Jumlah Pemudik Turun, Terminal di Jabodetabek Dinilai Tak Nyaman
A
A
A
JAKARTA - Keberadaan terminal bus di Jakarta, Bogor Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dinilai belum memiliki kenyamanan untuk calon penumpang. Maka tak heran pada musik mudik Lebaran 2016 lalu, terjadi penurunan jumlah pemudik yang menggunakan angkutan bus dari terminal-terminal di Jabodetabek.
Data dari Kementerian Perhubungan, secara keseluruhan musim Lebaran tahun ini terjadi penurunan penumpang menggunakan bus mencapai 12,25% dibandingkan pada 2015 lalu. Dari sebanyak 4.832.000 orang, menjadi 4.239.000 orang.
Pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setiowarno mengatakan, dari 10 terminal penumpang yang tersebar di Jabodetabek hampir di antaranya masih kurang nyaman dan aman.Sekalipun saat ini, telah dibangun Terminal Pulo Gebang yang lokasinya dianggap cukup representatif. Namun, terminal itu masih memiliki sejumlah permasalahan, seperti konflik lalu lintas, pergerakan orang yang tak teratur, hingga parkir kendaraan kurang tertata baik.
Belum lagi, fasilitas awak pengemudi yang tidak ada, sehingga dianggap kurang manusiawi. "Di sana (Terminal Pulo Gebang) juga belum ada pengawas kesehatan dan identitas awak kendaraan," kata Djoko saat dihubungi Minggu, 17 Juli 2016 kemarin.
Sementara di terminal lain, lanjut Djoko, kekurangan fasilitas bagi penumpang juga tak kalah hebat, informasi tentang terminal belum tersedia secara memadai. Penyandang disabilitas belum terkondisi dengan baik. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya calo berkeliaran.
Begitupun dengan aktivitas kriminal, banyak aksi kejahatan seperti copet, hipnotis, obat bius yang berlangsung di terminal. "Ini lah membuat masyarakat akhirnya memilih naik dari pul maupun terminal bayangan," jelasnya.
Melihat kondisi demikian, Djoko menilai ini tidak menguntungkan untuk pengembangan transportasi umum, seperti digunakan untuk jarak jauh dan menengah. Sementara pemerintah daerah di Bodetabek dan DKI Jakarta terlalu fokus mengembangkan layanan transportasi Transjakarta dan Transjabodetabek.
Karena itulah, Djoko menyarankan terminal Jabodetabek harus segera dibenahi demi meningkatkan penumpang di masa akan datang. "Ada tiga terminal yang wajib dibenahi, Pulogadung, Kalideres, dan Kampung Rambutan," jelasnya.
Khusus untuk terminal Tanjung Priok, Djoko menyarankan terminal ini memiliki potensi yang cukup bagus, selain berada di kawasan padat penduduk, terminal ini sudah terintegrasi cukup baik, karena terdapat Transjakarta dan Kereta Commuter Jabodetabek.
Ketua DPP Organda Pusat Kurnia Lestari Adnan menilai sepinya peminat penumpang di terminal lantaran dishub tidak menyediakan kesiapan fasilitas seperti tempat istirahat sopir, maupun lainnya. Sementara Dishub khususnya di DKI terlalu memfokuskan kepada Transjakarta, sehingga mengabaikan kondisi terminal bus AKAP, akibat banyak terminal kondisinya memprihatinkan.
Adnan melanjutkan, dishub terlalu memaksakan untuk membuat keramaian dari masyarakat yang ingin pergi ke luar kota. Padahal, mendorong terminal ramai dilakukan dengan mengangkut masyarakat di dalam kota sendiri.
"Kalau transportasi dalam kotanya hidup, maka transportasi antarprovinsi akan mengikuti dengan sendiri," ucap Adnan. Tidak adanya lalu lintas perjalanan dalam kota, lanjut Adnan, membuat terminal menjadi tidak hidup.
Masyarakat menjadi enggan untuk naik dari terminal, lantaran akses angkutan yang tidak terpenuhi dengan baik, ini lah yang membuat pul banyak diisi oleh para pemudik."Pul kita kan dari dulu disitu-situ aja, ini karena masyarakatnya sudah nyaman," cetusnya.
Kepala Dishubtrans DKI Jakarta Andri Yansyah mengaku akan berupaya membuat terminal menjadi hidup, beragam cara telah dilakukan, mulai dari membangun park n ride, integritas transjakarta, hingga menggabungkan dengan angkutan dalam kota.
