Kuasa Hukum Sebut Kesaksian Ahli ITE Polisi Meringankan Buni Yani
A
A
A
JAKARTA - Kuasa hukum Buni Yani menyebutkan, keterangan saksi ahli yang didatangkan polisi telah meringankan kliennya. Adapun viralnya status Facebook Buni Yani itu bukanlah kesalahan kliennya.
Kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian mengatakan, kesaksian yang diberikan ahli ITE pihak kepolisian menguatkan pendapat kalau Buni sebagai orang yang tidak seharusnya dijadikan tersangka oleh polisi.
"Kesaksian termohon itu justru meringankan pihak kami. Saksi ITE menyatakan, dia tak bisa menilai konten, ketika seseorang menggunggah video, berita, dan sebagainya," ujarnya pada wartawan di PN Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2016).
Aldwin menerangkan, dia sepakat dengan keterangan ahli ITE yang menyatakan, informasi elektronik yang tidak memiliki copyright maka dianggap milik bersama atau publik.
Begitu pula dengan video pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu yang penggalannya diunggah ulang oleh Buni di akun Facebook miliknya merupakan milik bersama.
"Menurut Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, artinya itu sudah milik publik. Maka saya setuju dengan ahli ITE itu, itu bisa diakses sepanjang tidak ada keberatan dari pihak yang mengunggah," tuturnya.
Lebih jauh, Aldwin membeberkan, kesaksian Teguh tentang banyak orang yang sama seperti Buni, dalam hal menyampaikan gagasan di media sosial Facebook. Sehingga, pasal yang disangkakan polisi kepada Buni, yakni Pasal 28 ayat 2 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik harus dikaji ulang.
"Tadi kan kami tanya, di situ ada unsur dengan sengaja dan tanpa hak. Logikanya kan ada yang berhak dan tidak berhak. Nah, siapa yang berhak menyebarkan kebencian? Tidak ada juga. Jadi, pasal ini harus diuji dan dikaji," katanya.
Aldwin mengungkapkan, adapun soal viralnya status Facebook kliennya itu, bukanlah salah kliennya. Sebab, status Facebook Buni tersebar dengan sendirinya akibat adanya mekanisme mesin di Facebook yang memungkinkan semua orang melihat hal tersebut.
"Saya tanya sama ahli ITE, beda tidak mekanisme antara pengirim dan penerima informasi elektronik. Mekanisme Facebook, WhatsApp, dan Line, itu beda. Kalau WhatsApp ada yang menyebarkan, mengirim, dan menerima sedang Facebook itu ada, tapi fitur lain, yakni Facebook Messenger," paparnya.
Aldwin menambahkan, status Facebook Buni yang mengomentari Ahok itu tersebar dengan sendirinya karena Facebook memiliki fitur bernama news feed. Dengan fitur news feed, siapa saja bisa melihat apa unggahan atau status yang dibuat seseorang di dinding Facebook miliknya dengan mudah.
"News feed itu yang bisa menampilkan secara otomatis unggahan orang lain. Jadi tanpa disebarkan, dapat diakses oleh perkawanan itu sendiri," katanya.
Kuasa hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian mengatakan, kesaksian yang diberikan ahli ITE pihak kepolisian menguatkan pendapat kalau Buni sebagai orang yang tidak seharusnya dijadikan tersangka oleh polisi.
"Kesaksian termohon itu justru meringankan pihak kami. Saksi ITE menyatakan, dia tak bisa menilai konten, ketika seseorang menggunggah video, berita, dan sebagainya," ujarnya pada wartawan di PN Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2016).
Aldwin menerangkan, dia sepakat dengan keterangan ahli ITE yang menyatakan, informasi elektronik yang tidak memiliki copyright maka dianggap milik bersama atau publik.
Begitu pula dengan video pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu yang penggalannya diunggah ulang oleh Buni di akun Facebook miliknya merupakan milik bersama.
"Menurut Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, artinya itu sudah milik publik. Maka saya setuju dengan ahli ITE itu, itu bisa diakses sepanjang tidak ada keberatan dari pihak yang mengunggah," tuturnya.
Lebih jauh, Aldwin membeberkan, kesaksian Teguh tentang banyak orang yang sama seperti Buni, dalam hal menyampaikan gagasan di media sosial Facebook. Sehingga, pasal yang disangkakan polisi kepada Buni, yakni Pasal 28 ayat 2 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik harus dikaji ulang.
"Tadi kan kami tanya, di situ ada unsur dengan sengaja dan tanpa hak. Logikanya kan ada yang berhak dan tidak berhak. Nah, siapa yang berhak menyebarkan kebencian? Tidak ada juga. Jadi, pasal ini harus diuji dan dikaji," katanya.
Aldwin mengungkapkan, adapun soal viralnya status Facebook kliennya itu, bukanlah salah kliennya. Sebab, status Facebook Buni tersebar dengan sendirinya akibat adanya mekanisme mesin di Facebook yang memungkinkan semua orang melihat hal tersebut.
"Saya tanya sama ahli ITE, beda tidak mekanisme antara pengirim dan penerima informasi elektronik. Mekanisme Facebook, WhatsApp, dan Line, itu beda. Kalau WhatsApp ada yang menyebarkan, mengirim, dan menerima sedang Facebook itu ada, tapi fitur lain, yakni Facebook Messenger," paparnya.
Aldwin menambahkan, status Facebook Buni yang mengomentari Ahok itu tersebar dengan sendirinya karena Facebook memiliki fitur bernama news feed. Dengan fitur news feed, siapa saja bisa melihat apa unggahan atau status yang dibuat seseorang di dinding Facebook miliknya dengan mudah.
"News feed itu yang bisa menampilkan secara otomatis unggahan orang lain. Jadi tanpa disebarkan, dapat diakses oleh perkawanan itu sendiri," katanya.
(ysw)