Syarat Intervensi, Pengamat: Jaksa Harus Kembali ke Tupoksinya
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah pihak mempertanyakan langkah Jaksa Agung M Prasetyo yang mendorong tim jaksa penuntut umum (JPU) perkara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk mengajukan banding.
Prasetyo seolah keberatan atas keputusan majelis hakim Pengadilan Jakarta Utara yang menjatuhkan vonis 2 tahun penjara, terhadap Gubernur DKI Jakarta nonaktif dalam kasus penistaan agama.
Pengamat Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mustolih Siradj mengatakan, semestinya Jaksa Agung membela korban bukan mengajukan banding atas vonis kepada terdakwa.
Menurutnya, banding biasanya dilakukan oleh Jaksa Agung apabila vonis majelis hakim lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa. "Biasanya jaksa akan melakukan upaya banding apabila antara tuntutan dan putusan hakim terjadi selisih masa hukuman yang sangat jauh. Ini kan tidak," kata Mustolih ketika dihubungi Sindonews, Senin (15/5/2017).
Jika kemudian Jaksa Agung mengajukan banding atas vonis Ahok, pasti akan menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat.
"Pasti publik bertanya pengajuan banding Jaksa Agung ini untuk kepentingan siapa? dan Jaksa ‎Agung bekerja untuk siapa.
Banding tersebut, kata Mustolih biasa diajukan ketika vonis hakim jauh dari tuntutan jaksa. Misalnya jaksa menuntut terdakwa 8 tahun tapi vonisnya hanya 1 tahun.
"Tetapi dalam kasus Ahok, antara tuntutan Jaksa dengan hukuman hampir tidak terjadi ketimpangan. Jaksa menuntut 1 tahun penjara dan 2 tahun masa percobaan. Vonis hakim 2 tahun," lanjutnya.
Dia meminta Jaksa Agung kembali kepada tugas pokoknya dan terbebas dari intervensi pihak manapun.
"Maka itu tim jaksa kasus Ahok harus kembali ke tupoksinya dan bebas dari instrumen serta upaya politisasi," tambahnya.
"Jaksa bertugas membawa marwah korban bukan malah mejadi perpanjangan terdakwa yang membuat rasa keadilan dapat terkoyak. Agar masyarakat tidak bersyakwasangka dan berprasanga (prejudice), Komisi Kejaksaan (Komjak) harus turun tangan dan secara aktif mengawasi Tim Jaksa kasus ini," tutupnya.
Prasetyo seolah keberatan atas keputusan majelis hakim Pengadilan Jakarta Utara yang menjatuhkan vonis 2 tahun penjara, terhadap Gubernur DKI Jakarta nonaktif dalam kasus penistaan agama.
Pengamat Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mustolih Siradj mengatakan, semestinya Jaksa Agung membela korban bukan mengajukan banding atas vonis kepada terdakwa.
Menurutnya, banding biasanya dilakukan oleh Jaksa Agung apabila vonis majelis hakim lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa. "Biasanya jaksa akan melakukan upaya banding apabila antara tuntutan dan putusan hakim terjadi selisih masa hukuman yang sangat jauh. Ini kan tidak," kata Mustolih ketika dihubungi Sindonews, Senin (15/5/2017).
Jika kemudian Jaksa Agung mengajukan banding atas vonis Ahok, pasti akan menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat.
"Pasti publik bertanya pengajuan banding Jaksa Agung ini untuk kepentingan siapa? dan Jaksa ‎Agung bekerja untuk siapa.
Banding tersebut, kata Mustolih biasa diajukan ketika vonis hakim jauh dari tuntutan jaksa. Misalnya jaksa menuntut terdakwa 8 tahun tapi vonisnya hanya 1 tahun.
"Tetapi dalam kasus Ahok, antara tuntutan Jaksa dengan hukuman hampir tidak terjadi ketimpangan. Jaksa menuntut 1 tahun penjara dan 2 tahun masa percobaan. Vonis hakim 2 tahun," lanjutnya.
Dia meminta Jaksa Agung kembali kepada tugas pokoknya dan terbebas dari intervensi pihak manapun.
"Maka itu tim jaksa kasus Ahok harus kembali ke tupoksinya dan bebas dari instrumen serta upaya politisasi," tambahnya.
"Jaksa bertugas membawa marwah korban bukan malah mejadi perpanjangan terdakwa yang membuat rasa keadilan dapat terkoyak. Agar masyarakat tidak bersyakwasangka dan berprasanga (prejudice), Komisi Kejaksaan (Komjak) harus turun tangan dan secara aktif mengawasi Tim Jaksa kasus ini," tutupnya.
(pur)