Isu Intoleransi Sengaja Dihembuskan untuk Kepentingan Politik

Selasa, 21 Maret 2017 - 13:42 WIB
Isu Intoleransi Sengaja Dihembuskan untuk Kepentingan Politik
Isu Intoleransi Sengaja Dihembuskan untuk Kepentingan Politik
A A A
JAKARTA - Saat diskusi di Aula Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), KH Misbahul Anam dari FPI menyebut kalau isu intoleransi sengaja dihembuskan untuk kepentingan politik tertentu.

Misbahul Anam menyebutkan, jika isu intoleransi sebenarnya sengaja di hembuskan untuk mendeskreditkan umat Islam di Indonesia demi kepentingan politik tertentu. Padahal selama ini ajaran Islam di Indonesia telah mempraktikkan makna "Rahmatan lil' alamin" atau Islam untuk semesta alam.

Dia mencontohkan, saat jutaan umat Islam dari berbagai kelompok dan daerah tumpah ruah melakukan aksi 212 di Jakarta beberapa waktu lalu, tak ada kekacauan apapun yang di timbulkan, apalagi sampai mengganggu hak masyarakat umum lainnya.

"Isu Intoleransi ini sengaja di hembuskan untuk kepentingan tertentu. Dunia pun tahu jika toleransi di Indonesia tinggi, bisa lihat waktu aksi 212, sehelai rumput pun tidak kita ganggu, artinya makna Rahmatan Lil'alamin itu benar dirasakan," terang saat diskusi publik bertajuk "Darurat Intoleran Di Indonesia?" yang digelar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah di kampus UMJ, Tangerang Selatan, Selasa (21/3/2017).

Sementara, Jerry Sumampouw, menganggap derasnya isu intoleransi yang terjadi lebih di karenakan gamangnya penyelanggara negara dalam menjalankan tugas pokok untuk melindungi dan mensejahterakan warganya. Kenyataan itu, membuat pelaku-pelaku intoleran makin leluasa mengintrodusir kepentingannya.

"Intoleransi mulai marak pasca reformasi 98, buah dari radikalisme yang makin menguat, karena memang negara mengalami degradasi wibawa saat itu. Ditambah lagi soal kesenjangan kesejahteraan dan keadilan yang ada, negara harus segera menyadari kondisi ini," ungkap Jerry.

Sementara itu, Marsudi Syuhud dari PBNU menilai tantangan saat ini lebih sulit menyatukan pemahaman toleransi antar kelompok dalam satu agama. "Misalnya kelompok Islam yang satu dengan kelompok Islam yang lain, ketimbang toleransi dari satu agama dengan agama yang lain," kata Marsudi Syuhud.

Marsudi juga menambahkan, berbagai perbedaan suku, budaya dan agama tidak dapat memecah belah persatuan, jika saja budaya Tasamuh (toleransi) yang diadopsi dalam Pancasila, terus dihayati dan dipegang teguh. Meskipun tetap harus ada batasan yang jelas, antara ruang toleransi dan ruang yang bersifat privasi.

"Tasamuh sifatnya muammalah, artinya berada pada ruang yang umum dan publik, misalnya hubungan antar agama, tapi tetap ada batasannya. Tidak boleh toleransi itu masuk dalam wilayah yang lebih privasi, dan hal itu sudah dibahas matang-matang oleh para pendiri bangsa saat membuat dasar negara kita, sehingga berdirilah bangsa ini dengan beraneka ragam perbedaan," katanya.

Acara yang dihelat di Aula Pasca Sarjana UMJ, Jalan KH. Ahmad Dahlan, Cirendeu, Ciputat, Tangerang Selatan, dihadiri sejumlah pembicara, diantaranya, Ma'Mun Murod Al-Barbasy dari PSIP FISIP UMJ, Nur Syam (Sekjen Kemenag), Misbahul Anam (FPI), Marsudi Syuhud (PBNU), Jerry Sumampouw (PGI) serta Suhadi Senjaya (Budhis/NSI).
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2681 seconds (0.1#10.140)