Akses Jalan Dibeton, Warga Mengadu ke DPRD
A
A
A
BEKASI - Warga Kampung Slamer, Kota Bekasi, memprotes pendirian tembok beton yang dilakukan warga Griya Jatimurni, Pondok Melati. Pasalnya, anak-anak usai sekolah terpaksa harus memutar jalan bila ingin menuju Sekolah Dasar Negeri (SDN) Jatimurni.
Ketua RT 06/04 Namin mengatakan, sejak warga Perumahan Griya Jatimurni membuat tembok beton di antara pemukiman mereka dengan lahan kosong milik PT Bumiland Sentosa, warga kampung sekitar merasa kesulitan. Terutama, akses jalan keluar kampung.
"Anak-anak kalau mau berangkat sekolah harus memutar perumahan, lewat Gang Rambutan masuk ke Jalan Pos 3," ungkap Namin, Senin (10/4/2016). Menurut Namin, penutupan jalan tersebut juga membuat pengembang PT Bumiland Sentosa tak bisa melanjutkan pembangunan pemukiman mereka.
Padahal, saluran air pemukiman warga Griya Jatimurni terhubung dengan lahan kosong yang akan dibangun perumahan oleh PT Bumiland Sentosa. Namin menceritakan, sebetulnya lahan sekitar 6.000 meter persegi awalnya milik seorang lelaki bernama Sudarto.
Oleh Sudarto, sekitar 3.000 meter persegi dibangun perumahan Griya Jatimurni pada tahun 1992 silam. Namun, setengah lagi dibiarkan lantaran sang pemilik mengalami krisis keuangan.
Padahal, secara keseluruhan, tata pembangunan drainase antara perumahan Griya Jatimurni dan lahan yang belum dibangun terhubung satu sama lain. "Jadi selama ini memang pemukiman warga Griya Jatimurni kalau hujan banjir, karena saluran air belum terbangun maksimal, masih berupa lahan kosong, secara pembungan warga ada di sebelah Selatan pemukiman," jelas dia.
Sang pemilik, lanjut dia, sejak 2014 sedang mengupayakan pembangunan di atas lahan yang belum sempat terbangun sejak 2004 lalu. Namun, warga sekitar rupanya menolak pembangunan tersebut lantaran khawatir pemukiman mereka akan semakin terendam air saat hujan datang.
Penolakan tersebut diekspresikan dengan penutupan jalan penghubung antara perumahan Griya Jatimurni dan lahan kosong seluas 3.000 meter persegi tersebut. Akibatnya justru merugikan warga kampung sekitar.
"Sekarang jalanan kampung yang banjir hingga 50 sentimeter kalau hujan. Jadi lebih baik warga berunding dengan pengembang bagaimana baiknya, agar kami warga kampung engga ikut dirugikan," jelas dia.
Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi Ariyanto Hendrata menuturkan, permasalahan ini sudah sampai ditangan DPRD. Ariyanto mengaku sudah melihat kondisi sebenarnya di lapangan.
Warga Griya Jatimurni memang mengajukan syarat mutlak agar tembok beton tak dirubuhkan. Sayangnya, warga memang tak memiliki hak atas jalan umum yang ditutup. "Mereka tak memiliki hak," ujar Ariyanto.
Untuk itu, pihaknya bakal melakukan perundingan mengajak aparat setempat mencari jalan tengah. Bisa jadi, pemilik diwajibkan menyerahkan aset jalan umum tersebut ke Pemerintah Kota, agar warga tak bisa lagi menolak.
"Kalau jadi milik pemerintah warga sudah tak bisa dengan alasan apapun kan," tukasnya. Ariyanto menambahkan, kasus penutupan akses jalan menuju proyek pembangunan Perumahan Bumiland Jatimurni, Kecamatan Pondok Melati telah menimbulkan dampak sosial yang luas.
"Kasus penutupan akses jalan itu telah menimbulkan ketegangan sosial dan kerusakan lingkungan di sekitarnya," ucapnya. Ariyanto mengatakan, developer telah menunjukan bukti kepemilikan lahan dan siteplan yang legal dari Pemerintah Kota Bekasi serta institusi terkait lainnya dengan nomor surat Badan Pertanahan Nasional 55.32.75/300/N/2015 tentang status kepemilikan tanah.
