Siswa Suka Mem-bully, Ini yang Perlu Diketahui Orang Tua dan Guru
A
A
A
JAKARTA - Siswi Sekolah Dasar (SD) Kelas VI yang menjadi korban perundungan atau bullying di Thamrin City, Tanah Abang, Jakarta Pusat, kini sudah kembali sekolah seperti biasanya. Sedangkan sembilan pelajar pelaku bullying sudah dibawa safe house milik Kementerian Sosial (Kemensos), Cipayung, Jakarta Timur, untuk menjalani rehabilitasi selama 3 bulan.
Ke depan, aksi bullying semacam ini harus dicegah. Untuk mencegahnya, perlu peran orang tua dan guru. Sebab, pelaku perundungan cenderung tidak memiliki sikap disiplin dan biasanya kurang perhatian.
Orangtua penyintas perundungan yang juga pengamat pendidikan, Asep Sapa’at, mengatakan, pelaku perundungan cenderung memiliki persoalan dalam hal kedisiplinan. Mereka kerap mengabaikan dan melanggar aturan, seperti bolos sekolah, tidak mengerjakan tugas sekolah, melawan nasihat orang tua atau guru, dan prestasi akademik jeblok. “Hal ini merupakan pesan tersirat yang gagal dipahami orang tua atau guru," kata Asep, Rabu (19/7/2017).
Celakanya, kata dia, sikap anak ini dianggap pembangkangan sehingga mereka diberi hukuman. Bahkan kerap terjadi hukuman dijatuhkan tanpa argumentasi logis yang bisa dipahami anak sebagai bagian dari ikhtiar mendidik. “Karena ketidakdewasaan orang tua/guru, anak yang perilakunya bermasalah malah 'diasingkan' bukan diberikan 'perhatian' istimewa," tandasnya.
Menurut dia, hal itu bisa terjadi lantaran orangtua atau guru lebih senang memperhatikan siswa yang berprestasi. Ke depan, ia berharap perhatian orang tua dan guru juga dicurahkan kepada siswa yang cenderung mengalami persoalan dalam hal kedisiplinan ataupun prestasi.
Ke depan, aksi bullying semacam ini harus dicegah. Untuk mencegahnya, perlu peran orang tua dan guru. Sebab, pelaku perundungan cenderung tidak memiliki sikap disiplin dan biasanya kurang perhatian.
Orangtua penyintas perundungan yang juga pengamat pendidikan, Asep Sapa’at, mengatakan, pelaku perundungan cenderung memiliki persoalan dalam hal kedisiplinan. Mereka kerap mengabaikan dan melanggar aturan, seperti bolos sekolah, tidak mengerjakan tugas sekolah, melawan nasihat orang tua atau guru, dan prestasi akademik jeblok. “Hal ini merupakan pesan tersirat yang gagal dipahami orang tua atau guru," kata Asep, Rabu (19/7/2017).
Celakanya, kata dia, sikap anak ini dianggap pembangkangan sehingga mereka diberi hukuman. Bahkan kerap terjadi hukuman dijatuhkan tanpa argumentasi logis yang bisa dipahami anak sebagai bagian dari ikhtiar mendidik. “Karena ketidakdewasaan orang tua/guru, anak yang perilakunya bermasalah malah 'diasingkan' bukan diberikan 'perhatian' istimewa," tandasnya.
Menurut dia, hal itu bisa terjadi lantaran orangtua atau guru lebih senang memperhatikan siswa yang berprestasi. Ke depan, ia berharap perhatian orang tua dan guru juga dicurahkan kepada siswa yang cenderung mengalami persoalan dalam hal kedisiplinan ataupun prestasi.
(thm)