Kuasa Hukum Ahok Sebut Tuntutan Jaksa Kacau
A
A
A
JAKARTA - Kuasa hukum terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki T Purnama (Ahok) menilai tuntutan JPU sama saja dengan tuntutan bebas. Pasalnya, bila dalam masa dua tahun percobaan Ahok tak terlibat hukum akan terbebas dari penjara.
"Satu tahun dengan percobaan dua tahun ini artinya Pak Basuki tak perlu masuk penjara. Kalau dalam 2 tahun dia tak terlibat perkara lain yang mempunyai kekuatan hukum tetap, artinya tak masuk penjara," ujar anggota tim kuasa hukum Ahok I Wayan Sudirta pada wartawan di Kementan, Kamis (20/4/2017).
Meski begitu, lanjut dia, tuntutan JPU itu termasuk hal yang kacau. Sebab, di satu sisi JPU membebankan kasus ini pada Buni Yani, di sisi lain masih menuntut Ahok.
Seharusnya, Buni Yani yang harus dibebankan saja, bukan kliennya juga.
"Tuntutan percobaan itu untuk menunjukkan keragu-raguan keyakinan Jaksa. Kalau perkara seramai ini, tuntutannya percobaan itu sudah pasti Jaksa ragu-ragu," tuturnya.
Anggota tim kuasa hukum lainnya, Humprey R Djemat menerangkan, tuntutan itu akan dimasukan sebagai bahan pembacaan pleidoi pada Selasa, 25 April 2017 mendatang. Dalam tuntutan, kliennya itu hanya dijerat Pasal 156 KUHP tentang perbuatan yang mengandung permusuhan, kebencian, dan penghinaan dengan satu golongan tertentu.
"Tadi Jaksa kaitkan dengan sikap keagamaan MUI, yaitu poin lima yang berkaitan dengan, katakanlah haram hukumnya menghina ulama," jelasnya.
Dia menghormati tuntutan JPU, meski sejatinya dalam fakta persidangan Ahok tak terbukti melakukan perbuatan pada Pasal 156a KUHP dan 156 KUHP serta harus dituntut bebas. Apalagi, dalam tuntutan itu, JPU menyebutkan, kalau Pasal 156a KUHP yang berisi tentang penodaan agama itu tak ada.
"JPU bilang Pasal 156a KUHP itu tak terbukti, tapi hanya Pasal 156 KUHP dan kita punya penilaian beliau (Ahok) tak bersalah dalam 156. Sehingga, pleidoi kita tentu mengarah pada Pasal 156 nanti," katanya.
"Satu tahun dengan percobaan dua tahun ini artinya Pak Basuki tak perlu masuk penjara. Kalau dalam 2 tahun dia tak terlibat perkara lain yang mempunyai kekuatan hukum tetap, artinya tak masuk penjara," ujar anggota tim kuasa hukum Ahok I Wayan Sudirta pada wartawan di Kementan, Kamis (20/4/2017).
Meski begitu, lanjut dia, tuntutan JPU itu termasuk hal yang kacau. Sebab, di satu sisi JPU membebankan kasus ini pada Buni Yani, di sisi lain masih menuntut Ahok.
Seharusnya, Buni Yani yang harus dibebankan saja, bukan kliennya juga.
"Tuntutan percobaan itu untuk menunjukkan keragu-raguan keyakinan Jaksa. Kalau perkara seramai ini, tuntutannya percobaan itu sudah pasti Jaksa ragu-ragu," tuturnya.
Anggota tim kuasa hukum lainnya, Humprey R Djemat menerangkan, tuntutan itu akan dimasukan sebagai bahan pembacaan pleidoi pada Selasa, 25 April 2017 mendatang. Dalam tuntutan, kliennya itu hanya dijerat Pasal 156 KUHP tentang perbuatan yang mengandung permusuhan, kebencian, dan penghinaan dengan satu golongan tertentu.
"Tadi Jaksa kaitkan dengan sikap keagamaan MUI, yaitu poin lima yang berkaitan dengan, katakanlah haram hukumnya menghina ulama," jelasnya.
Dia menghormati tuntutan JPU, meski sejatinya dalam fakta persidangan Ahok tak terbukti melakukan perbuatan pada Pasal 156a KUHP dan 156 KUHP serta harus dituntut bebas. Apalagi, dalam tuntutan itu, JPU menyebutkan, kalau Pasal 156a KUHP yang berisi tentang penodaan agama itu tak ada.
"JPU bilang Pasal 156a KUHP itu tak terbukti, tapi hanya Pasal 156 KUHP dan kita punya penilaian beliau (Ahok) tak bersalah dalam 156. Sehingga, pleidoi kita tentu mengarah pada Pasal 156 nanti," katanya.
(whb)