butuh armada sedikitnya 9.000-10.000 unit.
Sekarang baru sekitar 2.000. Trayek juga harus disesuaikan,” katanya.
Sambil menunggu kerja sama dengan operator eksisting, Dishub tengah melakukan restrukturisasi trayek yang berhimpit atau tumpang tindih atau beroperasi pada kelas jalan utama di atas 30%.
Angkutan yang trayeknya berhimpit dengan bus rapid transit (BRT), bus sedang, atau sesama bus kecil dan tidak sesuai kelas jalan akan dicabut izin trayeknya, kemudian di-rerouting atau dipindahkan untuk melayani kelas jalan yang lebih rendah sesuai struktur trayek bus kecil sebagai angkutan pengumpan.
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengaku siap menyambut program Ok Otrip demi melayani perjalanan penumpang, apalagi dalam Standar Pelayanan Minimum (SPM) perihal fasilitas pendingin angkutan umum harus dilakukan Februari 2018.
“Kami tinggal tunggu hasil rerouting trayek yang telah kami kerjakan bersama Dishub. Kami akan luncurkan sampel bus kecil yang layak menjadi angkutan dan menyentuh hingga permukiman,” ujarnya.
Untuk membantu terwujudnya Ok Otrip, Organda peduli dalam peningkatan kualitas layanan bukan kuantitas jumlah penumpang seperti yang dilakukan sebelumnya di mana bus harus nyaman, aman, cepat, dan terjangkau.
Terpenting, PT Transportasi Jakarta mengedepankan keterbukaan terhadap kerja sama angkutan umum. Jangan sampai revitalisasi angkutan umum terganjal oleh minimnya keterbukaan dan sifat arogansi penguasa dalam menyelenggarakan transportasi di Ibu Kota.
“Kalau dulu kan bus sedang harganya Rp600 jutaan. Keterbukaan pemerintah daerah melalui PT Transjakarta dengan Organda tidak ada. Direksi PT Transjakarta arogansi dan akhirnya banyak bus Kopaja yang sudah bekerja sama pontang-panting karena enggak ada kejelasan.
Direksi PT Transjakarta bukan merangkul malah mematikan. Anggota Kopaja itu UKM,” tandasnya.
Anggota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Izzul Waro mengatakan, Perda No 5 Tahun 2014 mengamanatkan pengguna angkutan umum semakin bertambah hingga target penumpang mencapai 1 juta per hari pada 2017.
Target penumpang adalah pengendara kendaraan pribadi. Sayangnya hingga akhir 2016 kenaikan jumlah penumpang hanya 6% dari tahun lalu, padahal selain mendatangkan ratusan bus Pemprov DKI juga mendapatkan bantuan 678 bus dari pemerintah pusat.
“Penambahan bus sejak empat tahun terakhir hampir 100%, tapi kok jumlah penumpang hanya 400.000 per hari. Angka itu pernah terjadi 3-4 tahun lalu. Idealnya bisa 600.000 per hari. Berarti ada yang salah kalau tidak sebanding,” ucapnya.
Dia menilai gagalnya revitalisasi angkutan umum di Jakarta di bawah kepemimpinan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akibat pendekatan yang dilakukannya adalah pendekatan proyek penambahan bus dan jalan, sedangkan pendekatan SDM yang menjadi ujung tombak pelayanan tidak terlihat.
Untuk itu, dia menyarankan Pemprov DKI di bawah Anies-Sandi menggunakan pendekatan SDM melalui komunikasi dan rekayasa perbankan untuk merangkul operator eksisting sebagai integrasi bus Transjakarta ke permukiman warga.
Dengan begitu, operator eksisting seperti Metromini bisa segera terintegrasi melayani penumpang Transjakarta hingga permukiman. Bukan dengan mengambil trayeknya seperti yang terjadi saat ini. Kemudian pendukung lainnya, perbaikan angkutan umum dengan membatasi kendaraan sekaligus mengintegrasikan satu tiket antarmoda transportasi. (Bima Setiyadi)
(nfl)