Tak Dilibatkan Penghapusan Angkot, Organda Ngadu ke DPRD Bogor
A
A
A
JAKARTA - Prediksi bakal terjadinya gejolak atau gesekan di masyarakat, khususnya kalangan pengusaha dan sopir saat diberlakukannya penghapusan angkot atau program re-routing di pusat Kota Bogor sebagai solusi mengatasi kemacetan pada Februari mendatang mulai terlihat.
Kekhawatiran terjadinya konflik horisontal dalam penerapan re-routing angkot bukan hanya datang dari kepolisian, yang sempat meminta Pemkot Bogor mengantisipasi semua dampaknya. Sikap pesimistik dapat berjalan lancarnya kebijakan penghapusan 2.568 dari 3.412 unit angkot di pusat Kota Bogor ini juga diungkapkan langsung Organisasi Angkutan Darat (Organda).
Bahkan, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Organda Kota Bogor M Ischak AR memprotes sikap Pemkot Bogor yang kurang kooperatif dan terkesan sepihak dalam menerapkan kebijakan re-routing ini.
"Seharusnya pemberlakuan kebijakan re-routing itu dilakukan secara bertahap. Mulai dari penyusunan trayek, landasan hukum, kenaikan tarif angkot akibat banyaknya perubahan trayek itu dilakukan bersama-sama dengan seluruh stakeholder. Ini pembahasannya saja belum, tahu-tahu sudah mau launching," kata M Ischak usai mengadu ke DPRD Kota Bogor, Kamis 26 Januari 2017.
Menurut, mestinya Organda dilibatkan untuk membahasa soal badan hukum dalam menentukan trayek angkutan re-routing nanti. Dengan demikian ada kesepakatan antara pengusaha, sopir angkot dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor.
"Ini saja Organda mau bicara tidak didengar, kita ingin memberi masukan ke dinas terkait tapi tidak ada jawaban akhirnya kita ngadu ke dewan," tuturnya.
Jika re-routing tetap dilaksanakan pada bulan Februari nanti, pihaknya khawatir akan ada gesekan terkait perubahan trayek angkutan kota karena tidak ada jaminan jika trayek diubah pemasukan sopir angkot atan sama atau bertambah.
"Makanya kita lihat aduan ini bagaimana, tapi kalau ini untuk kepentingan orang banyak kita setuju, hanya saja seharusnya jangan launching dahulu stop dahulu. Ini upaya Organda agar tidak ada mogok massal, sopir angkot tujuannya usaha. Kalau rugi siapa yang nanggung. Karena, tujuan usaha ingin untung, kalau rugi, apa pemkot mau nanggung pemasukan sopir angkot dengan subsidi," tuturnya.
Wakil Wali Kota Bogor Usmar Hariman mengingatkan, pentingnya koordinasi dan sinkronisasi dalam proses re-routing angkot. Dinas Perhubungan Kota Bogor sebagai leading sector harus mampu berkoordinasi dan melakukan sinkronisasi dalam proses sosialisasi. Terlebih re-routing menyangkut keberadaan 3.412 angkot yang ada di Kota Bogor.
Bila tidak, lanjut Usmar, dirinya khawatir program re-routing tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. "Ini kita belum bicara hal lain kaitan dengan angkot-angkot yang masuk dari wilayah lain. Maka paling penting adalah penguatan terhadap dasar regulasi. Sekarang harus digenjot. Ada dasar-dasar hukum yang harus dikuatkan di samping kesiapan sumber daya manusia lintas sektoral. Yaitu kaitan dengan ketegasan seperti soal parkir di badan jalan yang berdampak pada parkir liar dan sebagainya serta penetapan on/off street parking itu menjadi penting," tegasnya.
Bila hal itu tidak dilakukan, lanjut Usmar, maka kebijakan khusus soal tarif khusus parkir di kawasan rawan macet menjadi tidak efektif lagi. Begitu pun halnya regulasi lain yang berkaitan dengan kawasan Pedagang Kaki Lima (PKL). Menurut Usmar, saat ini terdapat sekitar 51 titik PKl. Usmar berprediksi, dengan kondisi pertumbuhan ekonomi yang semakin sulit, maka titik PKL akan bertambah.
"Disinilah diperlukannya sinergitas dan peran Dinas Perhubungan selaku leading sector yang harus bisa berkoordinasi baik dengan dinas-dinas lainnya. Maka selain diperlukannya kejelasan regulasi, dibutuhkan juga ketegasan dari aparat untuk menjalankan program tersebut," paparnya.
Sebelumnya, Kasatlantas Polresta Bogor Kota Kompol Bramastyo Priaji meminta Dishub Kota Bogor intensif berkoordinasi dan kerja sama terkait dampak dari re-routing yang terpusat di seputar Kebun Raya dan Istana Bogor ini yakni kepadatan arus lalu lintas di Jalur yang akan memasuki perkotaan.
"Mengenai re-routing ini kami tentunya mendukung. Akan tetapi, untuk mencapai keberhasilan tentunya kita harus sepakat untuk satukan persepsi. Terlebih area seputaran KRB akan steril dari angkot, dan biasanya berdampak di jalur-jalur penghubung yang bakal masuk ke pusat kota. Dengan demikian kami memohon Pemkot dalam hal ini harus bisa mengantisiapasinya," terangnya.
Dia memprediksi jika Re-routing diberlakukan ruas jalan penghubung ke pusat kota, bakal mengalami kepadatan arus lalu lintas yang luar biasa. "Seperti di Jalan Sukasari, Jalan Raya Tajur, Jalan Raya Empang, Persimpangan Batutulis, Jalan Raya Bondongan, Pasir Kuda, Simpang Gunung Batu, Jalan Sholis, Jalur dari Cimahpar sampai Tanah Baru bakal terjadi peningkatan jumlah angkot," jelasnya.
