DKI Bangun Enam Flyover dan Underpass, Jakarta Kian Macet
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI membangun tiga underpass dan flyover untuk mengatasi kemacetan. Sayangnya, pembangunan infrastruktur tersebut berbarengan dengan pengerjaan proyek MRT yang dampaknya memberikan kemacetan.
Kepala Bidang Simpang dan Jalan Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta Heru Suwondo mengatakan, saat ini pihaknya mulai mengerjakan kontruksi fisik pembangunan tiga flyover dan underpass dengan anggaran Rp700 miliar yang sudah mendapatkan pemenang lelang kontraktor pada 18 November 2016 lalu.
Sebanyak enam kontraktor yang telah berkontrak sejak 18 November 2016 tersebut antara lain PT Istaka-Agrabudi mengerjakan flyover Cipinang Lontar sepanjang 500 meter, PT Nindya Karya mengerjakan flyover Pancoran sepanjang 750 meter, dan PT. Multi Structure mengerjakan flyover Bintaro sepanjang 430 meter.
Sementara, untuk proyek underpass yakni, PT Modern Widya Tecnical mengerjakan underpass Kartini sepanjang 390 meter, PT Adhi Karya mengerjakan underpass Mampang-Kuningan sepanjang 750 meter, serta PT Jaya Konstruksi mengerjakan underpass Matraman sepanjang 650 meter.
"Pengerjaan fisik saat ini membuat jalan pengganti dengan mengambil trotoar. Tapi tidak menghilangkan trotoar. Kita berupaya supaya tidak ada pengalihan. Februari ini akan mulai penerjaan fisik kontruksi," kata Heru Suwondo saat dihubungi, Rabu, 1 Februari 2017 kemarin.
Heru mengakui bila masa pembangunan arus lalu lintas di sekitar mengalami kemacetan. Apalagi di kawasan yang sedang mengalami pembangunan proyek lain. Seperti misalnya pembangunan underpass jalan Kartini di Lebak Bulus, Jakarta Selatan yang saat ini tengah berjalan pembangunan Mass Rapid Transit (MRT).
Dinas Bina Marga Provinsi DKI, lanjut Heru, sebenarnya telah merencanakan untuk membangun sembilan titik simpang tak sebidang. Namun lantaran hasil kajian tidak cocok dengan kondisi tata kota, maka yang direalisasikan hanya enam titik lokasi tersebut.
"Enam pembangun jalan tak sebidang itu sesuai dengan kajian dan menjadi prioritas kami karena rawan kemacetan. Untuk itu kami berupaya tidak ada pengalihan saat pebangunan berjalan," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Penelitian dan Pengembangan (litbang) Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Leksmono Suryo Putranto menyesalkan adanya proyek pembangunan yang kembali berbarengan di Jakarta Selatan. Seharusnya, Pemprov DKI memiliki perencanaan pembangunan yang terukur.
Sehingga, lanjut Leksmono, pembangunan tidak berbarengan seutuhnya di Jakarta Selatan seperti apa yang terjadi saat ini. Mulai dari stasiun MRT, underpass, jalan layang dan sebagainya.
"Pemprov tidak bisa hanya menyebut kemacetan itu konsekuensi dari pembangunan. Nanti kalau selesai juga enggak macet, itu salah. Harusnya mulai dari perencanaan sudah diukur. Jadi kalau ada pembangunan, jangan ditambah pembangunan lain. Diminta lewat jalur alternatif, ya sama saja, jalur alternatifnya tambah macet," tegasnya.
Kepala Bidang Simpang dan Jalan Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta Heru Suwondo mengatakan, saat ini pihaknya mulai mengerjakan kontruksi fisik pembangunan tiga flyover dan underpass dengan anggaran Rp700 miliar yang sudah mendapatkan pemenang lelang kontraktor pada 18 November 2016 lalu.
Sebanyak enam kontraktor yang telah berkontrak sejak 18 November 2016 tersebut antara lain PT Istaka-Agrabudi mengerjakan flyover Cipinang Lontar sepanjang 500 meter, PT Nindya Karya mengerjakan flyover Pancoran sepanjang 750 meter, dan PT. Multi Structure mengerjakan flyover Bintaro sepanjang 430 meter.
Sementara, untuk proyek underpass yakni, PT Modern Widya Tecnical mengerjakan underpass Kartini sepanjang 390 meter, PT Adhi Karya mengerjakan underpass Mampang-Kuningan sepanjang 750 meter, serta PT Jaya Konstruksi mengerjakan underpass Matraman sepanjang 650 meter.
"Pengerjaan fisik saat ini membuat jalan pengganti dengan mengambil trotoar. Tapi tidak menghilangkan trotoar. Kita berupaya supaya tidak ada pengalihan. Februari ini akan mulai penerjaan fisik kontruksi," kata Heru Suwondo saat dihubungi, Rabu, 1 Februari 2017 kemarin.
Heru mengakui bila masa pembangunan arus lalu lintas di sekitar mengalami kemacetan. Apalagi di kawasan yang sedang mengalami pembangunan proyek lain. Seperti misalnya pembangunan underpass jalan Kartini di Lebak Bulus, Jakarta Selatan yang saat ini tengah berjalan pembangunan Mass Rapid Transit (MRT).
Dinas Bina Marga Provinsi DKI, lanjut Heru, sebenarnya telah merencanakan untuk membangun sembilan titik simpang tak sebidang. Namun lantaran hasil kajian tidak cocok dengan kondisi tata kota, maka yang direalisasikan hanya enam titik lokasi tersebut.
"Enam pembangun jalan tak sebidang itu sesuai dengan kajian dan menjadi prioritas kami karena rawan kemacetan. Untuk itu kami berupaya tidak ada pengalihan saat pebangunan berjalan," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Penelitian dan Pengembangan (litbang) Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Leksmono Suryo Putranto menyesalkan adanya proyek pembangunan yang kembali berbarengan di Jakarta Selatan. Seharusnya, Pemprov DKI memiliki perencanaan pembangunan yang terukur.
Sehingga, lanjut Leksmono, pembangunan tidak berbarengan seutuhnya di Jakarta Selatan seperti apa yang terjadi saat ini. Mulai dari stasiun MRT, underpass, jalan layang dan sebagainya.
"Pemprov tidak bisa hanya menyebut kemacetan itu konsekuensi dari pembangunan. Nanti kalau selesai juga enggak macet, itu salah. Harusnya mulai dari perencanaan sudah diukur. Jadi kalau ada pembangunan, jangan ditambah pembangunan lain. Diminta lewat jalur alternatif, ya sama saja, jalur alternatifnya tambah macet," tegasnya.
(whb)