Kasus Investasi Bodong, LBH Perindo Dampingi Korban ke Polda Metro
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Perindo mendatangi Polda Metro Jaya untuk mempertanyakan kelanjutan kasus investasi bodong bernama Investasi Legal Consultant (ILC). LBH Perindo sendiri mewakili ratusan masyarakat yang tertipu akibat kasus tersebut.
Berdasarkan pantauan, LBH Perindo datang ke Polda Metro Jaya bersama masyarakat bernama Sunarti yang menjadi korban pun mewakili puluhan korban. Begitu juga Iwan yang mewakili ratusan korban investasi bodong ILC itu.
Wasekjen LBH Perindo Herna Sutana mengatakan, dia datang ke Polda berdasarkan permintaan dari ratusan korban investasi bodong ILC untuk mempertanyakan kelanjutan kasusnya itu. Saat ini pelaku sendiri tengah menjalani persidangan, yakni Dirut ILC dan 2 orang anak buahnya.
"Pelakunya sedang diadili untuk pelaporan pertama. Saat ini, kami mewakili lebih dari 200 oang pelapor di seluruh Indonesia, bahkan ada juga TKI Hongkong dan Taiwan menyangkut kelanjutan kasusnya," ujarnya pada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (24/8/2017).
Menururnya, sepak terjang pelaku dalam menggaet korban begitu meluas hingga ke luar negeri. Mereka rata-rata diimingi untuk berinvestasi dengan keuntungan 30 persen. Adapun ILC sebelumnya kerap berubah-ubah nama, seperti Kempek 500, Kompek Sejahtera Grup, Kobas, hingga akhirnya menjadi ILC.
"Ini kami pertanyakan kasus laporan kedua, dengan terlapor sama, yang sedang diadili itu. Hanya saja, para korban meyakini, masih ada pelaku lainnya yang terlibat, seperti anak buahnya atau konsultannya lah yang menggaet korban untuk berinvestasi, nah mereka-mereka itu yang belum ditangkap sampai sekarang," katanya.
Dia menerangkan, pihaknya meyakini, masih banyak pelaku lainnya yang terlibat kasus investasi bodong ILC itu belum juga ditangkap polisi. Pasalnya, meski berbicara koorporasi dan legalitas perusahaannya itu diduga ilegal, tetap saja perusahaan tersebut tak mungkin bisa berdiri sendiri, tentu ada pihak-pihak lainnya yang turut terlibat dan harus menerima hukuman semestinya.
Adapun akibat investasi bodong itu, kerugian yang dialami ratusan korban itu mencapai Rp8 miliar lebih. Dia pun meyakini, aparat penegak hukum pun pasti mendengarkan suara masyarakat yang menjadi korban itu dan bakal berpihak pada masyarakat yang dirugikan akibat investasi bodong itu.
"LBH Perindo membantu mengawasi proses hukumnya, khususnya bagi para korban yang memperjuangkan hak mereka ini kembali," terangnya.
Herna mengungkapkan, pihaknya pun akan menempuh jalur hukum lainnya untuk para korban yang memperjuangkan haknya kembali karena sudah sepantasnya dana tersebut dikembalikan pada korban. Saat ini, pihaknya akan mempertanyakan dahulu ke polisi sudah sejauh manakan penyidikan laporan yang kedua di kasus investasi bodong ILC itu.
"Sebab, pelapor dapat surat dari Kejati pada 3 Agustus kemarin, berkasnya belum sampai ke Kejati, kok lama sekali. Kita harap agar kasus ini tak hilang begitu saja karena banyak masyarakat dirugikan," bebernya.
Adapun laporan kedua itu, paparnya, dibuat oleh Sunarti yang mewakil puluhan korban pada tanggal 2 Maret 2017 lalu, sedang Iwan yang mewakili ratusan korban membuat laporan ke polisi pada tanggal 19 Juni 2017 lalu. Rata-rata korban, berprofesi sebagai ibu rumah tangga, TKI, dan pengusaha kecil.
