Hindari Bulan Tertib Trotoar, PKL dan Parkir Liar Beroperasi Sore Hari
A
A
A
JAKARTA - Adanya operasi di sejumlah titik trotoar Jakarta membuat pedagang kaki lima (PKL) dan parkir liar di sejumlah titik tiarap. Mereka mengaku takut terkena ciduk lantaran keberadaan petugas yang melakukan monitoring.
Namun bulan tertib trotoar ini tak lantas membuat PKL dan jukir liar kemudian kehilangan akal. Keterbatasan petugas jaga dan waktu membuat PKL dan jukir kemudian mengalihkan jam operasi, dari pagi menjadi sore hari.
Akibatnya, sekalipun di beberapa titik sterilisasi cukup efektif saat pagi dan siang hari. Namun menjelang sore hari, beberapa titik trotoar kemudian berubah menjadi semrawut dan berantakan. PKL dan parkir liar memenuhi kawasan itu.
Kondisi ini hampir ditemukan di beberapa titik sentra ekonomi, seperti kawasan Pasar Tanah Abang, lampu merah Palmerah, sekitaran bawah fly over Casablanca, hingga yang terburuk di Kota Tua.
Di beberapa titik itu, kesemrawutan hampir terjadi. Trotoar jalan di penuhi oleh parkir liar dan PKL. Pejalan kaki kemudian menggunakan bahu jalan untuk melangkah lantaran trotoar yang penuh.
Aldi (39), pedagang di kawasan Tanah Abang mengaku tidak takut dengan adanya operasi bulan tertib trotoar. Menurutnya selama stasiun tanah abang tetap beroperasi, maka dirinya akan berdagang sekalipun pada malam hari.
"Kan malam hari masih bisa. Lagi pula dibandingkan siang, kondisi penumpang waktu sore lebih banyak," tutur penjual tas wanita ini, Senin (14/8/2017).
Aldi sendiri mengaku sudah hampir bertahun-tahun berjualan di Tanah Abang. Karena itu, dirinya mengaku cukup hafal dengan penertiban yang dilakukan pemprov di kawasan itu.
Termasuk saat melakukan pemagaran dan perubahan di kawasan Stasiun Tanah Abang, Aldi mengaku dirinya terpaksa harus memindahkan lapak dari sisi selatan stasiun menjadi sisi timur.
Sikap senada juga di ungkapkan Yanto (460, penjual jam tangan di sekitaran perbatasan Kecamatan Palmerah dan Tanah Abang, dekat Museum Tekstil. Keberadaannya pria asli Banyumas itu tak lagi di sekitaran trotoar melainkan di bahu jalan.
Akibatnya setiap kali dirinya dan teman-temannya berdagang kemacetan di kawasan tak terhindarkan. Jalanan menjadi menyempit sementara jumlah kendaraan semakin bertambah banyak. Daya tampung jalan kemudian tak maksimal karena beberapa pengguna jalan lainnya nekat melawan arah.
Terhadap titik di tempat itu, Yanto mengaku dahulu sebelum ada operasi bulan tertib trotoar dirinya kerap berdagang pada siang hari. Namun, karena operasi gencar dilakukan saat siang dan pagi, makanya pihaknya berdagang menjelang sore hari.
"Kalau sore dan malam, enggak mungkin ada razia," tuturnya.
Lain halnya dengan di sekitaran bawah fly over Casablanca, trotoar di kawasan itu, tepatnya dekat ITC kerap digunakan untuk parkir kendaraan. Jam operasional mall yang mencapai malam hari dan malasnya para pengunjung membuat parkir liar di kawasan itu bertahan.
"Nah bedanya kita mulai terima parkir waktu sore sampai malam," tutur seorang jukir, Rudi (26).
Bersama dengan sejumlah rekannya berjumlah lima orang, keberadaan parkir liar di kawasan itu tidak terpengaruh dengan operasi trotoar. Terlebih menjelang sore kawasan itu macet dan tak memungkinkan untuk petugas melakukan razia. Meski demikian, terhadap parkiran di tempat itu, lantaran perubahan jam operasi membuat penghasilannya berubah.
Disinggung mengenai tentang keberadaan parkir liar yang membuat kemacetan dan mengganggu akses pejalan kaki. Rudi membantah akan hal itu. Menurutnya di kawasan itu sangat jarang orang berjalan kaki.
"Kalau macet, di sini mah bukan karena trotoar, tapi kendaraannya aja yang penuh," tuturnya.
