Guru SMA Negeri Jakarta Diduga Cabuli 10 Bocah
A
A
A
BEKASI - Polresta Bekasi Kota meringkus seorang guru SMAN di wilayah Jakarta Timur, karena diduga melakukan pelecehan seksual kepada anak tetangganya hingga 10 bocah laki-laki. Pelaku berinisial JS (40), dan berprofesi sebagai guru agama ini tak berkutik saat diamankan.
Selama ini, JS melakukan aksi cabul dirumahnya di daerah Perumahan Mutiara Gading Timur, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi. Beruntung, aksi pelaku ini terungkap oleh warga setempat. Warga yang geram dengan ulahnya, lalu melaporkan hal tersebut ke ketua RT setempat.
"Pelaku kami tangkap pada Jumat (20 Mei) malam," ujar Kasat Reskrim Polresta Bekasi Kota, Kompol Rajiman di Bekasi, Minggu (22/5/2016).
Kata Rajiman, JS melakukan pelecehan seksual itu sejak tahun 2014 atau ketika pelaku tengah menyelesaikan gelar magister (Sarjana 2). Saat itu, kata dia, JS tengah meneliti perilaku dan pergaulan anak remaja yang berusia 12-16 tahun di daerah permukimannya.
Entah setan apa yang merasuki dirinya, tersangka lalu mengajak korbannya ke dalam rumah yang saat itu dalam keadaan sepi. "Dari situ pelaku berpikiran kotor," katanya.
Rajiman mengaku, awalnya JS meminta korban membuka celana dengan dalih hendak memeriksa pangkal pahanya. Agar niat jahatnya berhasil, JS kemudian memberi uang dengan nominal bervariasi dari Rp20.000 hingga Rp100.000. Korban yang tak tahu apa-apa itu kemudian mau menuruti keinginan pelaku.
Kata dia, sejauh ini baru ada 10 korban yang mengaku pernah mendapatkan pelecehan seksual oleh pelaku. Seluruhnya adalah anak laki-laki yang biasa bermain di kawasan perumahan. Pelaku melancarkan aksinya, ketika istrinya pergi ke daerah Tanjung Priuk, Jakarta Utara.
Kepala Sub Bagian (Kasubag) Humas Polresta Bekasi Kota, Iptu Evi Fatna menjelaskan, kasus ini terungkap berdasarkan informasi warga setempat. Dan sejumlah ibu rumah tangga terkejut dengan tingkah laku anak-anaknya yang aneh. "Kecurigaan warga dimulai dari situ," katanya.
Saat itu, mereka heran karena anaknya pernah memperagakan adegan pelecehan seksual itu yang dilakukan pelaku. Hanya saja, anak-anak itu masih mengenakan celana dan pakaiannya. Dari perilaku yang menyimpang itu, kemudian orangtua mendesak anaknya untuk memberitahu adegan tersebut.
Bak disambar petir di siang bolong, para bocah kompak menunjuk bahwa mereka tahu dari JS. Warga sempat tak percaya, karena JS dikenal sebagai sosok yang baik dan berstatus sebagai guru agama di sekolahnya. "Dari situlah warga melaporkanya kepada kami," ungkapnya.
Evi memastikan, seluruh korban tidak pernah disodomi pelaku, karena birahi JS sudah terpuaskan ketika alat kelaminnya digesekkan ke pangkal paha korban. Akibat perbuatan tersangka, kata dia, sejumlah korban mengalami trauma sehingga perlu pengawasan khusus dari orangtuanya.
Untuk itu, Polres berencana akan menggandeng Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID) Kota Bekasi bersama Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Kota Bekasi untuk memulihkan kondisi psikologi korban.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 88 Jo Pasal 76E UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan hukuman penjara di atas 15 tahun atau denda Rp1 miliar. "Saya sebagai PNS dengan status guru agama di sekolah," kata JS.
Selama ini, JS melakukan aksi cabul dirumahnya di daerah Perumahan Mutiara Gading Timur, Kecamatan Mustikajaya, Kota Bekasi. Beruntung, aksi pelaku ini terungkap oleh warga setempat. Warga yang geram dengan ulahnya, lalu melaporkan hal tersebut ke ketua RT setempat.
"Pelaku kami tangkap pada Jumat (20 Mei) malam," ujar Kasat Reskrim Polresta Bekasi Kota, Kompol Rajiman di Bekasi, Minggu (22/5/2016).
Kata Rajiman, JS melakukan pelecehan seksual itu sejak tahun 2014 atau ketika pelaku tengah menyelesaikan gelar magister (Sarjana 2). Saat itu, kata dia, JS tengah meneliti perilaku dan pergaulan anak remaja yang berusia 12-16 tahun di daerah permukimannya.
Entah setan apa yang merasuki dirinya, tersangka lalu mengajak korbannya ke dalam rumah yang saat itu dalam keadaan sepi. "Dari situ pelaku berpikiran kotor," katanya.
Rajiman mengaku, awalnya JS meminta korban membuka celana dengan dalih hendak memeriksa pangkal pahanya. Agar niat jahatnya berhasil, JS kemudian memberi uang dengan nominal bervariasi dari Rp20.000 hingga Rp100.000. Korban yang tak tahu apa-apa itu kemudian mau menuruti keinginan pelaku.
Kata dia, sejauh ini baru ada 10 korban yang mengaku pernah mendapatkan pelecehan seksual oleh pelaku. Seluruhnya adalah anak laki-laki yang biasa bermain di kawasan perumahan. Pelaku melancarkan aksinya, ketika istrinya pergi ke daerah Tanjung Priuk, Jakarta Utara.
Kepala Sub Bagian (Kasubag) Humas Polresta Bekasi Kota, Iptu Evi Fatna menjelaskan, kasus ini terungkap berdasarkan informasi warga setempat. Dan sejumlah ibu rumah tangga terkejut dengan tingkah laku anak-anaknya yang aneh. "Kecurigaan warga dimulai dari situ," katanya.
Saat itu, mereka heran karena anaknya pernah memperagakan adegan pelecehan seksual itu yang dilakukan pelaku. Hanya saja, anak-anak itu masih mengenakan celana dan pakaiannya. Dari perilaku yang menyimpang itu, kemudian orangtua mendesak anaknya untuk memberitahu adegan tersebut.
Bak disambar petir di siang bolong, para bocah kompak menunjuk bahwa mereka tahu dari JS. Warga sempat tak percaya, karena JS dikenal sebagai sosok yang baik dan berstatus sebagai guru agama di sekolahnya. "Dari situlah warga melaporkanya kepada kami," ungkapnya.
Evi memastikan, seluruh korban tidak pernah disodomi pelaku, karena birahi JS sudah terpuaskan ketika alat kelaminnya digesekkan ke pangkal paha korban. Akibat perbuatan tersangka, kata dia, sejumlah korban mengalami trauma sehingga perlu pengawasan khusus dari orangtuanya.
Untuk itu, Polres berencana akan menggandeng Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAID) Kota Bekasi bersama Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Kota Bekasi untuk memulihkan kondisi psikologi korban.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 88 Jo Pasal 76E UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dengan hukuman penjara di atas 15 tahun atau denda Rp1 miliar. "Saya sebagai PNS dengan status guru agama di sekolah," kata JS.
(mhd)