Izin Berobat Luar Ditolak Hakim, Ahok Tewas di Dalam Sel Tahanan
A
A
A
BOGOR - Terdakwa kasus narkoba yang diduga menderita penyakit kronis, Tjoeng Fo Seng alias Ahok (50) akhirnya meninggal dunia di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas IIA Paledang, Bogor, Rabu (15/03) dini hari.
Informasi dihimpun menyebutkan, terdakwa meninggal setelah menjalani perawatan tim medis klinik LP. Namun, karena penyakit yang dideritanya sudah kronis, nyawa korban tak tertolong dan menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 02.30 WIB, Rabu (15/03/2017)
“Beberapa hari sebelum meninggal dunia, kami pihak keluarga sempat mengajukan penangguhan penahanan untuk izin berobat di luar dengan melampirkan diagnosa penyakit yang dideritanya, tapi pihak PN Bogor tidak menyetujuinya,” kata Siti Sopiatun (47), istri Ahok warga Bogor, Rabu (15/03).
Menurut Siti, sejak resmi menempati ruang tahanan LP Paledang pada Minggu (05/03), suaminya sudah sering mengeluh atas penyakit yang dideritanya. “Perutnya tiba-tiba kram, mengeluh perih sekali dan tidak bisa mengkonsumsi makanan,”katanya.
Kemudian, dari diagnosa dokter LP Paledang, penyakit yang diderita suaminya sudah kronis dan harus segera mendapatkan perawatan intensif. “Karena keterbatasan alat dan obat-obatan di klinik LP Paledang, akhirnya pihak LP atas permintaan saya membuat surat keterangan berupa permohonan pengobatan di luar LP yang dilengkapi surat jaminan dan saya sendiri sebagai jaminannya bahwa suami saya tidak akan melarikan diri,” ungkapnya.
Prosedur permohonan izin berobat di luar itu berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, tentang Pemasyarakatan khususnya Pasal 14 ayat 1 (satu) yang diuraikan pada huruf, bahwa para tahanan berhak mendapatkan perawatan baik rohani maupun jasmani. “Di UU itu juga disebut para tahanan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak dan berhak menyampaikan keluhan,” jelasnya.
Maka dari itu, pihak keluarga sangat mengharapkan PN Bogor dan Ketua Majelis Hakim mengabulkan permohonan pengobatan di luar LP. “Namun pada Senin (13/03) permohonannya ditolak, tentu kami sekeluarga kecewa sekaligus prihatin atas penjelasan pihak Pengadilan Negeri Bogor, sehingga dini hari tadi suami saya meninggal,” ucapnya, sedih.
Sementara itu, berdasarkan data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Bogor, tersangka sudah terdaftar dengan nomor 71/Pid.Sus/2017/PN Bgr, dengan klasifikasi perkara narkotika itu baru akan menjalani persidangan perdananya pada 20 Maret mendatang.
Humas PN Bogor, Arya Putra saat dikonfirmasi membenarkan pada Senin (13/03) sesuai keterangan Ketua PN maupun Ketua Majelis Hakim yang menangani kasus tersebut, menolak permohonan tersebut. “Baik ketua Pengadilan maupun Majelis Hakim kepada saya, menyatakan, bahwa nanti saja jika sidangnya digelar sekitar 20 maret, hal ini dipertimbangkan” ujarnya.
Informasi dihimpun menyebutkan, terdakwa meninggal setelah menjalani perawatan tim medis klinik LP. Namun, karena penyakit yang dideritanya sudah kronis, nyawa korban tak tertolong dan menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 02.30 WIB, Rabu (15/03/2017)
“Beberapa hari sebelum meninggal dunia, kami pihak keluarga sempat mengajukan penangguhan penahanan untuk izin berobat di luar dengan melampirkan diagnosa penyakit yang dideritanya, tapi pihak PN Bogor tidak menyetujuinya,” kata Siti Sopiatun (47), istri Ahok warga Bogor, Rabu (15/03).
Menurut Siti, sejak resmi menempati ruang tahanan LP Paledang pada Minggu (05/03), suaminya sudah sering mengeluh atas penyakit yang dideritanya. “Perutnya tiba-tiba kram, mengeluh perih sekali dan tidak bisa mengkonsumsi makanan,”katanya.
Kemudian, dari diagnosa dokter LP Paledang, penyakit yang diderita suaminya sudah kronis dan harus segera mendapatkan perawatan intensif. “Karena keterbatasan alat dan obat-obatan di klinik LP Paledang, akhirnya pihak LP atas permintaan saya membuat surat keterangan berupa permohonan pengobatan di luar LP yang dilengkapi surat jaminan dan saya sendiri sebagai jaminannya bahwa suami saya tidak akan melarikan diri,” ungkapnya.
Prosedur permohonan izin berobat di luar itu berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995, tentang Pemasyarakatan khususnya Pasal 14 ayat 1 (satu) yang diuraikan pada huruf, bahwa para tahanan berhak mendapatkan perawatan baik rohani maupun jasmani. “Di UU itu juga disebut para tahanan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak dan berhak menyampaikan keluhan,” jelasnya.
Maka dari itu, pihak keluarga sangat mengharapkan PN Bogor dan Ketua Majelis Hakim mengabulkan permohonan pengobatan di luar LP. “Namun pada Senin (13/03) permohonannya ditolak, tentu kami sekeluarga kecewa sekaligus prihatin atas penjelasan pihak Pengadilan Negeri Bogor, sehingga dini hari tadi suami saya meninggal,” ucapnya, sedih.
Sementara itu, berdasarkan data Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Bogor, tersangka sudah terdaftar dengan nomor 71/Pid.Sus/2017/PN Bgr, dengan klasifikasi perkara narkotika itu baru akan menjalani persidangan perdananya pada 20 Maret mendatang.
Humas PN Bogor, Arya Putra saat dikonfirmasi membenarkan pada Senin (13/03) sesuai keterangan Ketua PN maupun Ketua Majelis Hakim yang menangani kasus tersebut, menolak permohonan tersebut. “Baik ketua Pengadilan maupun Majelis Hakim kepada saya, menyatakan, bahwa nanti saja jika sidangnya digelar sekitar 20 maret, hal ini dipertimbangkan” ujarnya.
(pur)