Menanggapi evaluasi bulan tertib trotoar, Wakadishub DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengakui operasi nyaris dua pekan ini membuat pelanggaran menjadi berkurang. Parkir liar saat siang hari tak terlihat di beberapa titik jalan.
Selain karena operasi rutin, penekanan pelanggar parkir juga disebabkan karena petugas yang melakukan penjagaan. Sehingga upaya masyarakat untuk tak menggunakan trotoar maupun bahu jalan menjadi menurun.
Meski demikian, diakui dari serangkaian titik operasi yang dilakukan, dirinya mengaku kawasan Tanah Abang dan Kota Tua lah yang dianggap banyak melakukan pelanggaran, keberadaan sentra ekonomi dan wisata yang membuat keramaian publik membuat pelanggaran di tempat itu meningkat.
Karena itu, meminimalisir pelanggaran di dua titik itu. Penindakan dan rekayasa lalu lintas dilakukan di tempat itu. "Tanah abang di minggu kedua ini relatif tidak diokupasi oleh mereka seperti ojek yang menunggu penumpang, dan lain sebagainya," kata Sigit.
Ratusan PKL Sidang Tipiring
Serupa di ungkapkan oleh Kasatpol PP DKI Jakarta, Yani Wahyu Purwoko. Ia mengatakan, dalam penertiban yang digelar serentak di lima wilayah Jakarta pihaknya mencapai 1.005 orang pedagang terjaring, 160 orang PKL lainnya menjalani sidang tipiring.
"Setelah sidang dan membayar denda, mereka boleh mengambil barang dagangannya ikut sidang dan membayar denda," ucap Yani.
Menurut Yani, dalam penertiban tersebut, pihaknya sekaligus mendata PKL. Karena sebagian PKL ada yang merupakan binaan Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan (KUMKMP) DKI Jakarta.
"Yang ikut tipiring bukan yang pedagang binaan. Mereka berjualan di atas trotoar dengan mendirikan bangunan permanen," ucapnya.
Yani menyebutkan, denda yang dikenakan kepada para PKL dalam sidang tipiring bervariasi antara Rp100 ribu hingga Rp1 juta sesuai dengan tingkat kesalahannya. Sidang tipiring sendiri digelar Pengadilan Negeri di masing-masing wilayah.
"Denda dari PKL langsung masuk ke kas negara. Untuk jumlahnya kami belum tahu karena langsung ke pengadilan," pungkasnya.
Namun bulan tertib trotoar ini tak lantas membuat PKL dan jukir liar kemudian kehilangan akal. Keterbatasan petugas jaga dan waktu membuat PKL dan jukir kemudian mengalihkan jam operasi, dari pagi menjadi sore hari.
Akibatnya, sekalipun di beberapa titik sterilisasi cukup efektif saat pagi dan siang hari. Namun menjelang sore hari, beberapa titik trotoar kemudian berubah menjadi semrawut dan berantakan. PKL dan parkir liar memenuhi kawasan itu.
Kondisi ini hampir ditemukan di beberapa titik sentra ekonomi, seperti kawasan Pasar Tanah Abang, lampu merah Palmerah, sekitaran bawah fly over Casablanca, hingga yang terburuk di Kota Tua.
Di beberapa titik itu, kesemrawutan hampir terjadi. Trotoar jalan di penuhi oleh parkir liar dan PKL. Pejalan kaki kemudian menggunakan bahu jalan untuk melangkah lantaran trotoar yang penuh.
Aldi (39), pedagang di kawasan Tanah Abang mengaku tidak takut dengan adanya operasi bulan tertib trotoar. Menurutnya selama stasiun tanah abang tetap beroperasi, maka dirinya akan berdagang sekalipun pada malam hari.
"Kan malam hari masih bisa. Lagi pula dibandingkan siang, kondisi penumpang waktu sore lebih banyak," tutur penjual tas wanita ini, Senin (14/8/2017).
Aldi sendiri mengaku sudah hampir bertahun-tahun berjualan di Tanah Abang. Karena itu, dirinya mengaku cukup hafal dengan penertiban yang dilakukan pemprov di kawasan itu.
Termasuk saat melakukan pemagaran dan perubahan di kawasan Stasiun Tanah Abang, Aldi mengaku dirinya terpaksa harus memindahkan lapak dari sisi selatan stasiun menjadi sisi timur.