Termasuk soal terminal Pulo Gebang yang baru dibuka tahun ini, kata Andri, pihaknya telah membangunan feeder Transjakarta untuk menampung masyarkat. Andri percaya, melalui kebiasaan ini, masyarakat dengan sendirinaya akan berpindah menggunakan terminal baru itu dari terminal yang lama.
Data dari Kementerian Perhubungan, secara keseluruhan musim Lebaran tahun ini terjadi penurunan penumpang menggunakan bus mencapai 12,25% dibandingkan pada 2015 lalu. Dari sebanyak 4.832.000 orang, menjadi 4.239.000 orang.
Pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setiowarno mengatakan, dari 10 terminal penumpang yang tersebar di Jabodetabek hampir di antaranya masih kurang nyaman dan aman.Sekalipun saat ini, telah dibangun Terminal Pulo Gebang yang lokasinya dianggap cukup representatif. Namun, terminal itu masih memiliki sejumlah permasalahan, seperti konflik lalu lintas, pergerakan orang yang tak teratur, hingga parkir kendaraan kurang tertata baik.
Belum lagi, fasilitas awak pengemudi yang tidak ada, sehingga dianggap kurang manusiawi. "Di sana (Terminal Pulo Gebang) juga belum ada pengawas kesehatan dan identitas awak kendaraan," kata Djoko saat dihubungi Minggu, 17 Juli 2016 kemarin.
Sementara di terminal lain, lanjut Djoko, kekurangan fasilitas bagi penumpang juga tak kalah hebat, informasi tentang terminal belum tersedia secara memadai. Penyandang disabilitas belum terkondisi dengan baik. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya calo berkeliaran.
Begitupun dengan aktivitas kriminal, banyak aksi kejahatan seperti copet, hipnotis, obat bius yang berlangsung di terminal. "Ini lah membuat masyarakat akhirnya memilih naik dari pul maupun terminal bayangan," jelasnya.
Melihat kondisi demikian, Djoko menilai ini tidak menguntungkan untuk pengembangan transportasi umum, seperti digunakan untuk jarak jauh dan menengah. Sementara pemerintah daerah di Bodetabek dan DKI Jakarta terlalu fokus mengembangkan layanan transportasi Transjakarta dan Transjabodetabek.
Karena itulah, Djoko menyarankan terminal Jabodetabek harus segera dibenahi demi meningkatkan penumpang di masa akan datang. "Ada tiga terminal yang wajib dibenahi, Pulogadung, Kalideres, dan Kampung Rambutan," jelasnya.
Khusus untuk terminal Tanjung Priok, Djoko menyarankan terminal ini memiliki potensi yang cukup bagus, selain berada di kawasan padat penduduk, terminal ini sudah terintegrasi cukup baik, karena terdapat Transjakarta dan Kereta Commuter Jabodetabek.
Ketua DPP Organda Pusat Kurnia Lestari Adnan menilai sepinya peminat penumpang di terminal lantaran dishub tidak menyediakan kesiapan fasilitas seperti tempat istirahat sopir, maupun lainnya. Sementara Dishub khususnya di DKI terlalu memfokuskan kepada Transjakarta, sehingga mengabaikan kondisi terminal bus AKAP, akibat banyak terminal kondisinya memprihatinkan.
Adnan melanjutkan, dishub terlalu memaksakan untuk membuat keramaian dari masyarakat yang ingin pergi ke luar kota. Padahal, mendorong terminal ramai dilakukan dengan mengangkut masyarakat di dalam kota sendiri.
"Kalau transportasi dalam kotanya hidup, maka transportasi antarprovinsi akan mengikuti dengan sendiri," ucap Adnan. Tidak adanya lalu lintas perjalanan dalam kota, lanjut Adnan, membuat terminal menjadi tidak hidup.
Masyarakat menjadi enggan untuk naik dari terminal, lantaran akses angkutan yang tidak terpenuhi dengan baik, ini lah yang membuat pul banyak diisi oleh para pemudik."Pul kita kan dari dulu disitu-situ aja, ini karena masyarakatnya sudah nyaman," cetusnya.
Kepala Dishubtrans DKI Jakarta Andri Yansyah mengaku akan berupaya membuat terminal menjadi hidup, beragam cara telah dilakukan, mulai dari membangun park n ride, integritas transjakarta, hingga menggabungkan dengan angkutan dalam kota.
Termasuk soal terminal Pulo Gebang yang baru dibuka tahun ini, kata Andri, pihaknya telah membangunan feeder Transjakarta untuk menampung masyarkat. Andri percaya, melalui kebiasaan ini, masyarakat dengan sendirinaya akan berpindah menggunakan terminal baru itu dari terminal yang lama.
(whb)