Jaksa Banding, Pengamat: Heran Kejagung Ngotot Banding Atas Vonis Ahok
A
A
A
JAKARTA - Tim jaksa penuntut umum (JPU) tetap ngotot mengajukan banding atas putusan majelis hakim yang menjatuhkan vonis 2 tahun penjara terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait kasus penistaan agama. Pihak jaksa pun sudah menandatangani akta pernyataan banding.
Alasan tim JPU mengajukan banding untuk menguji pembuktian kualifikasi pasal. Tim jaksa masih berkeyakinan Ahok melakukan pidana menyatakan perasaan permusuhan, kebencian terhadap golongan rakyat, sebagaimana surat tuntutan.
Pengamat Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mustolih Siradj mengaku heran dengan rencana Jaksa Agung Muhammad Prasetyo yang mengajukan banding atas vonis Ahok.
"Secara normatif Jaksa berhak mengajukan banding atas putusan hakim sebagaimana diatur dalam pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai respon atas putusan hakim. Begitu juga dengan terdakwa," kata Mustolih ketika dihubungi Sindonews, Senin (15/5/2017).
Mustolih menambahkan, semestinya Jaksa harus berpihak pada korban atau pelapor bukan malah membela terdakwa. "Akan tetapi patut digarisbahwahi bahwa Jaksa dalam proses peradilan pidana adalah mewakili korban," tegasnya.
Dia pun menanyakan apa dasar Jaksa akan mengajukan banding."Pertanyaannya apa dasarnya kemudian Jaksa pada kasus Ahok ikut-ikutan banding? Pada titik ini Jaksa harus kita soroti. Jangan sampai ada kesan jaksa ada di pihak terdakwa," tuturnya.
Sebelumnya, JPU mendakwa Ahok dengan 2 dakwaan alternatif, yaitu Pasal 156 a huruf a KUHP dan Pasal 156 KUHP. Jaksa kemudian menuntut Ahok 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.
Jaksa menyebut Ahok terbukti melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya diatur dalam Pasal 156 KUHP pada dakwaan subsider. Ahok dituntut atas pidana menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia.
Sedangkan majelis hakim yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto menyatakan Ahok terbukti melakukan penodaan agama sebagaimana dakwaan primer.
Ahok dinyatakan hakim terbukti bersalah melakukan penodaan agama yang ancaman pidananya diatur dalam Pasal 156a KUHP, berbeda dengan tuntutan jaksa. Ahok pun divonis 2 tahun penjara.
Alasan tim JPU mengajukan banding untuk menguji pembuktian kualifikasi pasal. Tim jaksa masih berkeyakinan Ahok melakukan pidana menyatakan perasaan permusuhan, kebencian terhadap golongan rakyat, sebagaimana surat tuntutan.
Pengamat Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mustolih Siradj mengaku heran dengan rencana Jaksa Agung Muhammad Prasetyo yang mengajukan banding atas vonis Ahok.
"Secara normatif Jaksa berhak mengajukan banding atas putusan hakim sebagaimana diatur dalam pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai respon atas putusan hakim. Begitu juga dengan terdakwa," kata Mustolih ketika dihubungi Sindonews, Senin (15/5/2017).
Mustolih menambahkan, semestinya Jaksa harus berpihak pada korban atau pelapor bukan malah membela terdakwa. "Akan tetapi patut digarisbahwahi bahwa Jaksa dalam proses peradilan pidana adalah mewakili korban," tegasnya.
Dia pun menanyakan apa dasar Jaksa akan mengajukan banding."Pertanyaannya apa dasarnya kemudian Jaksa pada kasus Ahok ikut-ikutan banding? Pada titik ini Jaksa harus kita soroti. Jangan sampai ada kesan jaksa ada di pihak terdakwa," tuturnya.
Sebelumnya, JPU mendakwa Ahok dengan 2 dakwaan alternatif, yaitu Pasal 156 a huruf a KUHP dan Pasal 156 KUHP. Jaksa kemudian menuntut Ahok 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun.
Jaksa menyebut Ahok terbukti melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya diatur dalam Pasal 156 KUHP pada dakwaan subsider. Ahok dituntut atas pidana menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia.
Sedangkan majelis hakim yang diketuai Dwiarso Budi Santiarto menyatakan Ahok terbukti melakukan penodaan agama sebagaimana dakwaan primer.
Ahok dinyatakan hakim terbukti bersalah melakukan penodaan agama yang ancaman pidananya diatur dalam Pasal 156a KUHP, berbeda dengan tuntutan jaksa. Ahok pun divonis 2 tahun penjara.
(pur)