Kekhawatiran terjadinya konflik horisontal dalam penerapan re-routing angkot bukan hanya datang dari kepolisian, yang sempat meminta Pemkot Bogor mengantisipasi semua dampaknya. Sikap pesimistik dapat berjalan lancarnya kebijakan penghapusan 2.568 dari 3.412 unit angkot di pusat Kota Bogor ini juga diungkapkan langsung Organisasi Angkutan Darat (Organda).
Bahkan, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Organda Kota Bogor M Ischak AR memprotes sikap Pemkot Bogor yang kurang kooperatif dan terkesan sepihak dalam menerapkan kebijakan re-routing ini.
"Seharusnya pemberlakuan kebijakan re-routing itu dilakukan secara bertahap. Mulai dari penyusunan trayek, landasan hukum, kenaikan tarif angkot akibat banyaknya perubahan trayek itu dilakukan bersama-sama dengan seluruh stakeholder. Ini pembahasannya saja belum, tahu-tahu sudah mau launching," kata M Ischak usai mengadu ke DPRD Kota Bogor, Kamis 26 Januari 2017.
Menurut, mestinya Organda dilibatkan untuk membahasa soal badan hukum dalam menentukan trayek angkutan re-routing nanti. Dengan demikian ada kesepakatan antara pengusaha, sopir angkot dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor.
"Ini saja Organda mau bicara tidak didengar, kita ingin memberi masukan ke dinas terkait tapi tidak ada jawaban akhirnya kita ngadu ke dewan," tuturnya.
Jika re-routing tetap dilaksanakan pada bulan Februari nanti, pihaknya khawatir akan ada gesekan terkait perubahan trayek angkutan kota karena tidak ada jaminan jika trayek diubah pemasukan sopir angkot atan sama atau bertambah.
"Makanya kita lihat aduan ini bagaimana, tapi kalau ini untuk kepentingan orang banyak kita setuju, hanya saja seharusnya jangan launching dahulu stop dahulu. Ini upaya Organda agar tidak ada mogok massal, sopir angkot tujuannya usaha. Kalau rugi siapa yang nanggung. Karena, tujuan usaha ingin untung, kalau rugi, apa pemkot mau nanggung pemasukan sopir angkot dengan subsidi," tuturnya.
Wakil Wali Kota Bogor Usmar Hariman mengingatkan, pentingnya koordinasi dan sinkronisasi dalam proses re-routing angkot. Dinas Perhubungan Kota Bogor sebagai leading sector harus mampu berkoordinasi dan melakukan sinkronisasi dalam proses sosialisasi. Terlebih re-routing menyangkut keberadaan 3.412 angkot yang ada di Kota Bogor.
Bila tidak, lanjut Usmar, dirinya khawatir program re-routing tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. "Ini kita belum bicara hal lain kaitan dengan angkot-angkot yang masuk dari wilayah lain. Maka paling penting adalah penguatan terhadap dasar regulasi. Sekarang harus digenjot. Ada dasar-dasar hukum yang harus dikuatkan di samping kesiapan sumber daya manusia lintas sektoral. Yaitu kaitan dengan ketegasan seperti soal parkir di badan jalan yang berdampak pada parkir liar dan sebagainya serta penetapan on/off street parking itu menjadi penting," tegasnya.
Bila hal itu tidak dilakukan, lanjut Usmar, maka kebijakan khusus soal tarif khusus parkir di kawasan rawan macet menjadi tidak efektif lagi. Begitu pun halnya regulasi lain yang berkaitan dengan kawasan Pedagang Kaki Lima (PKL). Menurut Usmar, saat ini terdapat sekitar 51 titik PKl. Usmar berprediksi, dengan kondisi pertumbuhan ekonomi yang semakin sulit, maka titik PKL akan bertambah.
"Disinilah diperlukannya sinergitas dan peran Dinas Perhubungan selaku leading sector yang harus bisa berkoordinasi baik dengan dinas-dinas lainnya. Maka selain diperlukannya kejelasan regulasi, dibutuhkan juga ketegasan dari aparat untuk menjalankan program tersebut," paparnya.
Sebelumnya, Kasatlantas Polresta Bogor Kota Kompol Bramastyo Priaji meminta Dishub Kota Bogor intensif berkoordinasi dan kerja sama terkait dampak dari re-routing yang terpusat di seputar Kebun Raya dan Istana Bogor ini yakni kepadatan arus lalu lintas di Jalur yang akan memasuki perkotaan.
"Mengenai re-routing ini kami tentunya mendukung. Akan tetapi, untuk mencapai keberhasilan tentunya kita harus sepakat untuk satukan persepsi. Terlebih area seputaran KRB akan steril dari angkot, dan biasanya berdampak di jalur-jalur penghubung yang bakal masuk ke pusat kota. Dengan demikian kami memohon Pemkot dalam hal ini harus bisa mengantisiapasinya," terangnya.
Dia memprediksi jika Re-routing diberlakukan ruas jalan penghubung ke pusat kota, bakal mengalami kepadatan arus lalu lintas yang luar biasa. "Seperti di Jalan Sukasari, Jalan Raya Tajur, Jalan Raya Empang, Persimpangan Batutulis, Jalan Raya Bondongan, Pasir Kuda, Simpang Gunung Batu, Jalan Sholis, Jalur dari Cimahpar sampai Tanah Baru bakal terjadi peningkatan jumlah angkot," jelasnya.
(mhd)