Puluhan Anak di Kabupaten Bekasi Menderita Gizi Buruk
A
A
A
BEKASI - Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi menyebutkan jumlah penderita gizi buruk terus meningkat pada 2017 ini. Pasalnya, dalam kurun semester satu pada tahun ini tercatat 81 anak yang menderita asupan gizi kurang itu berasal dari masyarakat golongan menengah ke bawah.
”Peningkatannya cukup banyak tahun ini,” kata Kabid Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi Supriyadi pada Selasa (1/8/2017). Menurut Supriyadi, untuk kantong penderita gizi buruk berada di kecamatan yang dikategorikan banyak penduduk miskinnya seperti diwilayah utara Bekasi.
Misalnya penderita gizi buruk tersebut banyak ditemukan di Kecamatan Babelan, Pebayuran, Cabangbungin, dan Setu. Meningkatnya penderita gizi buruk tersebut lantaran banyak keluarga yang masih kurang pahamnya terkait makanan bergizi untuk dikonsumsi.
Sehingga, lanjut dia, banyak di antaranya anak-anak mereka kekurangan gizi untuk pertumbuhannya. Bukan itu saja, kondisi sanitasi lingkungan juga menjadi bagian terciptanya anak mengidap gizi buruk. Sebab, lingkungan yang kotor dapat berimbas pada kondisi kesehatan anggota keluarga.
Untuk masalah itu, lanjut dia, pihaknya sudah melakukan penanggulangan dengan memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Bahkan, memfasilitasi kebutuhan seperti memberikan imunisasi, obat-obatan, makanan.”Kami gencar lakukan sosialisasi,” ungkapnya.
Selain sosialisasi, pemerintah daerah tengah gencar memberikan pengertian akibat gizi buruk yang dialami oleh anak-anak khususnya balita. Akibat itu antara lain penurunan metabolisme tubuh, daya berpikir berkurang (motorik otak), pertumbuhan berjalan lambat dan sering terkena penyakit.
Berdasarkan catatan dari kurun Januari hingga Juli 2017 sudah mencapai 81 anak yang mengidap gizi buruk. Namun, untuk tahun 2016 jumlah penderita gizi buruk untuk anak-anak sudah mencapai 280 anak. Sedang, di tahun 2015 jumlahnya mencapai 250 anak di bawah lima tahun.
Ketua IDI Bekasi Komarudin mengatakan, kebanyakan penderita gizi buruk memang berasal dari kalangan menengah kebawah. Pasalnya, karena kebutuhan gizi dianggapnya mahal.”Karena kalau membeli susu dan keperluan gizi anak lainnya sudah tentu mahal,” katanya.
Tapi sebenarnya, asupan gizi, tidak perlu mahal. Di Indonesia ini, kata dia, sudah ada Posyandu dan layanan Puskesmas. Sehingga, pelayanan Posyandu itu bisa menjembatani kebutuhan anak mendapatkan gizi. Sebab, ada pengawasan pertumbuhan juga di Posyandu. Jadi tidak perlu mahal.
”Peningkatannya cukup banyak tahun ini,” kata Kabid Kesehatan Masyarakat, Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi Supriyadi pada Selasa (1/8/2017). Menurut Supriyadi, untuk kantong penderita gizi buruk berada di kecamatan yang dikategorikan banyak penduduk miskinnya seperti diwilayah utara Bekasi.
Misalnya penderita gizi buruk tersebut banyak ditemukan di Kecamatan Babelan, Pebayuran, Cabangbungin, dan Setu. Meningkatnya penderita gizi buruk tersebut lantaran banyak keluarga yang masih kurang pahamnya terkait makanan bergizi untuk dikonsumsi.
Sehingga, lanjut dia, banyak di antaranya anak-anak mereka kekurangan gizi untuk pertumbuhannya. Bukan itu saja, kondisi sanitasi lingkungan juga menjadi bagian terciptanya anak mengidap gizi buruk. Sebab, lingkungan yang kotor dapat berimbas pada kondisi kesehatan anggota keluarga.
Untuk masalah itu, lanjut dia, pihaknya sudah melakukan penanggulangan dengan memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Bahkan, memfasilitasi kebutuhan seperti memberikan imunisasi, obat-obatan, makanan.”Kami gencar lakukan sosialisasi,” ungkapnya.
Selain sosialisasi, pemerintah daerah tengah gencar memberikan pengertian akibat gizi buruk yang dialami oleh anak-anak khususnya balita. Akibat itu antara lain penurunan metabolisme tubuh, daya berpikir berkurang (motorik otak), pertumbuhan berjalan lambat dan sering terkena penyakit.
Berdasarkan catatan dari kurun Januari hingga Juli 2017 sudah mencapai 81 anak yang mengidap gizi buruk. Namun, untuk tahun 2016 jumlah penderita gizi buruk untuk anak-anak sudah mencapai 280 anak. Sedang, di tahun 2015 jumlahnya mencapai 250 anak di bawah lima tahun.
Ketua IDI Bekasi Komarudin mengatakan, kebanyakan penderita gizi buruk memang berasal dari kalangan menengah kebawah. Pasalnya, karena kebutuhan gizi dianggapnya mahal.”Karena kalau membeli susu dan keperluan gizi anak lainnya sudah tentu mahal,” katanya.
Tapi sebenarnya, asupan gizi, tidak perlu mahal. Di Indonesia ini, kata dia, sudah ada Posyandu dan layanan Puskesmas. Sehingga, pelayanan Posyandu itu bisa menjembatani kebutuhan anak mendapatkan gizi. Sebab, ada pengawasan pertumbuhan juga di Posyandu. Jadi tidak perlu mahal.
(whb)