Pemilik KWK Keluhkan Birokrasi di Pul Rawa Buaya
A
A
A
JAKARTA - Puluhan anggota paguyuban pemilik kendaraan Koperasi Wahana Kalpika (KWK) mengeluhkan susahnya menghadapi birokrasi untuk membebaskan kendaraan mereka dari Pul Rawa Buaya, Jakarta Barat. Sampai saat ini masih ada sekitar 20 mobil KWK yang berada di pul tersebut lantaran dianggap melanggar peraturan.
Perwakilan Paguyuban Pemilik Kendaraan KWK, Ramoth Saut Sumihardo mempertanyakan, Pengurus KWK yang dianggap lepas tangan untuk membantu mengurusi proses pelepasan. Padahal, kata dia, pemilik kendaraan KWK telah mengikuti aturan dari Pengurus KWK maupun Dishub.
"Saat ini pemilik KWK seperti sapi perahan saja, diburu Dishub, ditinggalkan pengurus KWK. Padahal kami sudah membayar semua kewajiban kami ke Pengurus KWK," kata Ramoth dalam siaran pers, Selasa (3/5/2016).
Kewajiban yang dimaksud, menurut Ramoth, adalah iuran harian (biasa disebut timer) sebesar Rp15.000 hingga Rp20.000 per kendaraan per hari untuk timer lapangan, Rp9.000 per kendaraan per hari dan biaya izin trayek sebesar Rp302.000 per tahun. Belum lagi dari pengurusan izin trayek, yang sejak 1 April 2016 lalu biayanya sudah disetorkan, tapi sampai hari ini belum keluar.
"Setiap harinya para pemilik KWK merugi sekitar Rp150.000,- dari dikandangkannya angkutan KWK. Belum lagi kerugian yang diderita sopir," katanya.
Menurut para pemilik angkutan umum tersebut, kebanyakan kendaraan yang dikandangkan karena sopir yang mengoperasikan kendaraan tersebut hanya memiliki SIM A yang biasa, bukan untuk angkutan umum. Selain hal itu, semua surat-surat kelengkapan kendaraan sudah lengkap dan kondisinya juga masih laik jalan.
"Untuk kedepannya, kami berharap adanya peraturan yang bijak dari pemerintah dan pastinya pengurus KWK yang dapat memfasilitasi kami. Kami siap dipimpin untuk dapat lebih tertib dan juga lebih melayani masyarakat," pungkasnya.
Perwakilan Paguyuban Pemilik Kendaraan KWK, Ramoth Saut Sumihardo mempertanyakan, Pengurus KWK yang dianggap lepas tangan untuk membantu mengurusi proses pelepasan. Padahal, kata dia, pemilik kendaraan KWK telah mengikuti aturan dari Pengurus KWK maupun Dishub.
"Saat ini pemilik KWK seperti sapi perahan saja, diburu Dishub, ditinggalkan pengurus KWK. Padahal kami sudah membayar semua kewajiban kami ke Pengurus KWK," kata Ramoth dalam siaran pers, Selasa (3/5/2016).
Kewajiban yang dimaksud, menurut Ramoth, adalah iuran harian (biasa disebut timer) sebesar Rp15.000 hingga Rp20.000 per kendaraan per hari untuk timer lapangan, Rp9.000 per kendaraan per hari dan biaya izin trayek sebesar Rp302.000 per tahun. Belum lagi dari pengurusan izin trayek, yang sejak 1 April 2016 lalu biayanya sudah disetorkan, tapi sampai hari ini belum keluar.
"Setiap harinya para pemilik KWK merugi sekitar Rp150.000,- dari dikandangkannya angkutan KWK. Belum lagi kerugian yang diderita sopir," katanya.
Menurut para pemilik angkutan umum tersebut, kebanyakan kendaraan yang dikandangkan karena sopir yang mengoperasikan kendaraan tersebut hanya memiliki SIM A yang biasa, bukan untuk angkutan umum. Selain hal itu, semua surat-surat kelengkapan kendaraan sudah lengkap dan kondisinya juga masih laik jalan.
"Untuk kedepannya, kami berharap adanya peraturan yang bijak dari pemerintah dan pastinya pengurus KWK yang dapat memfasilitasi kami. Kami siap dipimpin untuk dapat lebih tertib dan juga lebih melayani masyarakat," pungkasnya.
(mhd)