Kadishubtrans DKI Sebut Aplikasi Online Wajib Uji KIR
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 3. 370 dari 5.357 kendaraan aplikasi yang terdaftar di Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan sejak awal Mei lalu hingga kini belum mengikuti uji KIR. DKI meminta agar pebisnis aplikasi mematikan aplikasi rekanan armada-nya yang belum melakukan uji KIR tersebut.
Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Kadishubtrans) DKI Jakarta, Andri Yansyah mengatakan, sejak awal diperbolehkannya angkutan umum aplikasi seperti Uber, Grab dan Go Car pada awal Mei 2016 lalu lantaran telah berbadan hukum, pihaknya terus melakukan pembinaan. Baik pertemuan dengan pebisnis dan rekanannya ataupun dengan penertiban.
Pada penertiban akhir Juli lalu, lanjut Andri, pihaknya mendapatkan 11 kendaraan aplikasi yang masih belum uji KIR. Pertemuan pun terus dilakukan, terakhir pertemuan pada Selasa (9 Agustus) di kantor Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Jati Baru, Tanah Abang, Jakarta Pusat yang dihadiri oleh pebisnis aplikasi dan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).
"Penertiban itu sifatnya pembinaan. Kemarin kami bertemu di Kementerian Perhubungan. Nah tadi pertemuan dengan pebisnis di depan MTI. Intinya faktor keselamatan harus diutamakan," kata Andri Yasnyah saat dihubungi, Selasa 9 Agustus 2016.
Andri menjelaskan, dalam pertemuan di depan MTI, pihaknya meminta kepada para pebisnis aplikasi untuk menghentikan operasional armadanya yang belum melakukan uji KIR. Pebisnis harus menutup aplikasi rekananya yang belum melakukan uji KIR dan apabila masih ada laporan, Kepolisian bersama Dishubtrans akan melakukan penertiban.
Apabila tiga kali penertiban didapatkan armada dalam badan hukum yang sama, DKI akan mengirimkan surat ke Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) agar menutup aplikasi tersebut.
Untuk mempermudah pelaksanaan Uji KIR, Andri pun telah menyurati pemerintah kabupaten/kota daerah Bekasi, Tangerang dan Depok agar memfasilitasi pelaksanaan uji KIR armada aplikasi sesuai domisili kendaraan.
"Untuk kendaraan domisili Jakarta ya di Jakarta. Intinya uji KIR. Kalau nama surat kendaraan harus sesuai badan hukum nanti bisa dibicarakan lagi," ungkapnya.
Selain terus mendorong agar armada aplikasi mengikuti uji KIR, Andri juga meminta agar Dirjen Pajak bersama Kominfo menetapkan pajak yang beraplikasi online. Sehingga, persaingan tarif armada konvensional dan aplikasi dapat bersaing sehat.
"Kemenhub kan minta agar setiap tarif yang dipungut terkena pajak. Nah, sekarang belum. Kami akan surati Dirjen Pajak berikut dengan lampiran armada aplikasi yang sudah uji KIR. Nah, nanti kami maunya terkoneksi dengan aplikasi, jadi semua tercatat di aplikasi seperti apa yang diunggulkan oleh pebsnis bahwa aplikasi itu memudahkan dan mempercepat," tuturnya.
Anggota MTI, Izzul Waro menuturkan, penggunaan teknologi online dalam transportasi merupakan hal yang wajib dilakukan untuk menata transportasi di Indonesia khususnya Jakarta ke depan. Termasuk dalam penegakan hukum dan pengawasanya.
Menurutnya, penggunaan teknologi tersebut sangat mungkin dilakukan apabila ada kemauan. Sayangnya, dia masih melihat ketidaktegasan lantaran ada satu-dua pihak yang dirugikan.
"Sudah lama kita mendengar ada wacana penegakan hukum secara elektronik. Kemudian pelayanan kepolisian secara elektronik, baik dari pelayanan SIM, STNK dan sebagainya. Tapi sampai saat ini belum juga terwujud. Kalau itu semua berjalan, lebih mudah control dan pembinaannya," ujarnya.
Dalam waktu dekat ini, lanjut Izzul, pemerintah jangan kaku untuk menenyampingkan proses administrasi perizinan seperti mengharuskan surat kendaraan atas nama badan hukum serta penggunaan SIM A umum.
Terpenting, kata Izzul, armada aplikasi harus mengutamakn keselamatan, yakni dengan mengikuti proses uji KIR. Apabila tidak mengikuti uji KIR, pemerintah sebagai regulator harus tegas.
