Memperkuat Karakter Anak Dimulai dari Rumah

Senin, 17 Juli 2017 - 23:37 WIB
Memperkuat Karakter...
Memperkuat Karakter Anak Dimulai dari Rumah
A A A
JAKARTA - Penguatan karakter menjadi salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dalam nawa cita disebutkan bahwa pemerintah akan melakukan revolusi karakter bangsa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengimplementasikan penguatan karakter penerus bangsa melalui gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang digulirkan sejak tahun 2016.

Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, pendidikan karakter pada jenjang pendidikan dasar mendapatkan porsi yang lebih besar dibandingkan pendidikan yang mengajarkan pengetahuan. Untuk sekolah dasar sebesar 70%, sedangkan untuk sekolah menengah pertama sebesar 60%. “Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter sebagai fondasi dan ruh utama pendidikan,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dalam keterangan tertulisnya Senin (17/7/2017).

Pendidikan karakter tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada pihak sekolah dan juga pemerintah. Peran orang tua dalam keluargamerupakan faktor kunci terhadap pendidikan karakter anak. Cara berkomunikasi dan pola didik orang tua akan sangat berpengaruh terhadap kejiwaan dan masa depan anak khususnya pada anak yang masuk ke dalam masa golden age. Karena pada usia ini menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Banyak penelitian yang menunjukkan sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah ada sejak anak berusia 4 tahun.

Orang tua harus menanamkan nilai budi pekerti kepada anak dalam kehidupan sehari-hari. Membisaakan bersikap dan berprilaku jujur, sopan, santun sudah harus ditanamkan pada pribadi anak sejak dini. Salah satu contoh bagaimana membisaakan jujur kepada anak-anak saat mengerjakan ujian sekolah. Yakni tidak mencontek ataupun melakukan perbuatan curang lainnya.

Tak hanya olah pikir (literasi), PPK mendorong agar pendidikan nasional kembali memperhatikan olah hati (etik dan spiritual), olah rasa (estetik), dan juga olah raga (kinestetik). Keempat dimensi pendidikan ini hendaknya dapat dilakukan secara utuh-menyeluruh dan serentak. Integrasi proses pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler di sekolah dapat dilaksanakan dengan berbasis pada pengembangan budaya sekolah maupun melalui kolaborasi dengan komunitas-komunitas di luar lingkungan pendidikan.

Terdapat lima nilai karakter utama yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas pengembangan gerakan PPK yaitu religius, nasionalisme, integritas, kemandirian, dan kegotongroyongan. Masing-masing nilai tidak berdiri dan berkembang sendiri-sendiri tetapi saling berinteraksi satu sama lain, berkembang secara dinamis, dan membentuk keutuhan pribadi.
Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan pemeluk agama lain.

Implementasi nilai karakter religius ini ditunjukkan dalam sikap cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, anti perundungan dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang kecil dan tersisih.

Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Sikap nasionalis ditunjukkan melalui sikap apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul, dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum, disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.

Adapun nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral. Karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Seseorang yang berintegritas juga menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas), serta mampu menunjukkan keteladanan.

Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita. Siswa yang mandiri memiliki etos kerja yang baik, tangguh, berdaya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat.

Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan. Diharapkan siswa dapat menunjukkan sikap menghargai sesama, dapat bekerja sama, inklusif, mampu berkomitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong, memiliki empati dan rasa solidaritas, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan.

“PPK ini merupakan pintu masuk untuk melakukan pembenahan secara menyeluruh terhadap pendidikan kita,” kata Muhadjir. Menurut Muhadjir, PPK tidak mengubah struktur kurikulum, namun memperkuat Kurikukum 2013 yang sudah memuat pendidikan karakter itu. Dalam penerapannya, dilakukan sedikit modifikasi intrakurikuler agar lebih memiliki muatan pendidikan karakter. Kemudian ditambahkan kegiatan dalam kokurikuler dan ekstrakurikuler. Integrasi ketiganya diharapkan dapat menumbuhkan budi pekerti dan menguatkan karakter positif anak didik.

Peran guru sangat penting dalam pendidikan dan dia harus menjadi sosok yang mencerahkan, yang membuka alam dan pikir serta jiwa, memupuk nilai-nilai kasih sayang, nilai-nilai keteladanan, nilai-nilai perilaku, nilai-nilai moralitas, nilai-nilai kebhinnekaan. Inilah sejatinya pendidikan karakter yang menjadi inti dari pendidikan yang sesungguhnya. Kunci kesuksesan pendidikan karakter terletak pada peran guru. Sebagaimana ajaran Ki Hajar Dewantara, “ing ngarso sung tuladho, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani”, maka seorang guru idealnya memiliki kedekatan dengan anak didiknya. Guru hendaknya dapat melekat dengan anak didiknya sehingga dapat mengetahui perkembangan anak didiknya. Tidak hanya dimensi intelektualitas saja, namun juga kepribadian setiap anak didiknya.

Tak hanya sebagai pengajar mata pelajaran saja, namun guru mampu berperan sebagai fasilitator yang membantu anak didik mencapai target pembelajaran. Guru juga harus mampu bertindak sebagai penjaga gawang yang membantu anak didik menyaring berbagai pengaruh negatif yang berdampak tidak baik bagi perkembangannya. Seorang guru juga mampu berperan sebagai penghubung anak didik dengan berbagai sumber-sumber belajar yang tidak hanya ada di dalam kelas atau sekolah. Dan sebagai katalisator, guru juga mampu menggali dan mengoptimalkan potensi setiap anak didik.

Banyak kalangan menilai memperkuat karakter anak oleh orang tua bisa mencegah kasus kekerasan atau bullyingpada anak. Sebab, kasus bullying yang terjadi belakangan ini di sekolah-sekolah membuat resah berbagai kalangan. Tak terkecuali para orang tua dan tenaga pendidik. Bagaimana tidak, kekerasan yang terjadi tak hanya berdampak pada kondisi fisik korban, tapi juga berpengaruh pada kondisi psikis korban.

Menurut psikolog Andrew Mellor, seperti yang di lansir Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI), bullying adalah pengalaman yang terjadi ketika seseorang merasa teraniaya oleh tindakan orang lain dan dia takut apabila perilaku buruk tersebut akan terjadi lagi sedangkan korban merasa tidak berdaya untuk mencegahnya. Bullying tidak lepas dari adanya kesenjangan power (kekuatan) antara korban dan pelaku serta diikuti pola repetisi (pengulangan perilaku).

Tindakan bullying bisa dalam bentuk fisik, yaitu jenis bullying yang melibatkan kontak fisik antara pelaku dan korban, juga dalam bentuk verbal yang melibatkan bahasa verbal yang bertujuan menyakiti hati seseorang. Yang terakhir, bullying relasi sosial yang merupakan jenis bullying yang bertujuan menolak dan memutus relasi sosial korban dengan orang lain.
(thm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1047 seconds (0.1#10.140)