Sikap senada juga di ungkapkan Yanto (460, penjual jam tangan di sekitaran perbatasan Kecamatan Palmerah dan Tanah Abang, dekat Museum Tekstil. Keberadaannya pria asli Banyumas itu tak lagi di sekitaran trotoar melainkan di bahu jalan.
Akibatnya setiap kali dirinya dan teman-temannya berdagang kemacetan di kawasan tak terhindarkan. Jalanan menjadi menyempit sementara jumlah kendaraan semakin bertambah banyak. Daya tampung jalan kemudian tak maksimal karena beberapa pengguna jalan lainnya nekat melawan arah.
Terhadap titik di tempat itu, Yanto mengaku dahulu sebelum ada operasi bulan tertib trotoar dirinya kerap berdagang pada siang hari. Namun, karena operasi gencar dilakukan saat siang dan pagi, makanya pihaknya berdagang menjelang sore hari.
"Kalau sore dan malam, enggak mungkin ada razia," tuturnya.
Lain halnya dengan di sekitaran bawah fly over Casablanca, trotoar di kawasan itu, tepatnya dekat ITC kerap digunakan untuk parkir kendaraan. Jam operasional mall yang mencapai malam hari dan malasnya para pengunjung membuat parkir liar di kawasan itu bertahan.
"Nah bedanya kita mulai terima parkir waktu sore sampai malam," tutur seorang jukir, Rudi (26).
Bersama dengan sejumlah rekannya berjumlah lima orang, keberadaan parkir liar di kawasan itu tidak terpengaruh dengan operasi trotoar. Terlebih menjelang sore kawasan itu macet dan tak memungkinkan untuk petugas melakukan razia. Meski demikian, terhadap parkiran di tempat itu, lantaran perubahan jam operasi membuat penghasilannya berubah.
Disinggung mengenai tentang keberadaan parkir liar yang membuat kemacetan dan mengganggu akses pejalan kaki. Rudi membantah akan hal itu. Menurutnya di kawasan itu sangat jarang orang berjalan kaki.
"Kalau macet, di sini mah bukan karena trotoar, tapi kendaraannya aja yang penuh," tuturnya.
Menanggapi evaluasi bulan tertib trotoar, Wakadishub DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengakui operasi nyaris dua pekan ini membuat pelanggaran menjadi berkurang. Parkir liar saat siang hari tak terlihat di beberapa titik jalan.
Selain karena operasi rutin, penekanan pelanggar parkir juga disebabkan karena petugas yang melakukan penjagaan. Sehingga upaya masyarakat untuk tak menggunakan trotoar maupun bahu jalan menjadi menurun.
Meski demikian, diakui dari serangkaian titik operasi yang dilakukan, dirinya mengaku kawasan Tanah Abang dan Kota Tua lah yang dianggap banyak melakukan pelanggaran, keberadaan sentra ekonomi dan wisata yang membuat keramaian publik membuat pelanggaran di tempat itu meningkat.
Karena itu, meminimalisir pelanggaran di dua titik itu. Penindakan dan rekayasa lalu lintas dilakukan di tempat itu. "Tanah abang di minggu kedua ini relatif tidak diokupasi oleh mereka seperti ojek yang menunggu penumpang, dan lain sebagainya," kata Sigit.
Ratusan PKL Sidang Tipiring
Serupa di ungkapkan oleh Kasatpol PP DKI Jakarta, Yani Wahyu Purwoko. Ia mengatakan, dalam penertiban yang digelar serentak di lima wilayah Jakarta pihaknya mencapai 1.005 orang pedagang terjaring, 160 orang PKL lainnya menjalani sidang tipiring.
"Setelah sidang dan membayar denda, mereka boleh mengambil barang dagangannya ikut sidang dan membayar denda," ucap Yani.
Menurut Yani, dalam penertiban tersebut, pihaknya sekaligus mendata PKL. Karena sebagian PKL ada yang merupakan binaan Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan (KUMKMP) DKI Jakarta.
"Yang ikut tipiring bukan yang pedagang binaan. Mereka berjualan di atas trotoar dengan mendirikan bangunan permanen," ucapnya.
Yani menyebutkan, denda yang dikenakan kepada para PKL dalam sidang tipiring bervariasi antara Rp100 ribu hingga Rp1 juta sesuai dengan tingkat kesalahannya. Sidang tipiring sendiri digelar Pengadilan Negeri di masing-masing wilayah.
"Denda dari PKL langsung masuk ke kas negara. Untuk jumlahnya kami belum tahu karena langsung ke pengadilan," pungkasnya.
(kri)