Komnas HAM Akan Selidiki Kasus Kebakaran Ruang Chamber RS AL Mintohardjo
A
A
A
JAKARTA - Komnas HAM berjanji akan menindaklanjuti kasus pembiaran ledakan di ruang hiperbarik RS TNI AL Mintohardjo. Dalam waktu dekat, Komnas HAM akan melakukan penyelidikan kasus yang merenggut nyawa empat orang ini.
Ketua Komnas HAM Nurcholis berjanji akan menindaklanjuti kasus pembiaran ledakan di ruang hiperbarik, RS TNI AL Mintohardjo.
"Ya kami akan memeriksa dan mengklarifikasinya ke TNI AL. Selain itu juga kami akan meminta keterangan dari pihak kepolisian karena ada dugaan pidana," kata Nurcholis.
Nurcholis menambahkan, dalam peristiwa ini ditemukan adanya pelanggaran HAM. Di antaranya pelanggaran hak ‎untuk mendapatkan informasi mengenai kematian anggota keluarganya. Sebab anggota keluarga berhak tahu penanganan hukum dan penyebab keluarganya meninggal. Jika tidak memberikan informasi soal itu, maka bisa disebut pelanggaran HAM.
"Yang penting hak untuk mendapatkan keadilan untuk dibuka kasus ini seluas-luasnya," katanya.
Sementara itu, kuasa hukum keluarga korban kebakaran Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) RS TNI AL Mintohardjo menyebut ada dugaan kesengajaan dalam kasus ledakan yang menewaskan empat orang pasien itu.
Dugaan itu muncul setelah adanya hal yang aneh dalam suhu ruangan hiperbarik. Pengacara Firman Wijaya mengatakan, sebelum masuk ke ruangan, dokter Dimas Qadar mengeluhkan suhu ruangan yang panas. Hal itu terasa janggal, lantatan biasanya ruangan hiperbarik selalu sejuk dan dingin.
''Salah satu suster yang bertugas bernama Winarti malah terkesan mengabaikan kecurigaan itu. Suster berkata kalau itu hanyalah masalah AC yang kurang dingin," kata Firman di Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin, 9 Mei 2016 kemarin.
Firman melanjutkan, setelah keempat korban masuk, timbul percikan api yang sangat kencang. Dia mengatakan Winarti selaku operator, tidak melakukan upaya semestinya yakni menyelamatkan para korban.
Menurut Firman, panas yang dikeluhkan oleh almarhum Dimas diduga disebabkan oleh konduktor yang overheat. Sehingga memicu aliran arus pendek pada tempat hiperbarik. Padahal semestinya Winarti bisa mengatasinya.
"Sedangkan ruangan hiperbarik disebelahnya yang berisi delapan orang malah dibebaskan. Sedangkan yang empat orang ini tidak," jelasnya.
Oleh sebab itu, pihaknya meminta agar RS TNI AL Mintohardjo bertanggungjawab terhadap peristiwa yang terjadi 14 Maret 2016 lalu.
''Dalam kualifikasi hukum, jika peristiwa yang menyebabkan orang terluka dan meninggal, itu sudah termasuk pidana. Dalam peraturan Menteri Kesehatan, rumah sakit bisa diminta pertanggungjawaban secara hukum. Kami menduga kejadian ini melanggar hukum pidana dan perdata. Atau bahkan instrumen etik dan kesehatan," tegasnya.
Firman mengatakan, dalam kasus kelalaian bisa dijerat dengan berbagai pasal seperti Pasal 359 sampai 360 KUHP. ''Saya melihat adanya dugaan malapraktik dan dugaan kesengajaan dari pihak rumah sakit. Mereka terkesan tak serius," tuturnya.
Oleh sebab itu, Firman menyatakan pihaknya dalam waktu dekat akan membentuk tim investigasi yang terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Hiperbarik Indonesia (IDHI), Badan Pengawas Rumah Sakit (BPPRS) dan YLKI.
Ketua Komnas HAM Nurcholis berjanji akan menindaklanjuti kasus pembiaran ledakan di ruang hiperbarik, RS TNI AL Mintohardjo.
"Ya kami akan memeriksa dan mengklarifikasinya ke TNI AL. Selain itu juga kami akan meminta keterangan dari pihak kepolisian karena ada dugaan pidana," kata Nurcholis.
Nurcholis menambahkan, dalam peristiwa ini ditemukan adanya pelanggaran HAM. Di antaranya pelanggaran hak ‎untuk mendapatkan informasi mengenai kematian anggota keluarganya. Sebab anggota keluarga berhak tahu penanganan hukum dan penyebab keluarganya meninggal. Jika tidak memberikan informasi soal itu, maka bisa disebut pelanggaran HAM.
"Yang penting hak untuk mendapatkan keadilan untuk dibuka kasus ini seluas-luasnya," katanya.
Sementara itu, kuasa hukum keluarga korban kebakaran Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) RS TNI AL Mintohardjo menyebut ada dugaan kesengajaan dalam kasus ledakan yang menewaskan empat orang pasien itu.
Dugaan itu muncul setelah adanya hal yang aneh dalam suhu ruangan hiperbarik. Pengacara Firman Wijaya mengatakan, sebelum masuk ke ruangan, dokter Dimas Qadar mengeluhkan suhu ruangan yang panas. Hal itu terasa janggal, lantatan biasanya ruangan hiperbarik selalu sejuk dan dingin.
''Salah satu suster yang bertugas bernama Winarti malah terkesan mengabaikan kecurigaan itu. Suster berkata kalau itu hanyalah masalah AC yang kurang dingin," kata Firman di Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin, 9 Mei 2016 kemarin.
Firman melanjutkan, setelah keempat korban masuk, timbul percikan api yang sangat kencang. Dia mengatakan Winarti selaku operator, tidak melakukan upaya semestinya yakni menyelamatkan para korban.
Menurut Firman, panas yang dikeluhkan oleh almarhum Dimas diduga disebabkan oleh konduktor yang overheat. Sehingga memicu aliran arus pendek pada tempat hiperbarik. Padahal semestinya Winarti bisa mengatasinya.
"Sedangkan ruangan hiperbarik disebelahnya yang berisi delapan orang malah dibebaskan. Sedangkan yang empat orang ini tidak," jelasnya.
Oleh sebab itu, pihaknya meminta agar RS TNI AL Mintohardjo bertanggungjawab terhadap peristiwa yang terjadi 14 Maret 2016 lalu.
''Dalam kualifikasi hukum, jika peristiwa yang menyebabkan orang terluka dan meninggal, itu sudah termasuk pidana. Dalam peraturan Menteri Kesehatan, rumah sakit bisa diminta pertanggungjawaban secara hukum. Kami menduga kejadian ini melanggar hukum pidana dan perdata. Atau bahkan instrumen etik dan kesehatan," tegasnya.
Firman mengatakan, dalam kasus kelalaian bisa dijerat dengan berbagai pasal seperti Pasal 359 sampai 360 KUHP. ''Saya melihat adanya dugaan malapraktik dan dugaan kesengajaan dari pihak rumah sakit. Mereka terkesan tak serius," tuturnya.
Oleh sebab itu, Firman menyatakan pihaknya dalam waktu dekat akan membentuk tim investigasi yang terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Dokter Hiperbarik Indonesia (IDHI), Badan Pengawas Rumah Sakit (BPPRS) dan YLKI.
(whb)