Ini Curhatan Warga Pasar Ikan dan Akuarium pada Rombongan MUI
A
A
A
JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambangi warga Pasar Ikan dan Kampung Akuarium, Penjaringamn, Jakarta Utara. Sejumlah warga korban penggusuran pun mencurahkan isi hatinya kepada rombongan MUI.
Salah seorang warga Akuarium, Catur menjelaskan kisah pilu yang terjadi pada tragedi penggusuran pada awal April 2016 lalu. Dia mengaku betapa sedihnya, ketika rumah yang dibangun dengan susah payah tapi dirobohkan dengan mudah oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
"Kalau saat ini terasa panas. Tapi lebih panas pas penggusuran lalu. Sedih saya mengingatnya Pak/Bu," kata Catur menyampaikan curahan hatinya kepada MUI di lokasi, Selasa (10/5/2016).
Selain itu, Kata Catur, dirinya dan warga Pasar Ikan dan Akuarium juga mengalami intimidasi sebelum dilakukan penggusuran. Karena, sejumlah fasilitas seperti aliran listrik mati menjelang penggusuran.
"Sebelum dibongkar air enggak hidup. Jadi dimatikan begitu dan enggak mengalir. Begitu dicek yang keluar air asin," lanjutnya. (Baca: Selain MUI, Tokoh Politik Juga Hadir di Pasar Ikan)
Saat pembongkaran, Ayahanda Catur pun nyaris tertimpa reruntuhan bangunan yang dihancurkan oleh alat berat milik Pemprov DKI Jakarta. "Bapak saya kalau enggak ketahuan saya sama warga, bisa mati ketimpa pak," tambahnya.
Selain Catur, Upi Yunita warga Pasar Ikan juga sempat meminta pemerintah setempat lurah dan camat untuk dilakukan penangguhan pembongkaran. Hal itu disampaikan lantaran saat pembongkaran, banyak anak SMA yang sedang mengikuti Ujian Nasional (UN).
"Saya minta ditangguhkan bukan berarti minta ganti rugi. Waktu itu pak camat bilang yang akan dibongkar delapan meter dari tanggul barat dan timur. Tapi nyatanya?" kata Upi.
Kekerasan pada anak warga Pasar Ikan dan Akurium juga terjadi. Menurut Icih warga Pasar Ikan lainnya mengatakan, pembongkaran banyak anak kecil yang terinjak-terinjak. "Anak kami kecebur kali. Terinjak-injak aparat saat pembongkaran. Begitu dibongkar, kita pada tinggal dibekas reruntuhan," kata Icih.
Salah seorang warga Akuarium, Catur menjelaskan kisah pilu yang terjadi pada tragedi penggusuran pada awal April 2016 lalu. Dia mengaku betapa sedihnya, ketika rumah yang dibangun dengan susah payah tapi dirobohkan dengan mudah oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
"Kalau saat ini terasa panas. Tapi lebih panas pas penggusuran lalu. Sedih saya mengingatnya Pak/Bu," kata Catur menyampaikan curahan hatinya kepada MUI di lokasi, Selasa (10/5/2016).
Selain itu, Kata Catur, dirinya dan warga Pasar Ikan dan Akuarium juga mengalami intimidasi sebelum dilakukan penggusuran. Karena, sejumlah fasilitas seperti aliran listrik mati menjelang penggusuran.
"Sebelum dibongkar air enggak hidup. Jadi dimatikan begitu dan enggak mengalir. Begitu dicek yang keluar air asin," lanjutnya. (Baca: Selain MUI, Tokoh Politik Juga Hadir di Pasar Ikan)
Saat pembongkaran, Ayahanda Catur pun nyaris tertimpa reruntuhan bangunan yang dihancurkan oleh alat berat milik Pemprov DKI Jakarta. "Bapak saya kalau enggak ketahuan saya sama warga, bisa mati ketimpa pak," tambahnya.
Selain Catur, Upi Yunita warga Pasar Ikan juga sempat meminta pemerintah setempat lurah dan camat untuk dilakukan penangguhan pembongkaran. Hal itu disampaikan lantaran saat pembongkaran, banyak anak SMA yang sedang mengikuti Ujian Nasional (UN).
"Saya minta ditangguhkan bukan berarti minta ganti rugi. Waktu itu pak camat bilang yang akan dibongkar delapan meter dari tanggul barat dan timur. Tapi nyatanya?" kata Upi.
Kekerasan pada anak warga Pasar Ikan dan Akurium juga terjadi. Menurut Icih warga Pasar Ikan lainnya mengatakan, pembongkaran banyak anak kecil yang terinjak-terinjak. "Anak kami kecebur kali. Terinjak-injak aparat saat pembongkaran. Begitu dibongkar, kita pada tinggal dibekas reruntuhan," kata Icih.
(mhd)