"Angkutan umum tidak boleh tawar menawar soal keselamatan. Uji KIR harus dilakukan. Tapi untuk administrasi lainnya bisa diselesaikan sambil jalan," ungkapnya.
Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Kadishubtrans) DKI Jakarta, Andri Yansyah mengatakan, sejak awal diperbolehkannya angkutan umum aplikasi seperti Uber, Grab dan Go Car pada awal Mei 2016 lalu lantaran telah berbadan hukum, pihaknya terus melakukan pembinaan. Baik pertemuan dengan pebisnis dan rekanannya ataupun dengan penertiban.
Pada penertiban akhir Juli lalu, lanjut Andri, pihaknya mendapatkan 11 kendaraan aplikasi yang masih belum uji KIR. Pertemuan pun terus dilakukan, terakhir pertemuan pada Selasa (9 Agustus) di kantor Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Jati Baru, Tanah Abang, Jakarta Pusat yang dihadiri oleh pebisnis aplikasi dan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).
"Penertiban itu sifatnya pembinaan. Kemarin kami bertemu di Kementerian Perhubungan. Nah tadi pertemuan dengan pebisnis di depan MTI. Intinya faktor keselamatan harus diutamakan," kata Andri Yasnyah saat dihubungi, Selasa 9 Agustus 2016.
Andri menjelaskan, dalam pertemuan di depan MTI, pihaknya meminta kepada para pebisnis aplikasi untuk menghentikan operasional armadanya yang belum melakukan uji KIR. Pebisnis harus menutup aplikasi rekananya yang belum melakukan uji KIR dan apabila masih ada laporan, Kepolisian bersama Dishubtrans akan melakukan penertiban.
Apabila tiga kali penertiban didapatkan armada dalam badan hukum yang sama, DKI akan mengirimkan surat ke Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) agar menutup aplikasi tersebut.
Untuk mempermudah pelaksanaan Uji KIR, Andri pun telah menyurati pemerintah kabupaten/kota daerah Bekasi, Tangerang dan Depok agar memfasilitasi pelaksanaan uji KIR armada aplikasi sesuai domisili kendaraan.
"Untuk kendaraan domisili Jakarta ya di Jakarta. Intinya uji KIR. Kalau nama surat kendaraan harus sesuai badan hukum nanti bisa dibicarakan lagi," ungkapnya.
Selain terus mendorong agar armada aplikasi mengikuti uji KIR, Andri juga meminta agar Dirjen Pajak bersama Kominfo menetapkan pajak yang beraplikasi online. Sehingga, persaingan tarif armada konvensional dan aplikasi dapat bersaing sehat.
"Kemenhub kan minta agar setiap tarif yang dipungut terkena pajak. Nah, sekarang belum. Kami akan surati Dirjen Pajak berikut dengan lampiran armada aplikasi yang sudah uji KIR. Nah, nanti kami maunya terkoneksi dengan aplikasi, jadi semua tercatat di aplikasi seperti apa yang diunggulkan oleh pebsnis bahwa aplikasi itu memudahkan dan mempercepat," tuturnya.
Anggota MTI, Izzul Waro menuturkan, penggunaan teknologi online dalam transportasi merupakan hal yang wajib dilakukan untuk menata transportasi di Indonesia khususnya Jakarta ke depan. Termasuk dalam penegakan hukum dan pengawasanya.
Menurutnya, penggunaan teknologi tersebut sangat mungkin dilakukan apabila ada kemauan. Sayangnya, dia masih melihat ketidaktegasan lantaran ada satu-dua pihak yang dirugikan.
"Sudah lama kita mendengar ada wacana penegakan hukum secara elektronik. Kemudian pelayanan kepolisian secara elektronik, baik dari pelayanan SIM, STNK dan sebagainya. Tapi sampai saat ini belum juga terwujud. Kalau itu semua berjalan, lebih mudah control dan pembinaannya," ujarnya.
Dalam waktu dekat ini, lanjut Izzul, pemerintah jangan kaku untuk menenyampingkan proses administrasi perizinan seperti mengharuskan surat kendaraan atas nama badan hukum serta penggunaan SIM A umum.
Terpenting, kata Izzul, armada aplikasi harus mengutamakn keselamatan, yakni dengan mengikuti proses uji KIR. Apabila tidak mengikuti uji KIR, pemerintah sebagai regulator harus tegas.
"Angkutan umum tidak boleh tawar menawar soal keselamatan. Uji KIR harus dilakukan. Tapi untuk administrasi lainnya bisa diselesaikan sambil jalan," ungkapnya.
(mhd)