"Jalan itu menurut siteplan izin pemerintah lewat jalan itu sehingga harus dibuka buat umum. Namun oknum warga ada yang khawatir terhadap kenyamanan bila jalan itu dibuka," katanya.
Ketua RT 06/04 Namin mengatakan, sejak warga Perumahan Griya Jatimurni membuat tembok beton di antara pemukiman mereka dengan lahan kosong milik PT Bumiland Sentosa, warga kampung sekitar merasa kesulitan. Terutama, akses jalan keluar kampung.
"Anak-anak kalau mau berangkat sekolah harus memutar perumahan, lewat Gang Rambutan masuk ke Jalan Pos 3," ungkap Namin, Senin (10/4/2016). Menurut Namin, penutupan jalan tersebut juga membuat pengembang PT Bumiland Sentosa tak bisa melanjutkan pembangunan pemukiman mereka.
Padahal, saluran air pemukiman warga Griya Jatimurni terhubung dengan lahan kosong yang akan dibangun perumahan oleh PT Bumiland Sentosa. Namin menceritakan, sebetulnya lahan sekitar 6.000 meter persegi awalnya milik seorang lelaki bernama Sudarto.
Oleh Sudarto, sekitar 3.000 meter persegi dibangun perumahan Griya Jatimurni pada tahun 1992 silam. Namun, setengah lagi dibiarkan lantaran sang pemilik mengalami krisis keuangan.
Padahal, secara keseluruhan, tata pembangunan drainase antara perumahan Griya Jatimurni dan lahan yang belum dibangun terhubung satu sama lain. "Jadi selama ini memang pemukiman warga Griya Jatimurni kalau hujan banjir, karena saluran air belum terbangun maksimal, masih berupa lahan kosong, secara pembungan warga ada di sebelah Selatan pemukiman," jelas dia.
Sang pemilik, lanjut dia, sejak 2014 sedang mengupayakan pembangunan di atas lahan yang belum sempat terbangun sejak 2004 lalu. Namun, warga sekitar rupanya menolak pembangunan tersebut lantaran khawatir pemukiman mereka akan semakin terendam air saat hujan datang.
Penolakan tersebut diekspresikan dengan penutupan jalan penghubung antara perumahan Griya Jatimurni dan lahan kosong seluas 3.000 meter persegi tersebut. Akibatnya justru merugikan warga kampung sekitar.
"Sekarang jalanan kampung yang banjir hingga 50 sentimeter kalau hujan. Jadi lebih baik warga berunding dengan pengembang bagaimana baiknya, agar kami warga kampung engga ikut dirugikan," jelas dia.
Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi Ariyanto Hendrata menuturkan, permasalahan ini sudah sampai ditangan DPRD. Ariyanto mengaku sudah melihat kondisi sebenarnya di lapangan.
Warga Griya Jatimurni memang mengajukan syarat mutlak agar tembok beton tak dirubuhkan. Sayangnya, warga memang tak memiliki hak atas jalan umum yang ditutup. "Mereka tak memiliki hak," ujar Ariyanto.
Untuk itu, pihaknya bakal melakukan perundingan mengajak aparat setempat mencari jalan tengah. Bisa jadi, pemilik diwajibkan menyerahkan aset jalan umum tersebut ke Pemerintah Kota, agar warga tak bisa lagi menolak.
"Kalau jadi milik pemerintah warga sudah tak bisa dengan alasan apapun kan," tukasnya. Ariyanto menambahkan, kasus penutupan akses jalan menuju proyek pembangunan Perumahan Bumiland Jatimurni, Kecamatan Pondok Melati telah menimbulkan dampak sosial yang luas.
"Kasus penutupan akses jalan itu telah menimbulkan ketegangan sosial dan kerusakan lingkungan di sekitarnya," ucapnya. Ariyanto mengatakan, developer telah menunjukan bukti kepemilikan lahan dan siteplan yang legal dari Pemerintah Kota Bekasi serta institusi terkait lainnya dengan nomor surat Badan Pertanahan Nasional 55.32.75/300/N/2015 tentang status kepemilikan tanah.
"Jalan itu menurut siteplan izin pemerintah lewat jalan itu sehingga harus dibuka buat umum. Namun oknum warga ada yang khawatir terhadap kenyamanan bila jalan itu dibuka," katanya.
(whb)