"Saya harap, masyarakat lebih cerdas menanamkan uangnya, harus jelas dahulu legalitasnya. Sebab, yang dapat izin saja mereka kecolongan juga. Apalagi, mencuatnya kasus-kasus investasi ini harus dijadikan perhatian dan pembelajaraan bersama," katanya.
Berdasarkan pantauan, LBH Perindo datang ke Polda Metro Jaya bersama masyarakat bernama Sunarti yang menjadi korban pun mewakili puluhan korban. Begitu juga Iwan yang mewakili ratusan korban investasi bodong ILC itu.
Wasekjen LBH Perindo Herna Sutana mengatakan, dia datang ke Polda berdasarkan permintaan dari ratusan korban investasi bodong ILC untuk mempertanyakan kelanjutan kasusnya itu. Saat ini pelaku sendiri tengah menjalani persidangan, yakni Dirut ILC dan 2 orang anak buahnya.
"Pelakunya sedang diadili untuk pelaporan pertama. Saat ini, kami mewakili lebih dari 200 oang pelapor di seluruh Indonesia, bahkan ada juga TKI Hongkong dan Taiwan menyangkut kelanjutan kasusnya," ujarnya pada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (24/8/2017).
Menururnya, sepak terjang pelaku dalam menggaet korban begitu meluas hingga ke luar negeri. Mereka rata-rata diimingi untuk berinvestasi dengan keuntungan 30 persen. Adapun ILC sebelumnya kerap berubah-ubah nama, seperti Kempek 500, Kompek Sejahtera Grup, Kobas, hingga akhirnya menjadi ILC.
"Ini kami pertanyakan kasus laporan kedua, dengan terlapor sama, yang sedang diadili itu. Hanya saja, para korban meyakini, masih ada pelaku lainnya yang terlibat, seperti anak buahnya atau konsultannya lah yang menggaet korban untuk berinvestasi, nah mereka-mereka itu yang belum ditangkap sampai sekarang," katanya.
Dia menerangkan, pihaknya meyakini, masih banyak pelaku lainnya yang terlibat kasus investasi bodong ILC itu belum juga ditangkap polisi. Pasalnya, meski berbicara koorporasi dan legalitas perusahaannya itu diduga ilegal, tetap saja perusahaan tersebut tak mungkin bisa berdiri sendiri, tentu ada pihak-pihak lainnya yang turut terlibat dan harus menerima hukuman semestinya.
Adapun akibat investasi bodong itu, kerugian yang dialami ratusan korban itu mencapai Rp8 miliar lebih. Dia pun meyakini, aparat penegak hukum pun pasti mendengarkan suara masyarakat yang menjadi korban itu dan bakal berpihak pada masyarakat yang dirugikan akibat investasi bodong itu.
"LBH Perindo membantu mengawasi proses hukumnya, khususnya bagi para korban yang memperjuangkan hak mereka ini kembali," terangnya.
Herna mengungkapkan, pihaknya pun akan menempuh jalur hukum lainnya untuk para korban yang memperjuangkan haknya kembali karena sudah sepantasnya dana tersebut dikembalikan pada korban. Saat ini, pihaknya akan mempertanyakan dahulu ke polisi sudah sejauh manakan penyidikan laporan yang kedua di kasus investasi bodong ILC itu.
"Sebab, pelapor dapat surat dari Kejati pada 3 Agustus kemarin, berkasnya belum sampai ke Kejati, kok lama sekali. Kita harap agar kasus ini tak hilang begitu saja karena banyak masyarakat dirugikan," bebernya.
Adapun laporan kedua itu, paparnya, dibuat oleh Sunarti yang mewakil puluhan korban pada tanggal 2 Maret 2017 lalu, sedang Iwan yang mewakili ratusan korban membuat laporan ke polisi pada tanggal 19 Juni 2017 lalu. Rata-rata korban, berprofesi sebagai ibu rumah tangga, TKI, dan pengusaha kecil.
"Saya harap, masyarakat lebih cerdas menanamkan uangnya, harus jelas dahulu legalitasnya. Sebab, yang dapat izin saja mereka kecolongan juga. Apalagi, mencuatnya kasus-kasus investasi ini harus dijadikan perhatian dan pembelajaraan bersama," katanya.
(ysw)