Awasi Perawatan JPO, Indonesia Butuh Otoritas Bangunan dan Jembatan
A
A
A
JAKARTA - Untuk mengantisipasi kejadian serupa seperti di Jembatan Penyeberangan (JPO) Pasar Minggu, Jaksel, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyarankan agar dibentuk otoritas bangunan gedung dan jembatan. Langkah ini diperlukan untuk melakukan pengawasan terhadap perawatan fasilitas umum.
Pengurus harian YLKI Sudaryatmo mengatakan, pengawasan maupun pemeliharaan jembatan masih kurang diperhatikan. "Idealnya, struktur kontruksi jembatan dengan standar-standar sewajarnya sudah harus dimiliki," katanya kepada KORAN SINDO di Jakarta, Rabu (28/9/2016).
Bukan itu saja, lanjut Sudaryatmo, jalan tol maupun jalan nasional juga perlu dievaluasi dalam masa waktu tertentu. "Sebab usia jembatan tentu ada masanya. Dan harus ada otoritas yang kuat menangani masalah itu, jadi bukan antar instansi per instansi atau lembaga per lembaga," katanya.
Jika terjadi kecelakaan, lanjutnya, masyarakat umum sudah barang tentu dirugikan. Pemerintah harus bertanggung jawab. "Sekarang pemerintah yang mana yang disalahkan, Provinsi DKI maupun Kementerian PUPR serta pemangku sektor transportasi yang harus bertanggung jawab," ujarnya.
Masalahnya, kata dia, setiap kali pembangunan JPO terealisasi, izin atau kewenangannya berada pada instansi yang berbeda-beda.
"Belum ada otoritas yang memiliki kewenangan penuh terhadap bangunan jalan dan jembatan di Indonesia," katanya.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto mengakui, masih lemahnya pengawasan jembatan penyeberangan orang di Indonesia.
"Kewenangan JPO itu berbeda-beda. Bila berlokasi di jalan nasional itu menjadi kewenangan pemerintah pusat. Di jalan Provinsi menjadi kewenangan provinsi. Untuk itu, kami sebagai pembina penyelenggaraan jalan dan jembatan di Indonesia akan membuat standar dan regulasi yang jelas mengenai hal tersebut," ucapnya dalam konferensi pers di Jakarta, kemarin.
Dalam rangka mencegah ambruknya jembatan penyeberangan, Ditjen Bina Marga mengundang para ahli konstruksi jembatan bersama 22 Kepala Dinas Bina Marga membahas penyempurnaan Tata Cara Perencanaan Jembatan Penyeberangan untuk Pejalan Kaki di Perkotaan yang sudah diatur oleh Kementerian PUPR.
"Termasuk melihat kembali regulasinya seperti apa. serta memperhatikan adanya elemen lain yang memberikan pengaruh terhadap kontruksi jembatan penyeberangan orang," pungkas dia.
Pengurus harian YLKI Sudaryatmo mengatakan, pengawasan maupun pemeliharaan jembatan masih kurang diperhatikan. "Idealnya, struktur kontruksi jembatan dengan standar-standar sewajarnya sudah harus dimiliki," katanya kepada KORAN SINDO di Jakarta, Rabu (28/9/2016).
Bukan itu saja, lanjut Sudaryatmo, jalan tol maupun jalan nasional juga perlu dievaluasi dalam masa waktu tertentu. "Sebab usia jembatan tentu ada masanya. Dan harus ada otoritas yang kuat menangani masalah itu, jadi bukan antar instansi per instansi atau lembaga per lembaga," katanya.
Jika terjadi kecelakaan, lanjutnya, masyarakat umum sudah barang tentu dirugikan. Pemerintah harus bertanggung jawab. "Sekarang pemerintah yang mana yang disalahkan, Provinsi DKI maupun Kementerian PUPR serta pemangku sektor transportasi yang harus bertanggung jawab," ujarnya.
Masalahnya, kata dia, setiap kali pembangunan JPO terealisasi, izin atau kewenangannya berada pada instansi yang berbeda-beda.
"Belum ada otoritas yang memiliki kewenangan penuh terhadap bangunan jalan dan jembatan di Indonesia," katanya.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto mengakui, masih lemahnya pengawasan jembatan penyeberangan orang di Indonesia.
"Kewenangan JPO itu berbeda-beda. Bila berlokasi di jalan nasional itu menjadi kewenangan pemerintah pusat. Di jalan Provinsi menjadi kewenangan provinsi. Untuk itu, kami sebagai pembina penyelenggaraan jalan dan jembatan di Indonesia akan membuat standar dan regulasi yang jelas mengenai hal tersebut," ucapnya dalam konferensi pers di Jakarta, kemarin.
Dalam rangka mencegah ambruknya jembatan penyeberangan, Ditjen Bina Marga mengundang para ahli konstruksi jembatan bersama 22 Kepala Dinas Bina Marga membahas penyempurnaan Tata Cara Perencanaan Jembatan Penyeberangan untuk Pejalan Kaki di Perkotaan yang sudah diatur oleh Kementerian PUPR.
"Termasuk melihat kembali regulasinya seperti apa. serta memperhatikan adanya elemen lain yang memberikan pengaruh terhadap kontruksi jembatan penyeberangan orang," pungkas dia.
(ysw)