Organda DKI: Pembatalan 14 Poin Aturan Angkutan Online Rusak Iklim Transportasi
A
A
A
JAKARTA - Organda DKI Jakarta meminta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) segera bersikap perihal pembatalan 14 poin dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No 26/2017 tentang Angkutan Online. Mahkamah Agung (MA) sebut payung hukum transportasi online masih sah.
Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, ada beberapa pasal dari 14 pasal atau poin yang dibatalkan oleh MA berkaitan dengan amanat Undang-Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. Di antaranya yakni angkutan umum harus berbadan hukum dan tidak boleh dikaitkan dengan Undang-Undang atau aturan apapun, termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang menjadi alasan MA melakukan pembatalan harus berbadan hukum.
Kedua, lanjut Shafruhan, poin tentang kuota dan tarif yang jelas diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tentang Transportasi, di mana, angkutan umum harus ada kuota dan tarif ditentukan oleh pemerintah.
"Kalau mengacu kepada Undang-Undang ya tidak boleh dibatalkan. Sama saja melanggar Undang-Undang dong, pasti akan bermasalah dampaknya. 14 poin yang dibatalkan memang tidak mengganggu Permenhub, tapi merusak iklim transportasi," kata Shafruhan saat dihubungi wartawan pada Rabu, 6 September 2017 kemarin.
Shafruhan menjelaskan, pertumbuhan angkutan aplikasi atau angkutan online di Jakarta saat ini tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah. Banyak perusahaan taksi konvensional yang tutup akibat pertumbuhan taksi online. Sayangnya, Permenhub yang sudah ada dan belum ditegakan sudah dicabut oleh MA.
Dia memprediksi akan ada gejolak sosial perang anak bangsa apabila Kemenhub tidak segera bertindak terkait putusan MA. Saat ini, lanjut Shafruhan, pelaku usaha dan sopir angkutan konvensional menahan diri untuk tidak turun ke jalan sebelum adanya sikap dari Kemenhub.
Menurutnya, apabila Kemenhub diam saja, pelaku dan sopir angkutan akan bertindak. "Permenhub diterbitkan pun tidak patuh apalagi dicabut, kami meminta pelaku angkutan umum mengikuti aturan. Perusahaan IT bukanlah perusahaan transportasi itu benar. Tapi kenapa perusahaan IT bisa menentukan tarif, nah ini menjadi persoalan. Kenapa pemerintah diam. Itu kan amanat kenapa dicabut," ungkapnya.
Plt Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Hindro Surahmat menegaskan, Permenhub Nomor 26/2017 masih berlaku. Kementerian Perhubungan pun hingga saat ini masih mencari solusi terkait putusan MA tersebut.
"Karena sesuai dengan Peraturan MA Nomor 1 tahun 2011 kami memiliki waktu tiga bulan untuk melaksanakannya," ujar dia. Hindro menuturkan, putusan MA harus disikapi Organda untuk mengontrol agar anggotanya di sejumlah daerah menghindari gesekan dengan transportasi online.
Hindro mengatakan, keberadaan transportasi online diyakini akan menjadi model transportasi masa depan. Nantinya pelaku industri transportasi konvensional juga bakal secara perlahan bermigrasi ke pola online karena perkembangan teknologi. "Tapi memang harus dilakukan secara halus, agar tidak berdampak buruk bagi penyelenggaraan transportasi," kata Hindro.
Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, ada beberapa pasal dari 14 pasal atau poin yang dibatalkan oleh MA berkaitan dengan amanat Undang-Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. Di antaranya yakni angkutan umum harus berbadan hukum dan tidak boleh dikaitkan dengan Undang-Undang atau aturan apapun, termasuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang menjadi alasan MA melakukan pembatalan harus berbadan hukum.
Kedua, lanjut Shafruhan, poin tentang kuota dan tarif yang jelas diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tentang Transportasi, di mana, angkutan umum harus ada kuota dan tarif ditentukan oleh pemerintah.
"Kalau mengacu kepada Undang-Undang ya tidak boleh dibatalkan. Sama saja melanggar Undang-Undang dong, pasti akan bermasalah dampaknya. 14 poin yang dibatalkan memang tidak mengganggu Permenhub, tapi merusak iklim transportasi," kata Shafruhan saat dihubungi wartawan pada Rabu, 6 September 2017 kemarin.
Shafruhan menjelaskan, pertumbuhan angkutan aplikasi atau angkutan online di Jakarta saat ini tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah. Banyak perusahaan taksi konvensional yang tutup akibat pertumbuhan taksi online. Sayangnya, Permenhub yang sudah ada dan belum ditegakan sudah dicabut oleh MA.
Dia memprediksi akan ada gejolak sosial perang anak bangsa apabila Kemenhub tidak segera bertindak terkait putusan MA. Saat ini, lanjut Shafruhan, pelaku usaha dan sopir angkutan konvensional menahan diri untuk tidak turun ke jalan sebelum adanya sikap dari Kemenhub.
Menurutnya, apabila Kemenhub diam saja, pelaku dan sopir angkutan akan bertindak. "Permenhub diterbitkan pun tidak patuh apalagi dicabut, kami meminta pelaku angkutan umum mengikuti aturan. Perusahaan IT bukanlah perusahaan transportasi itu benar. Tapi kenapa perusahaan IT bisa menentukan tarif, nah ini menjadi persoalan. Kenapa pemerintah diam. Itu kan amanat kenapa dicabut," ungkapnya.
Plt Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Hindro Surahmat menegaskan, Permenhub Nomor 26/2017 masih berlaku. Kementerian Perhubungan pun hingga saat ini masih mencari solusi terkait putusan MA tersebut.
"Karena sesuai dengan Peraturan MA Nomor 1 tahun 2011 kami memiliki waktu tiga bulan untuk melaksanakannya," ujar dia. Hindro menuturkan, putusan MA harus disikapi Organda untuk mengontrol agar anggotanya di sejumlah daerah menghindari gesekan dengan transportasi online.
Hindro mengatakan, keberadaan transportasi online diyakini akan menjadi model transportasi masa depan. Nantinya pelaku industri transportasi konvensional juga bakal secara perlahan bermigrasi ke pola online karena perkembangan teknologi. "Tapi memang harus dilakukan secara halus, agar tidak berdampak buruk bagi penyelenggaraan transportasi," kata Hindro.
(whb)