Alasan Sekjen FUI Tolak Tanda Tangani Surat Penangkapan
A
A
A
JAKARTA - Sekjen FUI KH M Al Khaththath ditangkap, ditahan, dan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan makar. Saat di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Al Khaththath enggan menandatangani surat penangkapan karena tak melakukan perbuatan makar itu.
Tim Pengacara Muslim (TPM) Achmad Michdan mengatakan, saat pertama kali ditangkap, polisi tak membawa surat penangkapan. Surat tersebut baru ditunjukkan saat Sekjen FUI sudah berada di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Saat itu juga, Sekjen FUI dituduh melakukan pemufakatan makar bersama aktivis 313 lainnya. "Maka itu, beliau menolak tanda tangan surat penangkapan karena beliau merasa apa yang dilakukan itu hanya merepresentasikan kepentingan umat dalam konteks keberatan pada Gubernur yang sudah jadi terdakwa," ujar Michdan saat dihubungi, Sabtu (1/4/2017).
Menurut Michdan, massa aksi 313 itu menuntut agar terdakwa dugaan kasus penistaan agama Basuki T Purnama (Ahok) dihentikan dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta sebagaimana UU Daerah yang menyatakan seorang kepala daerah yang punya masalah dan berstatus terdakwa harus dihentikan.
"Gagasan demo kan dari situ, jadi ya seputar itu saja yang dilakukan ustaz Al Khaththath, tak ada perbuatan seperti yang disangkakan itu, itu berlebihan," tuturnya.
Michdan menerangkan, saat diberondong 34 pertanyan oleh polisi di Mako Brimob, tak ada satu pertanyaan pun yang mengarah pada persoalan dugaan makar. Pertanyaan itu justru tampak tak signifikan. Bahkan, dalam alat bukti yang disita polisi pun tak ada satu pun yang mengindikasikan Al Khaththath berbuat makar.
"Namun, polisi memang punya hak diskresi, hak subjektifitas Polri sepanjang bisa dipertanggung jawabkan. Maka itu, kita nanti adakan pertemuan, apakah akan ajukan praperadilan, penangguhan, atau judicial review Pasal 107," terangnya.
Dia mengimbau, umat muslim untuk bersikap tenang, bijak, dan tegar dalam menghadapi persoalan ini. Dia minta masyarakat melakukan tindakan yang tertib bila keberatan dengan adanya kasus ini, baik itu melalui penyampaian di forum organisasi Islam ataupun surat pada pimpinan Polri.
"Ini kan demi kepentingan negara dan bangsa, kalau mau ya silakan ajukan keberatan dengan koridor hukum. Misal ingin penegakan hukum tak diskriminatif, tak lakukan tindak desktruktif, kontradiktif, dan melanggar hukum," katanya.
Tim Pengacara Muslim (TPM) Achmad Michdan mengatakan, saat pertama kali ditangkap, polisi tak membawa surat penangkapan. Surat tersebut baru ditunjukkan saat Sekjen FUI sudah berada di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.
Saat itu juga, Sekjen FUI dituduh melakukan pemufakatan makar bersama aktivis 313 lainnya. "Maka itu, beliau menolak tanda tangan surat penangkapan karena beliau merasa apa yang dilakukan itu hanya merepresentasikan kepentingan umat dalam konteks keberatan pada Gubernur yang sudah jadi terdakwa," ujar Michdan saat dihubungi, Sabtu (1/4/2017).
Menurut Michdan, massa aksi 313 itu menuntut agar terdakwa dugaan kasus penistaan agama Basuki T Purnama (Ahok) dihentikan dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta sebagaimana UU Daerah yang menyatakan seorang kepala daerah yang punya masalah dan berstatus terdakwa harus dihentikan.
"Gagasan demo kan dari situ, jadi ya seputar itu saja yang dilakukan ustaz Al Khaththath, tak ada perbuatan seperti yang disangkakan itu, itu berlebihan," tuturnya.
Michdan menerangkan, saat diberondong 34 pertanyan oleh polisi di Mako Brimob, tak ada satu pertanyaan pun yang mengarah pada persoalan dugaan makar. Pertanyaan itu justru tampak tak signifikan. Bahkan, dalam alat bukti yang disita polisi pun tak ada satu pun yang mengindikasikan Al Khaththath berbuat makar.
"Namun, polisi memang punya hak diskresi, hak subjektifitas Polri sepanjang bisa dipertanggung jawabkan. Maka itu, kita nanti adakan pertemuan, apakah akan ajukan praperadilan, penangguhan, atau judicial review Pasal 107," terangnya.
Dia mengimbau, umat muslim untuk bersikap tenang, bijak, dan tegar dalam menghadapi persoalan ini. Dia minta masyarakat melakukan tindakan yang tertib bila keberatan dengan adanya kasus ini, baik itu melalui penyampaian di forum organisasi Islam ataupun surat pada pimpinan Polri.
"Ini kan demi kepentingan negara dan bangsa, kalau mau ya silakan ajukan keberatan dengan koridor hukum. Misal ingin penegakan hukum tak diskriminatif, tak lakukan tindak desktruktif, kontradiktif, dan melanggar hukum," katanya.
(whb)