Sipil Mudah Miliki Senpi, Kriminolog UI Duga Buatan Home Industry
A
A
A
JAKARTA - Buntut dari aksi sekelompok pemuda yang menembaki mobil Toyota Avanza di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (5/9/2017) dini hari kemarin, izin kepemilikan senjata api (senpi) kembali menjadi sorotan.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Ferdinand Andi Lolo menuturkan, senjata api adalah benda terbatas yang hanya bisa dimiliki orang tertentu dan wajib mengantongi izin. Mereka yang memegang senpi juga harus orang ahli dan sudah mengikuti serangkaian psikotes. Kalaupun ada masyarakat sipil yang memiliki senpi maka mereka wajib mengikuti prosedur perizinan. "Ada tahapan kepemilikan izin senjata dan sudah barang tentu tidak boleh sembarangan," ujarnya saat dihubungi tadi malam.
Andi menuturkan, kecenderungan anak muda memiliki senjata sangatlah berbahaya karena usia mereka masih dalam situasi emosi yang kurang kontrol. Adrenalin mereka masih tinggi sehingga kerap terpancing hal-hal kecil untuk menggunakan senjata. "Saya sangat mendukung batas umur kepemilikan senjata minimal 21 tahun. Kepemilikan juga harus melalui prosedur dan latihan di tempat resmi," ujarnya.
Lantas, mengapa senjata api saat ini seakan bebas beredar luas, Ferdinand menduga itu adalah senjata rakitan. Artinya, banyak senjata yang dipegang warga sipil dibuat bukan dari pabrikan melainkan home industry sehingga bisa dipastikan senjata itu adalah ilegal. "Itu bukan senjata asli dan sudah pasti ilegal. Itu dipesan oleh si pembeli pada pengrajin," ungkapnya.
Untuk meminimalisasi senjata api ilegal, tugas kepolisian tidak bisa hanya sendirian. Peran masyarakat harus dimaksimalkan. "Untuk penindakan bisa dilakukan dengan pencegahan. Misalnya memberikan edukasi dan pemahaman tidak menerima pesanan senjata. Bukan sudah jadi senjata, lalu ditindak, tetapi tindak pencegahan harus diefektifkan," pungkas Ferdinand.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Ferdinand Andi Lolo menuturkan, senjata api adalah benda terbatas yang hanya bisa dimiliki orang tertentu dan wajib mengantongi izin. Mereka yang memegang senpi juga harus orang ahli dan sudah mengikuti serangkaian psikotes. Kalaupun ada masyarakat sipil yang memiliki senpi maka mereka wajib mengikuti prosedur perizinan. "Ada tahapan kepemilikan izin senjata dan sudah barang tentu tidak boleh sembarangan," ujarnya saat dihubungi tadi malam.
Andi menuturkan, kecenderungan anak muda memiliki senjata sangatlah berbahaya karena usia mereka masih dalam situasi emosi yang kurang kontrol. Adrenalin mereka masih tinggi sehingga kerap terpancing hal-hal kecil untuk menggunakan senjata. "Saya sangat mendukung batas umur kepemilikan senjata minimal 21 tahun. Kepemilikan juga harus melalui prosedur dan latihan di tempat resmi," ujarnya.
Lantas, mengapa senjata api saat ini seakan bebas beredar luas, Ferdinand menduga itu adalah senjata rakitan. Artinya, banyak senjata yang dipegang warga sipil dibuat bukan dari pabrikan melainkan home industry sehingga bisa dipastikan senjata itu adalah ilegal. "Itu bukan senjata asli dan sudah pasti ilegal. Itu dipesan oleh si pembeli pada pengrajin," ungkapnya.
Untuk meminimalisasi senjata api ilegal, tugas kepolisian tidak bisa hanya sendirian. Peran masyarakat harus dimaksimalkan. "Untuk penindakan bisa dilakukan dengan pencegahan. Misalnya memberikan edukasi dan pemahaman tidak menerima pesanan senjata. Bukan sudah jadi senjata, lalu ditindak, tetapi tindak pencegahan harus diefektifkan," pungkas Ferdinand.
(thm)